📖 Chapter 38 📖

300 17 0
                                    

Sejak kejadian tadi, keduanya tidak ada yang berniat membuka suara. Rara yang biasanya heboh. Malam ini dia seperti kehabisan kata-kata. Sedangkan Gion, dia fokus melajukan mobilnya dengan sebelah tangan yang setia menggenggam tangan Rara. Melepasnya hanya untuk menarik tuas. Sisahnya terus dia genggam seolah jika dia lepas, Rara akan hilang.

"Gi, tangan gue kebas." Bukanya melepas. Gion malam memijat genggamannya.

"Udah enakan?" Terpaksa Rara mengangguk dan tersenyum. Sebenarnya tadi cuma alasan doang. Tapi tidak berhasil. Ya sudahlah.

"Gi, lo beneran orang yang bunda jodoin ke gue. Lo gak bercandakan?"
Gion memalingkan sebentar menatap Rara dengan senyum manis yang tercetak di bibirnya.

"Memang gue orang yang di jodohin buat lo."

"Tapi Gi. Lo bilang lo keturunan Taiwan - Inggris. Kenapa sekarang jadi Belanda?"

"Kapan gue bilang, gak pernah."

"Dulu waktu SMP gue tanya lo."

"Lo cuma bilang disini tinggal sama siapa. Ya gue jawab aja sama nenek gue. Yang gue bilang itu. Kakek gue itu asli Taiwan dan nenek gue asli inggris. Jadi mama gue keturunan Taiwan Inggris walau lahirnya di Indonesia. Nah, bapak gue baru asli kompeni kayak yang lo bilang. Jadi gue anak kompeni. Siap-siap hati lo gue jajah." Kelakarnya walau ujung-ujungnya diam-diaman dan saling canggung.

Mobil mereka memasuki pekarangan rumah Rara. Keduanya keluar dengan Gion yang berlari memutari mobil untuk membukakan pintu Rara. Berasa seperti tuan putri.

Senyum Gion tidak pernah lepas dari tadi. Genggaman tangan keduanya bahkan saling terkait sampai saat ini mereka berdiri di hadapan para orang tua mereka.

"Loh nak Marco." Frans ayah Rara membuka suara pertama kali karena memang dia duduk menghadap ke pintu.

"Malam ayah, malam bunda." Katanya menyalim semua orang tua disana termasuk orang tuanya.

Ayah? Bunda? Sejak kapan Gion manggil mereka dengan sebutan ayah bunda?

"Kalian kok bisa bareng. Duduk sayang."

"Ia bunda, tadi Rara hubungi Marco suruh jemput." Katanya sambil melihat Rara yang salah tingkah.

"Oh berati yang tadi itu kamu. Oalah. Ayah udah niat nanti kalau Rara pulang siap-siap sama tongkat golf ayah. Ternyata sama kamu perginya."

Gion dan Rara membulatkan matanya tidak percaya. "Jangan dong yah. Nanti Marco gak jadi nikah." Katanya membuat semuanya tertawa.

"Jadi gimana Ra, kamu setujukan kalau ayah jodohkan kamu dengan Marco?"

Semua pasang mata menatapnya intens menunggu jawaban. Jantungnya menari dengan cepat, bahkan tanganya sudah berkeringat. Tidak mungkin dia menolak. Sudah berapa lama dia menyukai Gion. Dia menatap Gion yang juga menatapnya seakan memohon.

"I.... Ia." Rara menjawab sambil menunduk malu.

"Sebenarnya yah, kita udah pacaran." Gion semakin kurang ajar. Sejak kapan mereka berkencan. Tadi? Tadi mereka hanya saling mengungkapkan satu sama lain. Bukannya menyatakan hak milik. Atau Rara lupa?

"Benar kah, bagus dong. Berati kita bisa cepat menentukan tanggal." Renzo membuka suara. Membuat yang lain bahagia dan membuat Rara semakin jantungan.

"Marco boleh kasih saran Vader?"

"Apa itu silahkan, nak Marco." Frans semakin tertarik dengan pembahasan ini.

"Seminggu lagi kita ujian semester. Jadi gimana kalau waktu liburan aja." Rara menatap dalam Gion. Kesannya seperti dia yang sudah kebelet ingin menikah.

"Tidak masalah. Lebih cepat lebih baik."

****

Pagi berlanjut dengan awal yang berdeda. Biasanya Rara selalu heboh. Kali ini dia jauh lebih anggun. Mungkin karena Gion ada di depannya.

Saat ini mereka tengah sarapan bersama untuk pertama kalinya. Ayah nya sangat menikmati momen bersama Gion. Ternyata benar yang ibunya katakan, Gion anaknya sopan. Tapi kenapa kalau sama yang lain dia jadi anak setan?

"Ra cepetan di makan dong. Kamu mau terlambat ke sekolah. Sudah jam berapa itu." Tegur Claudia.

"Ia bunda." Buru-buru dia habiskan sarapannya. Setelahnya dia berangkat sekolah bersama Gion.

Tidak banyak yang mereka bicarakan selama dalam perjalanan. Benar-benar sangat berbeda. Rara yang kita kenal sangat petakilan dan heboh. Hari ini totalitas menjadi pendiam.

"Kalau lo diam gue takut deh Ra."

"Kenapa?"

"Biasanya lo suka heboh, hari ini diem terus aneh tau gak?"

"Ya kata bunda harus jaga image." Gion tertawa sejadinya.

"Buat apa coba jaga image. Mau lo petakilan kek enggak kek. Gue tetep suka sama lo. Dan gue tetap bakal nikahin lo dua minggu lagi. Itu faktanya."

Rara memalingkan wajahnya menghadap jalanan. Pipinya terasa sangat panas.  Akhirnya penantian dia tidak sia-sia.

Tak terasa perjalanan mereka sampai juga di sekolah. Seperti tadi malam. Gion memutari mobil dan membukakan pintu untuk Rara. Pemandangan itu tak lepas dari Dero yang kebetulan juga baru datang dengan motor hijaunya.

"Ini kenapa masa depan gue bareng sama lo?"

"Masa depan gue sih lebih tepatnya." Kata Gion menepuk bahu Dero. Menggandeng Rara menjauh dari parkiran. "Maaf."

"Maksudnya apa. Tunggu - tunggu." Dero menunjuk Gion dan Rara bergantian lalu menunjuk tangan mereka yang saling berkaitan. "Penantian panjang lo ke bales??" Gion dan Rara mengerutkan keningnya.

"Apaan?"

Dero memukul bahu Gion. "Ck, gue gak sebodoh itu kali bro. Kita berteman udah berapa tahun. Dari jaman orok. Lo pikir gue.... Eh tapi lo berdua emang jadian kan?"

Meskipun sempat tidak mengaku. Akhirnya Gion terpaksa jujur. Dan mengaku semuanya.

"Akhirnya. Cinta ber clap sebelah hand lo kebales juga."

"Der gue minta maaf. Nekong lo dari belakang."

"Sttttt... Gue masih marah sama lo. Cinta gue lo ambil. Tapi gue juga seneng sahabat bego gue akhirnya punya nyali juga nebak cewek yang udah ber abad abad di incer."

"Berabad abad?" Apa Rara setua itu?

"Lo aja yang gak tau Ra. Dia udah lama suka sama lo." Gion berusaha membekap mulut bocor Dero, tapi pria itu berhasil menghindar.

"Sejak lo kelas lima dia udah suka sama lo. Dia ngikutin smp di tempat lo sekolah katanya biar bisa liatin lo. Dan lanjut sampai sekarang. Tapi sahabat gue masih bego gak mau jujur dan terus bohongi perasaanya. Terpaksa gue tekong." Gion sudah berusaha membekap mulut Dero. Sepertinya mulut pria itu memang harus di lakban.

"Enggak ya."

"Ampun Gi. Lo pikir kita berteman udah berapa tahun? Gue itu bisa langsung tau hanya dari tatap mata lo. Lo pikir selama ini gue gak perhatiin lo. Lo pikir gue gak tau siapa yang kempesin ban motor gue waktu gue bilang mau nganter dia. Gue lihat pake mata kepala gue sendiri dan itu udah berkali-kali. Ngaku gak lo."

"Gak lah, gak kerjaan juga kempesin ban lo."

"Gion Gion. Lo pikir gue gak hapal kebiasaan lo? Telinga lo merah setiap kali lo berbohong." Katanya sambil memasukkan kedua tanganya ke dalam saku. Rara melihat Gion yang memang benar, telinganya sangat merah. Gion bakhan salah tingkah. Wajahnya juga terlihat merah.

Dero menghembuskan napasnya kasar. "Hari ini gue mau berduka atas hati gue. Cinta gue di rebut sahabat gue sendiri. Selamat atas kalian berdua. Gue mau tabur bunga buat hati gue yang terluka."





















Medan, 21920
AlinKheil 🐰

Mama Papaku Crazy!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang