chapter 18

78 49 65
                                    

"Rava!" Dengan kompaknya mereka semua berteriak saat melihat seseorang yang sudah hilang seminggu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rava!" Dengan kompaknya mereka semua berteriak saat melihat seseorang yang sudah hilang seminggu itu. Seseorang yang awalnya mereka kira sudah meninggal karena ledakan kini malah berdiri di depan mereka semua.

"Hai." Rava menyapa dengan senyum tipisnya. Ia melambaikan tangannya sedikit canggung.

"Rava!" Vana segera berlari kearah Rava dan memeluknya erat.

"Rasya, Aulia, liat kan apa kata gue. Firasat gue tuh gak pernah salah!" Vana berteriak senang.

"Gue tau lo nggak bakalan bisa dengan mudahnya mati gara-gara kecelakaan kecil kemarin." ucap Rasya tersenyum kecil.

"Maafkan aku semuanya karena membuat kalian khawatir." Ucap Rava sedikit membungkuk.

"Gue seneng akhirnya lo selamat tapi astaga badan sama muka lo kok penuh luka kayak gini sih Rava?" Tanya Vana mendongak menatap wajah Rava yang dipenuhi luka dengan perasaan khawatir. Tangan dan juga lehernya dipenuhi luka memar, juga beberapa luka goresan terlihat jelas.

"Hai." Sapa Rava kaku. Ia tidak tau harus bersikap seperti apa sekarang.

Vana seperti ingin kembali menangis melihat keadaan Rava yang jauh dari kata baik.

"Kenapa menangis?" Tanya Rava polos. Dirinya sudah ada disini jadi apa yang harus di khawatirkan. Itulah pikirnya.

"Lo bodoh banget sih! Apa waktu itu lo mau ninggalin gue." Vana memukul pelan dada Rava Kemudian kembali memeluknya erat yang langsung ia balas tak kalah eratnya.


"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu jika kamu sendiri tidak menyuruhku menemui kedua orang tuaku." Balas Rava lirih.

"Gue kan nyuruh lo ketemu sama orang tua lo bukan ketemu sama malaikat maut." Kesal Vana.

"Tapi rumah kedua orangtuaku sangat jauh dari sini." Jawab Rava menaruh dagunya dipundak Vana.

"Emang sejauh apa sih?"

"Jauh, sangat jauh bahkan kita harus bertemu malaikat penjaga kedua orangtuaku lebih dulu untuk meminta izin. Kita harus melewati beberapa lapis langit juga untuk bisa masuk kerumah orangtuaku. Rumahnya mungkin sangat indah sekarang. Aku ingin melihatnya tapi takdir belum mengizinkan. Aku sudah berusaha agar bisa menemui kedua orangtuaku tapi sayangnya tuhan masih ingin aku menjaga dan menemani kakakku lebih dulu." Jelas Rava dengan suara lirihnya.

Vana yang mendengarnya pun sontak terdiam. Mulutnya menjadi kaku, ia tidak tau harus berkata apa sekarang. Orangtua Rava sudah tiada dan dengan bodohnya Vana menyuruhnya untuk menemui kedua orangtuanya tanpa bertanya keadaannya lebih dulu.
Tindakannya itu sama saja menyuruh Rava agar segera mengakhiri hidupnya sendiri. Betapa bodohnya itu.

RAVANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang