Bab 2. Benci terlahir sebagai wanita

30 3 0
                                    

"Kak berhenti!" Ucap gadis kecil yang berlarian mengejar saudaranya.

"Sudah Kakak bilang, Kakak tak ingin berlatih pedang," Anak laki-laki itu terus saja berlari.

Setelah lama bermain kejar-kejaran, anak laki-laki itu duduk terlentang di atas hijau nya rerumputan di taman. Disusul adiknya yang langsung duduk di samping Kakaknya.

"Tapi Kak, paman Jenderal telah menunggu kita di tempat latihan," Ucap sang adik sambil menggoyangkan tangan kakaknya.

"Sekali tidak, tetap tidak! Kakak sudah lelah berlatih dengan Jenderal Louis. Dan hari ini Kakak hanya ingin berhenti latihan dan bertemu tabib Zian," tegasnya pada adik kecilnya

Sang adik merajuk sambil mengkerucutkan bibirnya,
"Huhhh,, baiklah jika Kakak tak mau ikut. Lebih baik aku sendiri saja yang pergi berlatih."

Gadis kecil itu segera berdiri dan hendak meninggalkan Sang Kakak.

"Katakan pada Jenderal Louis kakak sedang tidak enak badan!" Teriak anak laki-laki itu agar terdengar oleh adiknya.

Sang adik berbalik, netra hitamnya beradu dengan netra hitam sang kakak yang sedang memandangnya.

"Kenapa kakak berbohong? Tidak! Aku tidak akan menyampaikan hal itu kepada paman Jenderal," gadis kecil itu melipat kedua tanganya di dada.

"Kamu tidak kasihan pada Kakakmu ini, kalau saja Jenderal itu menghukum Kakak, bagaimana?"  kakaknya mencoba merayu agar gadis itu dapat menuruti keinginannya

"Tidak! Lagi pula itu kesalahan Kakak yang selalu membolos latihan. Jadi untuk saat ini dan seterusnya aku tidak akan membantu Kakak."

"Tolong lah adik manis, sekali ini saja," bujuk sang kakak.

"Tidak." jawabnya

"Ayolah."

"Tidak."

"Tolong bantu kakak yah," Sambil menyatukan kedua tangannya

"Sekali tidak! Tetap tidak."

Di saat perdebatan itu terjadi. Tiba-tiba datang seorang pria bersurai hitam legam, memiliki manik hitam pekat yang tengah tersenyum melihat pertengkaran dua anak kecil di depannya.

"Hey, ada apa ini? Sepertinya anak-anak ayah ini sedang bertengkar. Apa yang kalian debatkan? "
Pria paruh baya itu berjalan mendekat, menuju ke arah kedua kakak beradik itu.

"Tidak ada," kilah sang kakak. Ia tak berani menatap manik ayahnya yang kini sedang mengintrogasinya.

"Razya, sebenarnya apa yang kalian debatkan, bolehkah ayah mengetahuinya?" Tanya sang ayah kepada gadis kecil.

"Ehmmm," sekilas gadis itu melirik kearah kakaknya yang sedang  menunduk.

"Katakanlah ayah tidak akan marah," ucap ayahnya lembut.

"Sebenarnya Kakak tidak ingin pergi latihan dan menyuruhku untuk mengatakan pada paman Jenderal kalau kakak sedang sakit, tapi aku tidak mau terus berbohong dan mencari- cari alasan. Maka dari itu aku menolak perintah dari kakak." Gadis kecil itu mengucapkan kebenarannya dengan kepala yang menunduk.

Sedangkan Kakaknya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menatap netra ayahnya mencoba memohon pengampunan.

Sang ayah mengerti dan tersenyum sekilas. Ia telah berhasil mendidik gadis kecil nya agar selalu berkata jujur terhadap semua hal. Namun berbeda dengan kakaknya yang selalu menentang dan melanggar setiap aturan yang diberikan olehnya kepada mereka.

"Jadi benar begitu Rayden? Kau selalu bolos berlatih dan menyuruh adikmu berbohong? " Tanyanya pada anak laki-laki yang kini tengah menunduk pasrah.

"Ehmmm, ia ayah maapkan aku. Aku sebenarnya lelah dan ingin beristirahat hari ini saja. Tapi aku berjanji esok dan seterusnya aku tidak akan bolos latihan lagi,"  Tuturnya sambil menyatukan tangan, memohon pengampunan.

KING or QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang