📖 Chapter 41 📖

297 18 0
                                    

"Muka kamu pucet banget sayang. Gak usah sekolah deh." Sudah dari sejam yang lalu Al terus membujuk Fyona agar tidak masuk. Tapi wanita keras kepala itu selalu saja mengatakan bahwa dirinya benar-benar baik.

Baik dari mananya coba. Wajah pucat seperti itu?

"Sayang, gak nurut kata suami dosa loh."

"Aku gak papa Za. Paling kalau udah kena matahari nanti segeran dikit. Sekolah ya." Fyona mengeluarkan jurus andalannya. Memeluk Al sambil memciumi wajah suaminya itu. Nakal!

"Yaudah, kamu jangan lasak nanti di sekolah ya." Pasrahnya. Al mengecup kilat kening Fyona yang sedikit panas. Membawa tasnya lalu mendekap Fyona menuju mobilnya.

"Beneran ini sekolah?" Sekali lagi Al memastikan sebelum mobilnya benar-benar keluar rumah.

Fyona tidak menjawab. Dia hanya mengaggukkan kepalanya sambil memejamkan mata.

***

Tok tok tok.

Baru satu jam yang lalu proses belajar berlangsung sekarang sudah ada saja yang mengganggu.

"Permisi pak. Kak Fyona sama kak Gisel di panggil ke kantor." Adik kelas laki-laki yang katanya bakal jadi the next most wanted itu berdiri di ambang pintu.

Pak Bronto yang ke betulan hari ini masuk jam pertama menatap orang itu dari balik kacamatanya yang melotot. Memang seperti itu ciri khasnya.

Pak Bronto membenarkan letak kacamatanya lalu menatap Fyona dan Gisel yang berada dibaris meja yang sama. Hanya saja Gisel di depan dan Fyona di belakangnya.

"Ada masalah apa kalian berdua. Bukannya kelas tiga sudah tidak boleh ikut olimpiade lagi?"

Fyona berusaha tersenyum meskipun kepalanya sedikit berdenyut karena rumus fisika yang semakin hari semakin sulit.

"Paling bahas persiapan junior yang mau ikut olimpiade pak. Semalam Pak Guntur bilang ke kita soalnya pak." Jawab Gisel. Memang Fyona dan Gisel adalah termasuk kebanggaan sekolah. Mereka berdua tidak pernah lepas dari juara umum. Nilainya selalu kejar-kejaran walau yang menjadi pemenang selalu Fyona.

"Oh, ya sudah kalian berdua bisa keluar. "Setelah mengatakan itu, pak Bronto melanjutkan membaca buku tebal yang ketebalannya sudah sama seperti kamus.

Diikuti dengan Bian yang memanggil mereka tadi.

"Kak Fyo, kakak pucat sekali. Kakak sakit?" Hari ini Fyona sudah mendengar kalimat itu yang mungkin sudah lebih dari 50 kali termasuk Al tadi.

Dia tersenyum sebisa mungkin meski kepalanya sangat berdenyut setiap kali wajahnya di gerakkan.

"Kakak istirahat aja mending kak di uks, nanti biar Bian yang bilang sama pak kepala sekolah."

"Gue gak papa Bian. Cuma pusing aja. Nanti setelah minum obat juga sembuh."

"Atau kita ke uks dulu bentar ngambil obat. Setelah itu kita ke kantor. Yakan kak Gi." Tawarnya yang juga di anggukin Gisel.

"Mending kali ini nurut deh Fyo. Dari pada lo paksain juga percuma. Sampai kantor juga lo bakal diusir suruh istirahat."

Benar. Sepertinya Fyona memang harus mendengar perkataan mereka. Mungkin ini akibat durhaka pada suami. Kepalanya semakin berdenyut setiap menitnya.

"Yaudah deh, nanti tolong izini ke pak Guntur ya." Putusnya.

Mereka berdua membawa Fyona ke Uks dengan Bian yang telaten memberikan obat dan air pada Fyona. Bian ini merupakan ketua PMR. Sejak ketua yang lalu menurunkan jabatannya kepada adik kelasnya dua minggu lalu.

"Nih kak minum."

"Thank's ya Bi."

"Ia kak."

"Fyo lo gak papa kita tinggal? Gue panggilin Al ya buat jagain lo?"

Fyona menggeleng lemah. "Gak usah Gi, dia masih belajar. Nanti ganggu. Gue gak papa. Gue mau istirahat aja disini. Kepala gue pusing banget." Jawabnya.

"Yaudah nanti gue kesini sama. Rara kalau udah selesain." Gisel keluar bersama Bian membiarkan Fyona yang memejamkan matanya.

***

Sapuan lembut dikepala Fyona mengusik tidurnya. Perlahan dia membuka mata menormalkan pandangannya.

Kepalanya sudah tidak sesakit tadi. Obat yang diberikan Bian tadi sangat manjur.

Dia menyapu pandang ke seluruh ruangan. Ini bukan uks, melainkan kamarnya. Langit di luar sana pun tak lagi terang. Melainkan gelap karena memang sudah malam. Berapa lama dia tertidur. 

Dia menatap Al yang tersenyum padanya.Tak lepas tangannya yang juga mengelus tangan Fyona.

"Masih sakit sayang. Kamu mau minum?" Al mengambil segelas air hangat yang dia letakkan diatas meja dekat tempat tidur, memberikan pada Fyona.

"Kok aku bisa ada disini?"

"Kamu tadi pingsan di Uks. Mau aku bawa ke rumah sakit tapi kamu nolak terus. Yaudah aku bawa pulang. Ada gunanya juga temen kamu heboh ya. Kalau gak gitu aku tadi gak tau." Katanya mengambil gelas yang sudah kosong.

"Masa sih. Aku kok gak ingat aku bangun. "Al mengecup pipi Fyona yang masih hangat.

"Kamu mau makan apa sayang. Biar aku siapin."

"Lagi gak mau makan apa-apa."

"Kamu harus makan sayang. Habis itu minum vitamin. Tadi dokter Jessi yang kasih ini ke kamu. Harus kamu minum setelah bangun dan setelah makan.

Fyona tersenyum melihat suaminya yang entah mengapa hari ini sangat lucu.

"Masakin tapi ya. Aku belum pernah makan masakan kamu. Ayah bilang kamu pinter masak."

Al menganggukkan kepalanya semangat." Kamu mau makan apa biar aku masakin."

Fyona tampak berfikir sejenak. "Ayam asem manis yang pedes kayaknya enak." Al menyanggupin permintaan Fyona. Dia mengecup kilat kepala Fyona kemudian bergantian ke perut Fyona dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya.

"Sayang." Al menghentikan langkahnya. "Kamu aneh tau gak sih." Dahinya berkerut. "Dari tadi kamu senyum terus. Kamu seneng aku sakit?" Matanya sudah berkaca-kaca sudah siap untuk menangis.

"Bukan gitu sayang. Hari ini aku seneng banget. Tapi ya sedih juga sih." Katanya mengelus pipi Fyona.

"Kenapa.?"

"Kamu sakit. Buat aku sedih."

"Bahagianya?"

"Aku bakal jadi ayah. "Katanya membuat Fyona cepat-cepat bangun dari tidurnnya.

"Pelan-pelan sayang." Al memegang lengan Fyona lalu mengelus perut istrinya itu yang ada calon anaknya di dalam.  "Ayah? Maksud kamu aku, hamil?"

Al menganggukan kepalanya membenarkan jawaban Fyona. Kejutan apa sekarang. Ini kabar baik atau kabar buruk?



















Medan, 211002
AlinKheil 🐰

Mama Papaku Crazy!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang