chapter 36

20 5 5
                                        

Short version

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Short version.


Setelah berhasil melubangi atap kereta, Rava dengan cepat melompat turun kedalam kereta. Gerbong itu kosong karena semua penumpangnya sudah berpindah ke gerbong lain sejak tadi. Rava bernafas lega karena ia bisa fokus pada Vana tanpa harus menyelamatkan penumpang lain lebih dulu.

"Who are you?!"  Vana ketakutan karena mengira Rava itu bagian dari penjahat tadi karena Rava masih menggunakan helm full face nya.

Rava berjalan mendekati Vana sambil melepaskan helm nya agar Vana bisa segera mengenalinya.

"RAVA!" Vana histeris segera memeluk tubuh Rava erat dengan satu tangannya yang bebas.

"I'ts oke everything be will alright." Ucap Rava lembut berusaha menenangkan Vana yang sedang histeris.

Rava dengan lembut mengelus pelan rambut Vana "You are too brave to do this."

"Maafin aku." lirih Vana terisak pelan, ia merasa bersalah sekarang.

Rava memegang kedua pipi Vana yang dipenuhi air mata dan mengelusnya pelan.

"It's oke kamu tidak perlu meminta maaf seperti ini. Semua yang terjadi sama kamu hari ini anggap saja sebagai angin lalu. Buang semua ingatan buruk hari ini dari ingatan kamu. Tidak perlu merasa khawatir seperti itu, percayakan saja semuanya padaku. Aku berjanji akan mengeluarkarmu dari permainan licik ini. Aku berjanji atas nyawaku sendiri jadi buatlah dirimu tenang." Ucap Rava kembali memeluk tubuh Vana yang mulai merasa tenang.

"Aku merasa bersalah karena telah mencurigai Rava sampai berakhir seperti ini. Andai saja aku bisa menahan rasa cemburu mungkin kejadian buruk ini nggk bakalan terjadi." Batin Vana menyesal.

Rava melepaskan pelukannya setelahnya ia mengecup pelan bibir Vana dan mencium keningnya juga sebelum ia berdiri untuk melihat kondisi gerbong.

"Pria brengsek itu benar-benar merencanakan semuanya dengan sempurna." batin Rava

Rava bisa melihat kamera yang sengaja diletakkan tak jauh dari kamera cctv gerbong. Semua ini benar-benar dibuat sebaik mungkin.

"Rava.." panggil Vana lirih saat melihat Rava kebingungan mencari cara agar bisa keluar dari gerbong dengan selamat.

"Kamu berani kan melewati semua resiko yang akan kita hadapi nanti?" Tanya Rava mengelus pelan rambut Vana sambil menatap lembut kearah mata Vana yang memerah.

"Of course i dare but if we can't get out of here, i'm willing that we will die together here." Jawab Vana lirih.

"Bagus, itu baru teman dekat Rava tapi aku tidak setuju jika kita mati bersama." Rava tersenyum kecil sebelum kembali bangkit untuk menghubungi Karin kembali.

"Kak Karin? Kau masih disana?"

"Ya." jawab Karin singkat sembari berusaha keras menahan air matanya. Entah kenapa ia merasa adiknya itu sudah terjebak kedalam permainannya sendiri. Ia merasa perasan adiknya itu mulai berubah. Entah apa yang akan terjadi setelah ini setelah uncle nya sadar tapi Karin hanya bisa mengharapkan yang terbaik untuk adiknya itu.

"Katakan pada uncle dan juga kepolisian untuk mengevakuasi semua penumpang di gerbong lain. Pastikan semuanya selamat!" Tegas Rava

"Oke." Seru Karin

"Vana, Give me your hand." Pinta Rava mengulurkan tangannya. Kemudian melelehkan rantai borgol dengan pulpen lasernya.

"Terima kasih, Rava." ucap Vana tersenyum kecil sambil memijat pergelangan tangannya yang memerah karena borgol.

"Aku minta maaf.."

"Vana, don't say that again oke. Aku  sudah bilang sama kamu kan kalau apa yang terjadi sama kamu sekarang itu bukan kesalahan kamu. Seharusnya aku yang minta maaf karena sudah gagal menjagamu. Aku harap kita bisa bicara empat mata setelah kita keluar dari sini." Jelas Rava yang langsung dibalas anggukan patuh oleh Vana.

Rava benar, sebenarnya Vana punya banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Rava. Bagaimana Rava bisa sampai disini? Kenapa Rava bisa memiliki alat-alat canggih seperti ini? Bagaimana Rava tau kalau ia terjebak disini? Dan masih banyak lagi. Tapi untuk saat ini pertanyaan itu semua tidak penting. Vana akan bertanya nanti jika saja mereka selamat keluar dari dark train ini.

Rava kemudian mengalihkan perhatian nya pada bom yang masih terikat pada rompi yang terpasang pada tubuh Vana.

"Aku akan menjinakkan bom nya, jika kakak mau membantu, tolong berikan detail bomnya." ucap Rava pada Karin yang langsung melakukan apa yang adiknya itu minta.

"Aku sudah meletakkan salah satu kamera ku pada saku celana mu. Ambil itu dan aku akan mengarahkan mu untuk menjinakkan bom nya." Jelas Karin.

Rava mengecek sakunya dan ternyata kakak nya itu benar, ada sebuah kamera berukuran kecil dengan lampu merah berkedip diatasnya. Rava memperhatikan kamera itu sebentar sebelum menghubungi kakaknya kembali.

"Rava, biar aku aja yang pegang kameranya." ucap Vana menawarkan diri. Ia tidak bisa berdiam diri melihat Rava berusaha mencari cara agar ia bisa selamat.

Rava tersenyum kecil melihat keberanian Vana dan segera ia memberikan kamera mini tapi canggih itu pada Vana.

"Kamu lihat, sifat pemberani kamu ini akan bisa membantu kita keluar dari sini dengan mudah. Aku yakin kamu bisa melewati ini semua tanpa rasa takut sedikit pun karena ingat aku akan selalu bersamamu dan akan selalu menjadi orang terdepan yang akan menjagamu. " ucap Rava berusaha menenangkan Vana.

Rava bisa melihat jelas tangan Vana gemetar memegang kameranya itu tapi Vana dengan mudah bisa mengatur ekspresi nya agar tidak membuat Rava khawatir dan menganggu konsentrasi nya.


tbc_

RAVANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang