“Kamu kurus tapi berat juga ternyata. Banyak dosa kali ya. Durhaka sih.”
Al menjatuhkan tubuh Fyona begitu saja persis seperti menurunkan karung beras yang dia angkat. Tidak perduli dengan yang wanita itu rasakan. Lagi pula tidak sakitkan, toh ada matras juga disitu. Pasti tidak sakit dong.“Ia, dosa terbesar ku karena terus bertemu manusia tidak berguna seperti kamu.”
“Ohoo,, I love you kalau begitu.”
“Gila.” Fyona membuang arah pandangnya. Jangan sampai dia termakan rayuan dari mulut playboy Al.
“Ia aku sayang kamu juga.”
“Gak waras!”
“Tau kok wajah ku yang terlalu tampan ini. Jangan terlalu di bayangkan nanti kamu rindu. Kata Dillan jangan rindu, berat, kamu tidak akan kuat. Biar Dillan saja.”
Fyona memutar bola matanya malas. Orang di hadapannya ini benar-benar buang-buang waktu. Tidak bisakan Fyona di biarkan pergi saja gitu. Terlalu banyak membual tidak penting lagi.
“Udah ah, capek.” Al menjedah perkataanya. Dia mengamati sejenak raut tidak suka Fyona. “Sebenarnya aku tadi mau bilang, semalam ....” Belum selesai Al bicara Fyona sudah menyelah. Kebiasaan kayaknya.
“Bilang apa? Jangan bilang kamu...” Fyona juga ikutan menggantungkan kalimatnya diikuti matanya yang membulat lebar. Bahkan lubang hidungnya juga ikutan melebar. Entah kenapa tiba-tiba tanda seru di atas kepalanya muncul besar-besar.
Al tersenyum lebar bahkan deretan giginya yang rapi sampai terlihat meskipun dia sebenarnya tidak tau apa yang sedang Fyona pikirkan. “Tentu saja.” Dia memainkan kedua alisnya naik turus diikuti senyum jahilnya.
“Ih alien, apa belum jelas sih kata-kata aku terakhir kali?!”
“Jelas banget, tapi mohon maaf nona, kita memang tidak pernah sejalur kan?” Bodo amat. Ikuti saja alurnya. Al masih mempertahankan senyumnya yang menghipnotis banyak orang itu. Meskipun di sana hanya mereka berdua.
“Elo brengsek, gue udah bilang tolak, kenapa lo terima sialan.”
“Eitss.. kok pake elo gue lagi, kontrak kita kan sekapat pakai aku kamu.”Dia melipat tangannya di depan dada. Tubuhnya dia sandarkan di dinding dekat pintu. Saat ini mereka sedang berada di atap. Tempat markas Al dan kawan-kawan seperbegoannya. Tidak ada orang lain yang bisa masuk ke sana. Karena hanya Al yang punya kuncinya. Entah bagaimana dia mencuri kunci itu dari petugas sekolah. Yang pasti sekarang kunci itu ada sama dia. Bahkan kunci itu sudah ada bersamanya sejak akhir kelas satu yang artinya sudah hampir dua tahun kunci itu tidak ada di tempatnya. Entah Al yang pintar atau petugas sekolah yang bego. Hampir lupa, Al kan anak pemilik sekolah.
“Bodo amat, gue gak perduli. Yang gue peduliin sekarang, elo harus tolak.”
“Gak bisa sayang, udah terlanjur.”
“Ergghhh,, Enza bego. Lo kenapa sih gak bisa ngertiin gue sekali aja. Lo.. lo itu.. Argghh sialan!” Fyona mengerang kesal. Bahkan rasa kesalnya sudah mencapai ubun-ubun. Jika tidak di luapkan bisa-bisa dia akan stroke. Jadi dia menendang apapun yang ada di hadapannya saat ini. Termasuk Al.
Sesaat Al terdiam menatap Fyona. “Kamu yang gak pernah lihat aku Fyo. Padahal aku benar-benar berharap sama kamu. Tapi ya sudahlah. Percuma juga aku bicara sama kamu. Kamu gak pernahkan perduli sama aku. Gak pernah ngertiin posisi ku.” Katanya meninggalkan Fyona yang masih mencerna perkataan Al.
Apa yang salah dengan pria itu, aneh. Apa maksud perkataannya. Posisi siapa? Siapa yang tidak memperdulikan siapa?__ Batin Fyona mencoba berdiskusi.
Al yang sudah sampai di ambang pintu menghentikan langkahnya. Wajahnya sedikit dia miringkan. Dia melirik dengan ekor matanya. “ Aku mencoba yang terbaik dan ikuti semua permintaan Ayah. Tapi sepertinya memang gak bisa. Maaf, sudah mengacaukan kehidupan tenang kamu.” Katanya lalu benar-benar menghilang di balik pintu.
