📖 Chapter 4 📖

846 31 0
                                        

        “Fyo, elo bisa gak bawa mobilnya. Mau gue anter?” 

        Bel sekolah sudah tiga puluh menit yang lalu berkumandang. Cepat-cepat semua warga sekolah berhamburan keluar bergegas meningalkan kelas terkecuali kelas Fyona. Kelas mereka memang selalu pulang belakangan karena mereka kelas unggulan, katanya sih begitu. Selalu ada saja guru yang mengatas namakan unggulan sebagai alasan sehingga bisa menghukum siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaanya untuk olimpiade.

        “Bisa deh kayaknya, pelan-pelan.”
Orang yang paling peka adalah Kelvin. Apapun kesulitan Fyona, pria itu selalu ada kapanpun. Fyona beruntung bisa mengenal pria manis itu. Sayangnya tingkahnya dan sifatnya tidak dia tunjukkan kepada siapapun kecuali sahabatnya dan Juga Fyona serta sahabat Fyona.

        Kelvin adalah pribadi yang sangat cuek, dingin dan kejam. Dia bisa melukai orang yang nekat mengusik kehidupannya. Bahkan dia sanggup untuk membunuh mereka.

        “Lakik lo mana?”

        “Mati kali.”

        “Janda muda dong lo.” Kelakar pria itu dengan wajah datarnya. 

        Kalau boleh jujur Fyona lebih menyukai Kelvin di bandingkan Al yang sialnya kenapa harus dia yang menjadi suaminya. Meskipun Kelvin tipe pria bad boy, tapi dia sangat perhatian, penyayang dan banyak hal manis lainnya yang Fyona suka.
        
         Seandainya waktu bisa terulang kembali, Fyona ingin meminta agar orang tuanya menjodohkan pada Kelvin. Hah.. seandainya saja.

          “Mau gue anter gak?”

          “Gak usah deh, makasih. Gue bisa sendiri kok. Elo duluan aja, gue gak papa.” Fyona masuk ke dalam mobilnya dan di tutup oleh Kelvin yang masih mempertahankan wajah datarnya yang terlihat sangat cool itu.

         “Lo duluan, gue ikuti dari belakang.”

         “Gue gak papa Elv. Udah ah, elo duluan aja. Lagian gue ada janji sama Rara mau ke toko buku bareng.” Tipe anak pintar sih. Fyona memang lebih suka menghabiskan uangnya untuk membeli buku atau makanan serta bahan makanan dari pada hal tidak berguna lainnya. Baginya tidak ada yang lebih menarik dari tiga hal tersebut.

          “Beneran?” Tuh kan, dia perhatian. Bisa gak sih waktu di ulang lagi gitu. Nikahnya sama Elv yang lebih manusia dari pada sama Al yang kelakuannya lebih dajjal dari pada dajjal. Ehh... gimana maksudnya?

          “Elv.”

          “Hm.”

          “Senyum.”

          Kelvin menaikkan sebelah alisnya ke atas. “Kenapa?”

          “Udah senyum aja.”

           Kelvin terpaksa tersenyum sekilas untuk memenuhi permintaan Fyona yang tiba-tiba. “Ck, gak ikhlas.” Gerutu Fyona mengerucutkan bibirnya. Siapa yang tidak gemas dengan tingkah lucu gadis itu. Jika saja wanita di depannya itu bukan istri sahabatnya, sudah di pastikan Kelvin menciumnya saat itu juga.

         “Tuh kah, ganteng.” Katanya yang sudah memotret wajah Kelvin yang tersenyum. Pria itu sangat manis. Dia memiliki tubuh yang tinggi, satu lesung pipi di sebelah kiri dan hidung yang mancung karena keturunan asli Belanda. Anak kompeni dia. Muehehehe....

          “Fyo, elo gak ada niat jadi janda gitu, biar gue yang nikahi elo.” Ngaco!

