"Kamu cantik sekali malam ini sayang. Nanti waktu di depan mereka, jangan petakilan ya. Harus anggun." Claudia mengelus pipi Rara, satu-satunya anak gadisnya.
"Bunda gak sayang ya sama Rara." Matanya sedikit berkaca-kaca tapi sengaja dia tahan agar tidak menangis.
"Mana ada ibu yang tidak sayang sama putrinya sendiri."
"Kalau bunda sayang sama Rara, kenapa bunda jodohkan Rara. Rara masih sekolah Bund, Rara gak suka sama pilihan bunda sama ayah. Rara gak kenal sama orang itu." Isakan kecil mulai muncul dari bibirnya yang terpoles liptin. Tapi tetap masih mempertahankan air matanya agar tidak terjatuh.
"Bunda minta maaf sayang. Tapi semua keputusan ada sama ayah. Awalnya juga bunda gak setuju sama keputusan ayah mu. Tapi setelah bunda ketemu sama dia. Bunda yakin kalau dia orang baik. Anaknya sopan. Yang terpenting ganteng banget lagi. Kalau bunda masih muda nih ya, bunda bakalan rebut dia dari kamu." Kelakarnya sekedar menghibur putrinya.
"Bunda bisa aja. Tapi bund, kalau gak sesuai sama kriteria Rara gimana? Kalau dia aslinya kasar gimana? Nanti kayak sinetron yang sering bunda tonton itu. Istrinya dimana-mana."
"Huss kamu ini. Bunda yakin dia gak seperti itu orangnya. Bunda bisa lihat dari cara bicaranya, tingkahnya, bunda yakin 99% dia baik."
"Tuh kan, bunda aja gak yakin 100%."
"Satu persennya lagi kita serah kan sama Tuhan sayang. Berdoa supaya dia memang yang terbaik untuk kamu."
Sejenak Rara terdiam. Meskipun ibunya terus memberikan wejangan yang katanya baik dan segala macamnya. Toh kenyataanya hati Rara masih tetap menolak.Yang dia mau Gion, tentu saja. Rasa sukanya sudah lebih dari tiga tahun dia pendam. Sejak mereka duduk di bangku sekolah tingkat pertama. Bagaimana bisa. dalam sekejap dia harus melupakan pria itu.
"Bunda.... Rara suka sama orang lain. Rara gak mau di jodohin. Bunda bisakan bilang sama ayah."
Claudia menggeleng memutuskan harapan putrinya itu. "Yaudah, Rara mau kabur." Ada gitu kabur bilang-bilang.
"Ya sudah kalau kamu mau kabur. Toh satu-satunya jalan cuma dari depan. Gak mungkin dari belakang. Kamu kan gak bisa manjat."
"Iss bunda ngeselin tau."
"Mereka sudah datang, ayo turun." Ajak Claudia ketika mendengar. suara mobil memasuki pekarangan rumah mereka.
Dan disini lah mereka berada. Diruang tamu bersama dua keluarga yang saling bercengkrama. Rara ingin menangis sejadinya. Pria yang ada dihadapannya kini bahkan sama sekali jauh dari yang dia bayangkan.
Meskipun memiliki paras yang tampan karena dia bule. Bahkan dia tidak bisa bahasa Indonesia. Bagaimana bicara dengannya nanti. Selain itu juga dia hanya mementingkan buku yang di pegang.
Gak tau buku apa itu, novel atau pelajaran atau mungkin kamus. Yang jelas bukunya tebal dan hurufnya asing di penglihatannya. Mungkin bahasa Belanda.Bunda tega banget. Indonesia dijajan Belanda selama tiga setengah abad. Lah sekarang malah jodohin sama anak kompenin._ batinnya.
Tangannya mengetikkan sesuatu. Untung saja tadi dia bawa ponsel. Jika tidak dia benar-benar akan bosan.
Tak lama berselang, suara mobil memasuki kembali pekarangan rumahnya. Jemputannya sudah datang."Maaf semuanya. Rara lupa kalau hari ini ada janji. Temen Rara udah nungguin di depan, gak enak kalau di batalin. "Meski pun dapat pelototan tajam dari sang ayah, Rara tetap sopan menyalami para orang tua disana yang katanya akan menjadi calon mertuanya nanti.
"Permisi." Cepat-cepat dia keluar rumah menghampiri Gion. Ya orang yang dihubunginya tadi adalah Gion. Sebenarnya dia tadi sudah menghubungi Gisel, tapi wanita itu justru sedang berkencan dengan Gilang, pacarnya. Tidak mungkin juga menghubungi Fyona. Wanita itu sudah bersuami sekarang. Ya dulu juga. Maksudnya, dia benar-benar berstatus istri karena sebelumnya mereka saling membenci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Papaku Crazy!! [END]
Fiksi RemajaSekolah-Kuliah-Kerja-sukses-Menikah-Hidup Bahagia. Kebanyakan orang memiliki rute masa depan yang cerah seperti itu. Tapi apa jadinya jika Kedua orang tuamu memaksamu menikah dan harus memiliki anak di usia yang bahkan kamu sendiri baru tamat SMP? ...