Semilir angin menerbangkan anak rambut yang terkucir satu. Di bawah temaram bulan di sebuah taman yang di hiasi lampu taman yang cantik. Rara duduk sendiri di sana. Sembari memilin jemari yang dingin, dia terus menatap orang-orang yang ada disana.
Dia tidak menangis. Tapi ingin menangis. Mengapa tega orang tuanya menjodohkan dirinya dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal. Hanya karena bisnis? Apa dirinya tidak lebih penting dari bisnis mereka?
Kenapa harus dirinya di saat mereka masih mempunyai tiga anak lagi. Apa karena dia satu-satunya anak perempuan? Harusnya yang paling berharga dong.
Entah berapa kali hari ini dia menghembuskan napasnya kasar. Sampai sebuah jaket membungkus tubuhnya yang hanya memakai baju lengan pendek.
"Kenapa?" Gion, pria yang baru saja memberikan jaketnya pada Rara.
"Gi." Rara memeluk Gion. Dia berharap hadirnya Gion dapat meringankan sedikit beban yang sedang dia pikirkan. Nyatanya tidak. Semakin melihat Gion, hatinya semakin berdenyut sakit. Membayangkan dirinya tidak berhasil meyakinkan orang tuanya dan terpaksa harus menikah dengan pria pilihan mereka. Yang lebih menyakitkan adalah ketika dia benar-benar harus merelakan Gion, pria yang selama ini diam-diam dia suka.
Apa takdir itu sekejam ini? Setelah mengetahui kenyataan bahwa pria yang dia suka selama ini juga menyukai Fyona, sahabatnya. Sekarang dia benar-benar tidak bisa sekedar dekat dengan Gion. Apa takdir benar-benar kejam?
"Lo kenapa sih. Tumben banget meluk-meluk gue." Gion yang tadi terkejut juga ikut membalas pelukan Rara. Sekalian modus ceritanya.
"Ra... Lo kenapa sih. Takut gue jadinya. Lo gak kesambet kan?" Rara memukul pelan dada Gion lalu menjauhkan tubuhnya. Menghapus sisah air matanya dan mengusap ingusnya. Untung tadi dapet tisu di saku bajunya.
"Thanks udah bolehin gue meluk lo. Badan lo enak di peluk." Gion mengacak rambut Rara sambil tertawa.
"Lo aneh, tapi kalau gak aneh bukan lo sih." Gion semakin mengencangkan tawanya melihat Rara yang cemberut.
Rara tidak pernah pemperlihatkan rasa sukanya pada Gion. Kenapa? Ya karena ini, mereka berdua sangat dekat. Jika Rara jujur, dia takut Gion akan menjauh dan bahkan ilfeel padanya. Cukup dia pendam perasaanya dan menjalin persahabatan seperti saat ini."Gi. Lulus nanti lo mau lanjut kuliah dimana?" Sambil menarik ingusnya, Rara melontarkan pertanyaan itu.
"Ihh,, jorok banget sih jadi cewek." Gion menjauhkan tubuhnya tapi tidak dengan pantatnya yang masih rapat bersebelahan dengan Rara.
"Gak ada tisu. Mau jaket lo gue kotorin." Ancamnya menarik jaket Gion yang dia pakai ke dekat hidungnya.
"Eh jangan dong. Jaket kesayangan gue ini."
"Jaket di sayang-sayang. Makanya cari pacar biar ada yang lo sayang-sayang."
"Males lah. Elo aja deh yang gue sayang. Eh gak jadi deh, bisa-bisa gue di gorok si Dero. Diakan cinta banget sama lo." Rara yang semula sempat melayang seketika langsung terhempas ke daratan. Sakitnya di php in.
"Ngeselin lo ah." Rara menjauhkan tubuhnya. Bergeser ke samping menjaga jarak.
"Kenapa lo, manyun gitu. Jangan-jangan lo ngarep lagi gue sayang-sayang. Ngaku lo." Ledek Gion yang semakin membuat Rara sebal.
"Ih ngeselih lo. Sebel gue sama lo. Sana-sana pergi lo. Gue tadi niatnya mau curhat. Tapi gak jadi elonya nyebelin. Mending gue karokean." Kesalnya meninggalkan Gion yang masih menertawakannya. Dia bukan sahabat Rara. Sahabatnya cuma Fyona dan Gisel.
"Eh jaket gue balikin."
Rara yang memang masih sebal jadi semakin sebal. "Gue pinjem, gue kedinginan butuh kehangatan." Jawabnya judes membuat Gion semakin kencang tertawa.