           “Sekolah dulu yang bener. SMA juga belum tamat. Udah ah,  gue duluan. Lo hati-hati di jalan, jangan ngebut. Kalo lo jatoh, gue bakal cemburu sama aspalnya.” Setelah mengatakan hal gila barusan yang membuat jantung Kelvin jauh lebih gila lagi, Fyona beserta mobilnya meninggalkan pekarangan sekolah yang masih ramai karena pria-pria tampan kesayangan SMA Citra Bangsa masih berada di sana. Kecuali cucu dajjal itu yang sudah menghilang entah kemana.

***

        “Aku sayang kamu, banget?”
  
        Gadis yang terbilang cantik itu bergelayut manja di lengan kekar pria yang saat ini sedang jalan bersamanya. Dua seragam berbeda simbol itu jika di lihat sekilas mereka adalah pasangan yang cocok. Yang wanita cantik yang pria jauh lebih tampan. Jika di sandingkan tetap juga cocok.

          “Elo apa-apaan sih. Gue risih loh deket-deket sama gue gini.” Tepisnya kasar. Wanita itu bahkan sedikit terhuyung. Tidak sampai terjatuh juga, tidak seperti sinetron lebay yang di tepis sedikit langsung jatuh.

          “Al, kamu kenapa sih gak pernah lihat aku sebagai wanita?”

          Bodo amat. Al lebih memilih meninggalkan wanita itu yang sudah menjadi tontonan orang karena perkataanya yang sedikit berteriak. Ya, saat ini mereka sedang berada di mall. Sebenarnya Al tadi hanya mampir sebentar karena membelikan titipan ibu negara. Sialnya dia harus bertemu dengan belatung nangka. Mana keganjenan lagi pakai acara meluk lengan. Emangnya Al bantal guling apa?

          “Dek, pacarnya kasian tuh, di anggurin.” Salah satu pengunjung mall menegurnya.

          “Dia bukan pacar saya om. Kalau om mau ambil saja. Saya juga gak membutuhkan.” Masih mempertahankan ketidak sukaannya. Al pergi begitu saja, tidak memperdulikan orang-orang yang menatapnya.

           “Ya Tuhan, jadi orang terlalu tampan susah juga ternyata.” Gumamnya karena melihat beberapa wanita lagi yang katanya fans club Enzano Alzyan sedang berjalan ke arahnya.

****

          “Gue menang. Sini-sini jam tangan gue.” Empat pria di sana yang sedang bermain kartu  berteriak heboh ketika Dero terus-terusan kalah. Kelemahannya adalah bermain kartu dan kelemahannya itu pula yang di jadikan kesempatan bagi para sahabatnya untuk kembali mengambil barang-barang miliknya. Lebih tepatnya barang-barang mereka yang Dero ambil dari para sahabatnya. Ketika bermain game online, dia akan selalu memenangkannya apapun jenis permainannya. Tapi untuk urusan kartu, dia lemah.

         “Baru juga berapa menit gue pake. Elah, sensian amat gue bawa jam lo.” Omelnya pada Gion yang kembali mengambil jam tangan miliknya yang baru beberapa menit yang lalu sah menjadi miliknya.

          “Jam kesayangan gue. Gue gak bakal rela kalau elo yang pake. Bisa-bisa nanti langsung rusak.” Definisi sahabat yang paling gak bisa bahagiakan sahabatnya adalah dia. Kalau bicara suka benar. Dero memang tipe manusia dengan julukan tangan perusak. Apapun yang dia pegang sudah pasti akan rusak, entah itu sekedar buku baru yang robek, kursi yang hilang satu kakinya dan masih banyak hal lainnya yang membutikan perbuatannya jika seandainya Dero lupa.

          “Kenapa lo senyum-senyum sendiri.” Bagas yang sedari tadi menjadi penonton antara Gion dan Dero mengalihkan asistensinya menatap Kelvin yang sedari tadi memandangi ponsel. Untuk ukuran Kelvin, dia bukan tipe pria yang suka tertawa ketika membaca pesan teks.

         “Perasaan lo doang.” Katanya bergegas meninggalkan tiga manusia di sana yang masih penasaran.




















AlinKheil🐰
Medan, 2158

Mama Papaku Crazy!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang