●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●“let's not be chased by time and don't forget how precious this time and how thankful i am”
“let's not lose our heart even tomorrow the moonlight turn off”
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
selagi yunseong menyelesaikan urusan ikat-mengikat di tenda kecil itu, ia menyadari bahwa hari terlalu cepat berlalu. hari ini, matahari dengan kecepatan yang sama terasa mendarat lebih cepat di ufuk barat bagi yunseong. ia melihat sejenak jam tangannya,
“setengah lima.. wow cepet juga,”
“ada yang mau dibantu ga peutti??” sahut buki dari belakangnya, mendengar sedikit monolog yunseong tadi.
“no problem. udah diem aja dulu di situ siapin makanan nanti malam aja. capek ntar ngurusin ini,” yunseong sebisa mungkin tetap menatapnya sambil mengukir sedikit senyum agar buki tidak khawatir.
ya, buki sebenarnya tidak heran dengan ambisi yunseong yang selalu bersemangat saat berkemah seperti ini. beberapa kali buki berusah membantu, yunseong selalu memberi pengertian agar buki mengerjakan hal-hal yang lebih mudah saja; menyiapkan alat dan bahan untuk makan malam, atau menggelar alas tempat duduk dan kursi. buki kadang sedikit muak ketika yunseong tidak ingin buki terlalu lelah dengan persiapan ini, tapi tak salah baginya untuk mengikuti alur yunseong agar kemah malam ini berjalan lancar.
dengan seijin kedua orang tua yunseong dan kakak buki, ini pertama kalinya mereka bermalam ini camping site langganan yunseong di ujung kota, tidak terlalu masuk ke dalam hutan, namun cukup menangkan mereka dari kesibukan kota, dan cukup aman dengan penjaga keamanan yang siap sedia 24 jam.
“kalau ini jadi?” buki menunjuk kumpulan batu yang yunseong rancang melingkar seperti batas.
“iya, nanti kita bikin api unggun habis aku selesai, ya,”
.
.
.
dua pasang tangan itu masing-masing memegang mug dengan asap mengepul ke atas. teh untuk yunseong dan susu untuk buki. keduanya duduk berhadapan sedikit serong sambil menonton matahari yang bersiap melakukan tugasnya di belahan bumi yang lain. cuaca yang cukup sejuk di musim panas ini, namun buki tetap berjaga-jaga dengan sweaternya. bagaimanapun, suasana tetap terasa hangat ketika dua pasang manik hitam itu akhirnya bertemu saat matahari mengucap salam. senyuman mereka begitu bersinar di tengah remang cahaya petang.
“dingin gak, cantik?” ucap yunseong sambil membawa salah satu tangannya meraih tangan buki.
“dih, apaan? haha,” buki malah menanggapi dengan rasa gelinya.
“daripada kedinginan, biasanya tangan paling banyak ngeluh,”
buki hanya mengerutkan bibirnya seakan kesal namun terkekeh juga akhirnya. keduanya kembali memandangi suasana sunset ini.
yunseong menunjuk ke arah barat,
“tuh venusnya makin keliatan,”“wow, lusyuuu banget. bulan mana bulan,” senyumnya begitu sumringah sambil mencari bulan yang diperkirakan bersinar penuh malam ini.
genggaman tangan mereka tak terlepas meski sambil membicarakan komponen alam semesta petang ini. lima belas menit berlalu begitu cepat, sampai akhirnya mereka terkejut belum menyiapkan apapun untuk makan malam. mereka bergerak sesuai pembagian tugas yang mereka rencanakan siang ini.
“IIIH!! API UNGGUN!!!” pita suaranya mengeluarkan nada tinggi begitu kedua mata buki menyadari api unggun yang mulai menyala.
“baru pertama liat ya?” yunseong mencoba mengatur apinya agar tidak terlalu keras sambil tersenyum menemukan reaksi buki begitu menggemaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY; You Are Me, I Am You
General Fiction◇Half socmed au, half writings au. ◇Slice of life. Wonder how it feels to be Buki who have Hwang "Peutti" Yunseong as her pillar of emotion and her diary. They have always been so grateful to have each other to depend on in every ups and downs. ●●...