“Itu orang kenapa sih, salah minum racun kali ya?” Gumamnya dengan alis yang berkerut.
***
“Kenapa lagi sih. Sini-sini sama abang Dero. Sini abang peluk.”
Sahabat adalah orang yang selalu ada ketika kamu merasa tertekan. Walau terkadang tingkahnya justru semakin membuat mu frustasi dan jengkel karena memiliki sahabat gila. Tapi percayalan kamu tidak akan pernah menyesal memiliki sahabat gila.
Dero menatap empat sahabatnya yang juga sedang menatapnya. Kepalanya menggeleng dengan alis yang berkerut dan mulut yang ingin bicara tapi tertahan karena takut ketahuan.
“Al lo kenapa lagi sih. Masalah lo kayaknya dari dulu gak kelar-kelar. Kita harus gimana supaya elo gak tertekan gini. Mana badan makin kurusan. Gak gemoy tau.” Katanya lebay di akhir kalimat dengan sebelah tangan seperti menyelipkan rambut di telinga padahal rambutnya tidak panjang dan duduk menyilangkan kaki layaknya perempuan.
“Gue mau sendiri. Kalian pulang aja.”
“Al lo gak bunuh dirikan. Jangan mati dulu dong, nyokap gue belum gajian. Masa gue ngutang, gak lucu banget.” Dero memelas dengan wajah yang sangat menjijikkan. Tiga sahabatnya kompak menggeplak kepalanya. Geger otak dah geger otak.
"Kalau lo suka sama Fyona, harusnya pertegas dong jangan diem aja. Lo bilang sama dia. Bukannya ngajak berantem melulu. Gue sebel lama-lama lihat lo gini. Kayak bocah labil." Sewot Bagas.
"Tau lama-lama beneran gue ambil juga tu ...." Kelvin sengaja tidak melanjutkan perkataanya. Dia memang sangat menyukai Fyona. Bahkan niatan untuk merebut wanita itu sudah bulat. Tapi kembali lagi dia juga ingat batasan. Kalau Al, suka dengan Fyona dan ingin mempertahankan wanita itu. Dia bisa apa. Satu-satunya cara hanya bisa merelakan saja.
"Gue gak suka sama dia. Ayah yang suka sama dia. Gue lakukan ini semua juga karena ayah." Kilahnya.
"Al, mulut loh bisa berbohong. Tapi mata lo enggak. Al yang gue kenal dulu gak seperti Al yang gue kenal sekarang. Kalau dulu lo gak perduli sekalipun Fyona jungkir balik, tapi sekarang see, lo berantem cuma karena mantannya Fyona ngajak balikan. Gue tau lo sering perhatiin Fyona. Gue tau lo perduli sama dia. Gue juga lihat lo selalu jagain dia walau lo juga yang bikin dia celaka. Lo sengaja kan ngajak berantem dia. Gue tau Al. Lo sengaja cari perhatian sama dia. Semua itu lo lakuin untuk apa, kalau bukan atas dasar cinta. Gak ada sejarahnya orang musuh tapi rela jagain dari orang jahat. Gak ada di kamus gue. Gue belum pernah baca. Lagian postingan lo terakhir kali itu udah jelas banget dan lo mau kilah lagi?" Panjang lebar Gion bicara.
Al tidak bersuara melainkan hanya menatap malas ketiga sahabatnya lalu mengusir mereka layaknya mengusir anak kucing. “Gas, lo bawa mereka semua keluar. Gue mau sendiri.”
Benarkah hal yang paling sulit adalah memahami diri sendiri?
Jawabannya benar. Mencoba menyelaraskan hati dengan ego yang bertolak belakang bukanlah hal yang mudah. Terkadang banyak orang memutuskan sesuatu dengan menggunakan pemikirannya tanpa mempertimbangkan perasaan yang mungkin saja menjadi jawaban atas pertanyaanmu.Seperti Cinta. Jika kamu mempertahankan jawabanmu dengan mengutamakan Egomu, penyesalan akan dengan senang hati menyambut mu.
“Sebenarnya gue tau gue sayang sama lo. Tapi gue takut bilang ke lo terus lo tolak. Gue tau lo suka sama Elv. Apa mungkin gue pertahankan lo di saat lo sendiri suka sama orang lain, walau lo itu istri gue?” Al memandang layar ponselnya yang terdapat foto Fyona yang dia jadikan walpaper.
AlinKheil 🐰
Medan,21605
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Papaku Crazy!! [END]
Ficção AdolescenteSekolah-Kuliah-Kerja-sukses-Menikah-Hidup Bahagia. Kebanyakan orang memiliki rute masa depan yang cerah seperti itu. Tapi apa jadinya jika Kedua orang tuamu memaksamu menikah dan harus memiliki anak di usia yang bahkan kamu sendiri baru tamat SMP? ...