Suara tangis dari dalam ruang keluarga tak kunjung berhenti. Rasa syukur terus mereka panjatkan. Gea, Resti dan Reno. Ketiganya kompak menangis bahagia ketika Al dan Fyona memberi tahu mereka perihal kehamilan Fyona.
Baru mereka kayaknya yang menangis bahagia ketika mendengar kabar kehamilan anaknya yang bahkan masih sekolah. Sudahlah. Mereka itu gila. Kalau bukan karena Ayah Edno. Hal ini tidak akan jadi. Dan Fyona tidak akan manja-manja dengan Al.
Fyona sendiri sebenarnya tidak tau kapan pastinya dia bisa menyukai Al. Yang dia ingat. Dia suka Al setelah mereka melakukan itu. Dan seterusnya dia semakin sayang dengan Al. Mungkin karena dia sedang mengandung juga. Ah entahlah.
Gea dan Resti yang terus memeluk Fyona dan Reno yang juga memeluk Al.
"Eummm..." Al menjauhkan tubuhnya dari dekapan Reno. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sesekali menatap Fyona yang juga menatapnya.
"Sebenarnya semalem kita udah periksakan ke dokter." Al bicara mengantung-gantung. Tidak tau saja mereka sangat penasaraan dengan kelanjutan cerita Al.
"Ia, terus. Tidak ada masalah kan?" Resti memandang putrinya. Takut jika sesuatu buruk terjadi pada mereka.
"Enggak ma. Semalem waktu periksa. Ternyata hasilnya..."
"Kamu bicara lambat sekali. Kenapa hasilnya?" Reno sedikit meninggikan suaranya. Dia sudah penasaran setengah mati.
"Ia pa ini Al juga mau bilang. Semalem..."
"Semalem - semalem terus perasaan." Gea juga sudah menimpali.
Al menghembuskan napasnya jengah. "Kalau di potong terus gak selesai-selesai dong Al bicaranya." Geramnya. "Semalem kita periksa ke dokter. Hasilnya baik-baik saja tidak ada masalah." Katanya cepat. Tapi respon yang lain masih diam seperti patung yang sedang menatapnya.
"Tadi suruh cepat bicaranya. Sekarang malah diam saja. Halo mama papa." Katanya melambaikan kedua tangannya di depan wajah mereka.
Fyona hanya bisa geleng kepala melihat para orang tua yang gila di sana.
Selanjutnya tangis mereka kompak lagi terdengar. Memang aneh ya. Nangis bisa kompak. Gila bisa kompak.
"Ya ampunn papa..... Cucu kita beneran ada." Resti menangis sejadinya. Gila ya kayaknya!
"Kamu sudah kabari Ayah Al. Ayah pasti bakalan langsung pulang kalau tau Fyona hamil."
Semua pasang mata saling tatap. Mereka bahkan menjedah tangisnya. Fyona sudah memberi tahu Resti dan Reno. Tapi tidak satupun dari mereka yang berani memberitahukan kabar itu kepada Gea. Edno sendiri berpamitan kepada istrinya itu untuk mengurus restoran cabang yang baru dia buka di Bali.
"Kenapa kalian diam?" Gea mengeluarkan ponselnya berniat menghubungi suaminya itu. Sudah dua minggu mereka tidak bertukar kabar. Rasanya rindu juga.
"Halo ayahhh.." Lengkingan Gea ketika ponselnya menampilkan wajah suaminya.
"Mama kebiasaan deh suka teriak-teriak."
"Ayah itu di mana? Cantik banget. Mama ke sana ya, nyusul ayah."
"Ngapain, gak usah deh mendingan. Ayah mau godain bule-bule di sini."
"Oh berani ayah godain mereka. Bawa semua baju aja gak usah pulang sekalian."
"Hahahaha.... Enggak kok mama ku sayang."
"Kok ayah pucat banget. Ayah sakit? Pulang aja deh. Ngapain juga lama-lama di sana."
Al menatap pilu ibunya. Dia adalah satu-satunya orang yang tidak tahu mengenai penyakit Edno.
Secepat kilat dia merubah air mukanya menjadi bahagia lalu merebut ponsel ibunya. "Ayah, al punya kabar baik."
Meskipun bibirnya tersenyum cerah tapi sorot mata sedihnya tidak bisa di sembunyikan. Wajah pucat ayahnya benar-benar melukai hatinya.
"Ayah tebak, misi ayah waktu itu berhasil?"
"Ayah ma cenayang. Kok bisa tau sih?"
"Ayah gitu. Akhirnya gak sia-sia usaha ayah ngurung kalian berdua. Jadi juga." Kelakarnya. Meskipun Edno tertawa girang, tidak sedikitpun Al ikut tertawa. Dia hanya tersenyum terpaksa. Bagaimama dia bisa tertawa di saat ayahnya tengah berjuang.
"Ayahhh.... Kita beneran bakal punya cucu." Gea berteriak heboh ketika Al mengarahkan wajah suaminya menghadap mereka. Resti, Reno Fyona dan Gea yang di duduk satu kursi panjang.
"Siapa yang ngajarin kamu Al. Bisa langsung dapat gitu. Bibit unggul kamu." Oh astaga Fyona malu mendengar itu.
"Guru Biologi yah. Ayah apa kabar. Kapan pulang?" Al bertanya tapi tak se antusias tadi.
Endo mengembangkan senyumnya lebar. "Secepatnya ayah pulang. Masalah disini juga udah hampir selesai." Bohongnya. Edno juga membuat gerakan dari mulut tanpa suara yang mengatakan bahwa 'dokter bilang ayah baik-baik saja.'
Meskipun tersenyum, Al yakin jika ayahnya tengah berbohong.Dokter tidak pernah mengatakan baik-baik saja pada pasien kangker. Jika dokter mengatakan hal seperti itu. Itu artinya sesuatu yang sangat buruk sedang terjadi.
"Ayah cepat pulang. Harus kasih kado baby Al pokoknya."
"Ia pasti. Ya sudah, ayah tutup." Tanpa menunggu persetujuan Al, Edno memutuskan panggilannya.
"Mau sampai kapan kamu bohongi mereka Ed?"
Dellon yang sedari tadi memegangi kain sebagai backgroud itu duduk di kursi sebelah brangkar. Ya mereka sedang berada di rumah sakit sekarang.
Edno yang sekarang tidak sama seperti Edno dua minggu yang lalu. Tubuhnya sangat kurus bahkan kepalanya nyaris botak. Setiap hari rambutnya berguguran.Kanker darah mengubah seluruh hidupnya. Jika dulu dia bisa leluasa kesana kemari. Sekarang, jangankan berjalan. Menopang tubuhnya di atas kedua kakinya saja dia tidak kuat. Sejak tadi malam tubuhnya turun drastis.
Edno menghapus darah yang mulai keluar dari hidungnya. Sebelumnya dia juga mimisan. Tapi tidak untuk dua minggu terkahir ini. Jika dia terlalu banyak melakukan aktifitas, maka darah itu akan langsung keluar dari hidungnya.
"Aku gak mau mereka semakin khawatir De. Kamu lihatkan, mereka semua sedang bahagia karena menantuku sedang mengandung. Tidak mungkin aku bisa mengatakan semuanya pada mereka. "
Dellon menggenggam sebelah tangan Edno yang terbebas dari infus. "Kamu harus lawan penyakit mu. Mereka semua antusias untuk nyambut cucu mu. Kamu juga harus tetap semangat. Supaya bisa melihat cucumu."
Beruntung Edno mempunyai sahabat seperti Dellon. Kesetiaannya tidak pernah di ragukan. Dia selalu menjadi orang terdepan sekalipun dia sendiri pun sibuk. Sayang sekali, pria dengan paras yang tinggi tegap berprofesi sebagai dokter saraf itu hingga sekarang belum ada satupun wanita yang berhasil menarik perhatiannya.
Atau jangan-jangan jodohnya itu kamu??
Medan, 211004
AlinKheil 🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Papaku Crazy!! [END]
Teen FictionSekolah-Kuliah-Kerja-sukses-Menikah-Hidup Bahagia. Kebanyakan orang memiliki rute masa depan yang cerah seperti itu. Tapi apa jadinya jika Kedua orang tuamu memaksamu menikah dan harus memiliki anak di usia yang bahkan kamu sendiri baru tamat SMP? ...