Padang Rumput

5 1 1
                                    

Aku ingat sekali saat kita bergandengan tangan di padang rumput ini.
Waktu itu, awan menutupi panas matahari.
Angin berhembus pelan seakan menyambut kita berdua.
Bahkan para merpati terbang melingkar seolah mengiringi.

Aku masih ingat lekuk tubuhmu yang dulu sering aku peluk.
Aku masih ingat wajah putih mungil, serta pipimu dengan lesung yang sering aku kecup.
Aku masih ingat lentiknya bulu matamu, yang memayungi indahnya mata birumu.
Aku masih ingat rambut pendek hitammu yang wanginya seperti bunga mawar.

Sekarang aku berdiri lagi disini, membawa setangkai bunga lily putih yang engkau suka.
Anehnya, rumput-rumput itu tidak bergoyang sama sekali sejak aku menapakkan kaki.
Para gagak berkicau serak sampai-sampai membuat kupingku pengar.
Dan awan gelap menyelimuti seluruh langit.

Kemudian aku cabuti kelopak-kelopak bunga lily itu.
Aku taburkan dan sebarkan kelopak-kelopak itu di seluruh padang rumput ini.
Tiba-tiba, angin kencang membawa kelopak-kelopak itu pergi menjauh.
Terbang tinggi, melewati gumpalan awan hitam itu, bahkan mungkin sedang menuju dirimu.

Langit mulai bergemuruh, bahkan petir memulai pertunjukannya.
Seketika hujan turun dengan deras.
Sungguh aneh, hujan itu tidak membasahi tubuhku.
Tapi hanya membasahi kelopak mataku.

Kasih.
Maaf dan selamat tinggal.

Sajak IsengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang