Vana menghela nafas pelan setelah memarkirkan mobil kesayangannya di tempat parkiran sekolah. Jangan tanyakan kenapa Vana bisa kembali mengendarai mobilnya lagi setelah sempat ia tinggalkan di depan mension, itu karena Vana masih bisa mengandalkan kewarasannya untuk memilih kembali ke mension dari pada mengeluarkan uang untuk pergi ke sekolahnya. Bagaimanapun jarak antara ke mension lebih dekat dari pada sekolahnya.
"Sabar Vana tenangin diri lo anggap aja kejadian tadi pagi cuma angin lewat doang." Guman Vana berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Beberapa saat kemudian, Vana akhirnya turun dari mobilnya dan mulai melangkahkan kakinya menuju koridor sekolah dengan penuh percaya diri. Beberapa murid yang melihatnya hanya bisa menundukkan kepalanya takut. Melihat bagaimana Vana memarahi anak baru kemarin membuat mereka semakin enggan mendekati Vana.
Tapi itu tidak berlaku untuk para penggemar fanatic Vana yang dengan beraninya malah mengerumuninya. Ini sebenarnya merepotkan, tapi mau apa lagi selain sifat buruk Vana, percayalah Vana juga punya sifat baik walau hanya setitik. Apalagi orang tuanya sudah menasehatinya tadi malam untuk merubah sikapnya menjadi lebih baik lagi.
"Rava?!" Guman Vana saat melihat Rava berjalan melewatinya tanpa melihatnya sedikitpun bahkan melirik pun tidak.
Sepertinya cowok itu memang keturunan setan batu. Bisa-bisanya ia malah memasang wajah polos tak berdosa setelah memperlakukannya dengan kasar tadi pagi. Dia seperti tidak mempunyai rasa bersalah sedikitpun.
"Semuanya sorry yah gue harus pergi." Ucap Vana kemudian segera berlari menyusul cowok menyebalkan itu.
"Heh lo! Berhenti!" Teriak Vana dari kejauhan. Rava spontan menoleh saat mendengar seseorang meneriakinya dari belakang.
"Lo tuh emang gak punya rasa bersalah atau gimana sih?! Bisa-bisanya lo pasang muka kayak gitu seakan-akan lo nggak pernah lakuin apa-apa ke gue." ketus Vana setelah sampai di depannya.
"Do you have a problem?" Tanya Rava santai. Ia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
"What!? Hahaha... akting lo boleh juga." Vana tersenyum miris. Cowok di depannya ini memang tidak punya perasaan.
"Lo itu emang cowok yang paling ngeselin yang pernah gue kenal tau gak lo! Gue nggak peduli mau lo ngerasa nggak bersalah atau apapun itu yang gue mau lo minta maaf ke gue sekarang juga!" Sentak Vana mendorong pelan bahu Rava.
"Rava!" Bentak Vana melihat Rava yang hanya diam menatapnya tanpa melakukan apapun.
"Sorry for what?" Tanya Rava yang malah semakin memancing emosi Vana. Manusia didepannya ini memang benar-benar polos atau apa.
"Ternyata bener yah cowok bego sama cowok polos itu beda-beda tipis." Ucap Vana dalam hati.
"Whatever! Yang sekarang gue mau cuma permintaan maaf lo doang udah gitu aja, susah banget sih cuma ketimbang ngucapin maaf doang yang gentle dong lo jadi cowok jangan kayak ban.. mpph.."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVANA [ON GOING]
Teen Fiction⚠️Banyak kata umpatan⚠️ ⚠️Terdapat banyak adegan pembunuhan⚠️ Rava, hanya seorang anak kecil biasa sampai akhirnya datang sekelompok orang bersenjata membunuh kedua orangtuanya hingga merubah kehidupannya sepenuhnya. Semua tujuan hidupnya hanya terp...