Gion, Bagas, dan Al tiga pria itu duduk di kursi panjang. Sorot mata sendunya menatap pria dingin di depannya. Dengan pakaian khas tahanan Kelvin menangis di depan ketiga sahabatnya. Tubuhnya terlihat berantakan. Lebih kurus dari biasanya.
"Lo apa kabar? Sorry kita baru sempat jenguk lo sekarang." Al membuka suara pertama kali. Dari balik kaca tebal yang membatasi mereka berempat.
"Gue ngerti. Lo udah sampein salam gue sama ibunya Dero?" Gion mengangguk.
Kelvin tertawa pelan. "Gue pembunuh." Katanya.
"Kita ngerti posisi lo. Kalau gue yang ada di lokasi kejadian Gue juga pasti bakalan lakuin hal yang sama. Bila perlu gue penggal kepala si Danang itu." Dengan sorot mata yang berkilat marah Gion mengepalkan jemarinya di bawah sana.
"Maaf gue gak bisa nyelamati Dero." Suaranya bergetar, ingin menangis tapi dia tahan.
"Bukan lo. Tapi kita semua." Al meralat perkataan Kelvin. "Kita semua gagal lindungi keluarga kita."
"Lo gak usah khawatir. Gue pasti keluarin lo dari sini. Cepat atau lambat." Gion meyakinkan.
Tidak banyak yang mereka bahas selain tentang Dero. Terkadang juga Bagas mencairkan suasana dengan membahas ketiga anak Al.
******
Di rumah Fyona mereka semua berkumpul, kecuali Kelvin. Mereka duduk saling melingkar. Semalam Rara mengabari semua sahabatnya bahwa dirinya kembali mengandung. Kabar baik itu di sambut bahagia oleh semua sahabatnya. Dan tepat seminggu yang lalu juga mereka semua harus kehilangan sahabat yang paling gila mereka, Maldero Rilama kesayangan mereka.
Sambil memeluk Gilang, Gisel menyembunyikan wajahnya yang terlanjur meneteskan air matanya.
"Gue kangen Dero." Biasanya pria itu selalu aktif di setiap ada acara. Apalagi jika dia tahu acara itu untuk menyambut keluarga baru mereka. Antusiasnya selalu di acungi jempol walau kadang juga menyebalkan.
"Gue gak habis pikir kenapa paman kandungnya bisa setega itu sama dia."
Bagas menarik napasnya kasar. Suaranya bergetar meskipun dia tutupi sambil bermain dengan anak Fyona yang ada di gendongannya.
Sudah seminggu kepergian Dero. Tapi masih sangat tidak bisa di percaya. Rasanya seperti baru semalam mereka tertawa karena lawakannya. Seperti baru semalam Rara berdebat dengan Dero. Seperti baru semalam Dero, Bagas dan Gilang menggoda Al. Seperti baru semalam Gion mengajak perang air ketika mencuci mobil dengan Dero. Seperti baru semalam bagi Gisel membatu Dero masak. Dan seperti baru semalam juga Fyona melihat Dero bercanda dan menggoda ketiga anaknya. Ya, seperti baru semalam mereka di hangatkan dengan tingkah Dero.
"Padahal ayah Dero meninggal karena sakit." Gilang kembali memecahkan keheningan.
Mereka semua kembali terdiam cukup lama. Tidak ada yang membuka suara. Hanya isakan tangis yang terdengar. Bahkan Gion sejak kembali dari pemakaman Dero waktu itu, dia lebih banyak diamnya.
Semua orang sangat terpukul dengan kepergian Dero, tapi Gion sangat amat terpukul dengan kenyataan itu.
Sahabatnya sejak kecil. Saudaranya bahkan dia anggap abangnya meski umur mereka beda dua bulan harus pergi dengan cara yang begitu keji.
Ingatan Gion terlempar beberapa tahun lalu saat pertama kali mereka bertemu. Dero kecil yang ceriah mengajak Gion yang pendiam untuk menjadi teman. Sampai akhirnya dia bertemu Rara.
Ingatannya kembali berlanjut saat mereka sama-sama duduk di sekolah tingkat pertama. Dimana saat Gion di ganggu dengan preman yang berusaha mengambil barang-barang mewahnya. Dero selalu ada di depannya untuk melindunginya. Bahkan saat itu tulang rusuk Dero sempat patah satu karena menyelamatkan Gion yang hampir di pukul balok kayu karena melawan.
Tidak lama setelah sembuh, lagi-lagi Dero menyelamatkan Gion yang nyaris tertabrak sampai Dero harus mendapat jahitan di lututnya karena benturan aspal.
Gion terisak sambil menutup matanya. Tidak ada satupun ingatan yang tidak menghubungkan dirinya dengan Dero. Orang yang selalu melindungi dirinya apapun kondisinya.
"Gak guna banget gue jadi sahabat." Tangisnya kembali pecah. Rara yang ada di sampingnya menenangkan suaminya itu dengan sebelah tangan karena sebelahnya lagi menggendong putri Fyona yang sedikit terusik dengan tangisan Gion.
Al menepuk pundak Gion. Sebelah tangannya membalikkan dua bingkai foto yang berisi gambar mereka semua dan satu lagi Foto Dero yang sengaja Dero berikan sebulan sebelum kejadian. Seakan Dero sudah tahu jika dia memang akan pergi.
"Kita semua berduka. Kehilangan sosok sahabat, keluarga yang selama ini selalu bersama kita." Al menjedah kalimatnya. Menarik napas dalam lalu kembali melanjutkan perkataanya. "Kita semua memang gagal menjaga dia." Lagi-lagi Al menjedah kalimatnya. "Mungkin ini cara Tuhan membawa dia. Tugas kita sekarang melanjutkan hidup. Membawanya selalu dalam hati dan ingatan kita. Tak lupa doa yang terpenting."
Tangan Al terentang. Mengisyaratkan mereka semua untuk saling bergandeng tangan. Mengajak semuanya untuk saling berdoa untuk ketenangan Dero. Semua mata terpejam dengan air mata yang terus mengalir dari kedua sudut mata mereka semua.
Tak hanya mereka. Seakan ikut merasakan kehilangan, ketiga anak Fyona juga ikut meneteskan air mata sekalipun mereka hanya diam dan mata yang saling terpejam.
Pada akhirnya kematian adalah jodoh yang paling dekat dengan kita. Perpisahan terburuk adalah maut. Merindukannya pun percuma karena sosok itu tidak akan pernah ada. Hanya segala kenangan yang melekat di hati dan ingatan yang mampu mengalihkan kerinduan.
Rapalan doa yang bisa menjawab segala kerinduan. Harapan doa akan bertemu dengannya suatu saat sekalipun kehadirannya hanya dalam mimpi. Ya manusia hanya bisa berencana. Karena Tuhan pengatur segalanya. Takdir manusia tidak akan ada yang tahu. Rezeki, jodoh dan kematian. Semua rahasia Tuhan. Manusia hanya bisa berdoa dan menebar kebaikan. Sebelum waktunya tiba untuk menghadap Nya.
~Tamat~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Akhirnya selesai. Makasih untuk semua pembaca yang komentarnya jalur pribadi.
Sayang banyak-banyak.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~Medan, 211105
AlinKheil 🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Papaku Crazy!! [END]
Novela JuvenilSekolah-Kuliah-Kerja-sukses-Menikah-Hidup Bahagia. Kebanyakan orang memiliki rute masa depan yang cerah seperti itu. Tapi apa jadinya jika Kedua orang tuamu memaksamu menikah dan harus memiliki anak di usia yang bahkan kamu sendiri baru tamat SMP? ...