“lah, kenapa?”wanita itu langsung melempar pulpennya di atas meja itu. kertasnya perlahan tertiup angin namun tak sampai terbang karena tertahan pulpen itu.
“capek”
pria itu mengambil posisi senyaman mungkin di sebelah wanita yang sudah kehilangan setengah wajahnya tertutupi rambut lebatnya. membawa kepala wanita itu ke pundaknya. dia merasakan pundak mungilnya mulai bergerak naik turun—entah sesak napas, atau sesenggukan.
“istirahat dulu, buki”
“aku udah istirahat banyak banget minggu ini. gaboleh males nyelesaiin”
tangan buki pelan memijat keras kepalanya. saat itu juga yunseong menyetopnya, menggenggam tangannya, menunggu kontraksi tangan itu berkurang, dan membawanya ke lutut yunseong. membiarkan tangan mungil lelah itu beristirahat dan tidak menyiksa kepala buki yang tidak bersalah.
“istirahatin perasaan kamu, maksudnya”
“buat apa? gabakal ada yang peduli. yang penting urusan buki selesai kan?”
yunseong membiarkan jeda beberapa detik sampai napas buki stabil.
“breath.. 1... 2... 3...”
setiap hitungannya, buki mengikuti iramanya secara otomatis. setiap hitungan adalah satu tarikan napas, dan satu hembusan napas.
kala momen hening itu hadir sejenak, yunseong membisik pelan.
“Kenapa gamau?”
“They won't take it. They won't understand. They may, slowly, won't care about my feelings, because i keep telling my feelings rather than my problems. They must be tired of me? They just want me to tell my problem so i can solve it quickly. But my feelings..”
yunseong hanya mengangguk pelan.
“then what do you want?”
“stop having a feeling.. i wish”
“biar bisa ngerjain semua hal nonstop?"
“dan ga nyalahin orang lain”
sesimpul senyum terbentuk otomatis di mulut yunseong.
“sama, aku juga ngakak. gila kali ya aku pengen gapunya perasaan. kalau perasaan itu ada bentuknya, pengen deh dipotong setengah biar ga baperan tapi ga feelingless. i wish.”
buki terkekeh pelan dalam isakan penuh emosinya. terkadang yunseong terheran dan terkagum dalam waktu bersamaan, melihat keberadaan kekasihnya sebagai sosok yang penuh emosi dan aura yang unik.
“and what do you think about sharing your feelings to others?”
“kamu tau sendiri jawabannya, seong”
ngerepotin, bikin mereka capek, jadi beban orang lain, ganggu kesibukan yang lain
“aku juga gamau kamu ngomong hal itu lagi. tapi, kenapa engga?”
helaan napas buki yang kian berat seakan baru saja berlari mengelilingi taman ini, membawanya berpikir dalam.
“aku gamau baper. cerita juga membutuhkan energi. and it turns out my feelings come with me. capek ga sih dengerin orang emosi terus? aku aja capek sama diriku sendiri”
buki mulai mengangkat kepalanya dari pundak yunseong. mencari beberapa helai tisu dari tas selempangnya, membereskan beberapa bisnis yang belum dia selesaikan di wajahnya—air mata.
“you did well. setengah bener, setengah engga” sahut yunseong yang sedang memperhatikan buki mengembalikan kesadarannya dan mulai menata diri.
“maksudnya?”
“kamu bener, ga semua perasaan itu bener. saat itu datang, ada beberapa hal yang harus kamu tahan biar ga jadi bola salju emosi. Kalau kamu pikir kamu butuh bantuan, then do it. Kalau kamu rasa kamu bakal makin hancur dengan kamu cerita feelingmu, then stop. You don't need to expose everything. Yours are first. Tapi...
yang kayak gini jangan kamu bikin mendem terus. kamu tau sendiri mendem bukan sesuatu yang baik, kan? the thing is, we can't control everyone's reaction to your feeling. it can be bad or good on you. you just need a perfect time and person”
.
.
.
“and you know the reason why i only tell about this to you, right?”
“i know it. then stop doing that, buki. please?”
“i can't be more grateful to have you, yunseong”
●●●●●
Sepulangnya dua insan yang baru saja bertemu itu, mereka berkunjung ke
—rumah nenek spongebob—
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY; You Are Me, I Am You
General Fiction◇Half socmed au, half writings au. ◇Slice of life. Wonder how it feels to be Buki who have Hwang "Peutti" Yunseong as her pillar of emotion and her diary. They have always been so grateful to have each other to depend on in every ups and downs. ●●...