"Sini-sini gue kasih kehangatan. Mumpung gue bawa korek." Ngeselin ya memang itu orang. Minta di lempar.
***
"Sayang." Fyona menggambar abstrak di dada Al. Dia tidur sambil berbantalkan lengan Al. Akhir-akhir ini dia memang sangat suka tidur di peluk Al yang tidak memakai atasan. Rasanya sangat nyaman.
"Rara juga di jodohin sama kayak kita." Al sudah berniat ingin tidur tapi tidak jadi karena perkataan Fyona.
"Rara? Sama siapa?" Al memiringkan tubuhnya menghadap Fyona, menarik wanita itu semakin dekat sesekali mencium pucuk kepala Fyona.
"Gak tau. Tadi dia curhat nangis - nangis sama kayak aku dulu sampai nekat kabur dari rumah. Taunya sekarang bucin." Mereka mengingat awal pertemuan mereka dulu yang kabur dari rumah karena tidak ingin di jodohkan sampai ibunya Al masuk rumah sakit gara-gara mereka.
"Tapi sekarang kan enggak. Aku malah gak mau jauh dari kamu. Gak sanggup malah." Perkataan Al malah membuat semburat merah di pipi Fyona.
"Kok merah sih sayang pipinya."
"Malu tau. "
"Gemesnya istriku."
"Za,,,"
"Sayang." Ralat Al.
"Ia, sayang. Eumm.... Kalau aku hamil gimana?" Tanyanya hati-hati.
Al langsung mengangkat kepalanya. "Beneran kamu hamil?"
"Ih enggak. Aku tadi cuma tanyak." Al kembali menjatuhkan tubuhnya yang setengah terangkat.
"Oh kirain kamu beneran hamil. Udah seneng juga." Fyona mendongakkan kepalanya. Kedua manik mata itu saling tatap.
"Kamu seneng?!"
"Ia lah. Mana ada suami yang gak seneng kalau istrinya hamil." Terangnya sambil mencuri kecupan di bibir Fyona. "Aku penasaran kalau kamu hamil nanti gimana bentuknya ya? Anakku disini juga nanti gimana." Katanya mengelus perut Fyona yang rata.
"Kayaknya nanti kalau aku hamil bentuknya persegi deh. Atau limas juga cantik."
"Heh sembarangan. Tapi sayang, balik lagi deh ke Rara. Dia beneran mau di jodohin? Aku pikir cuma kita doang loh yang nasibnya kaya gini. Terus apa kamu bilang?"
"Ya aku cuma bilang coba aja kenalan dulu sama dia. Siapa tau bucin juga kayak kita. Tapi sayang, kata Rara, orang itu bilang ke bundanya Rara malah minta di percepat pernikahannya. Nanti kalau kata-kata Gisel tadi beneran gimana coba?"
"Emang Gisel bilang apa?"
"Yang di jodohin ke Rara aki-aki beristri tiga." Al tertawa mendengarnya. Mana mungkin Ibunya Rara akan memberikan anak perempuan satu-satunya kepada pria tua yang bahkan istrinya saja sudah tiga.
"Enggak sayang, yang di jodohin ke Rara itu masih muda. Ganteng. Di jamin Rara gak bakal nolak." Al membawa istrinya untuk lebih rapat. Tapi Fyona justru menjauh.
"Kamu tau siapa orangnya?"
"Enggak."
"Bohong kamu."
"Enggak loh sayang. Gak percaya banget sama suami."
"Terus kenapa kamu bilang gitu tadi. Kamu pasti taukan orangnya. Nyebelin kamu gak mau kasih tau. Sana kamu jangan dekat-dekat."
Ya Tuhan, salah lagi. Perasaan cepat banget ngambeknya. "Aku gak tau sayang. Tadi cuma nebak doang. Ya kan gak mungkin kalau Rara di jodohin sama aki-aki. Apalagi dia anak perempuan satu-satunya. Pasti ibunya Rara, jodohkan sama yang ganteng. Yang muda." Menarik kembali Fyona yang semula berada di tepi tempat tidur agar lebih ke tengah dan dekat dengan Al.
AlinKheil🐰
Medan, 21807
![](https://img.wattpad.com/cover/268861067-288-k327299.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Papaku Crazy!! [END]
Novela JuvenilSekolah-Kuliah-Kerja-sukses-Menikah-Hidup Bahagia. Kebanyakan orang memiliki rute masa depan yang cerah seperti itu. Tapi apa jadinya jika Kedua orang tuamu memaksamu menikah dan harus memiliki anak di usia yang bahkan kamu sendiri baru tamat SMP? ...