mutation

3 1 0
                                    

ngomongin "dia" di depan "dia" itu juga ghibah ga? wkwkwk.

guess who is actually having mutation; aku, "dia", dia, atau Dia?

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

rasanya, seperti kembali jadi aku yang dulu.

saat itu.. sendiri, bahkan saat jatuh pun aku tak apa sendiri.

menyimpan semua cerita sendiri. tawa, tangis, tajamnya pikiranku. bersama aku dan diriku. dan itu bukan sebuah masalah.

bukan karena tak punya siapa-siapa. ini hanya pilihan hatiku saja.

kembali seperti dulu, membiarkan yang lain tahu seadanya. dan membiarkan aku yang merasakan semua yang terjadi di dunia, sendirian.

sekali lagi, ini hanya pilihanku. memilih untuk tidak terlalu merasakan dunia, hingga sekarang rasanya benar-benar hambar.

bahkan ketika rasa itu mulai datang — dia hambar. aku memilih untuk merasakan kehambaran itu. karena aku hanyalah seekor mamalia yang berjalan di permukaan bumi ini sementara dan akan kembali ke tanah bumi ini.

rasanya seperti aku yang dulu. tapi, bedanya dengan sekarang..

“dia” lebih tau di mana lemahku. dan siap menjatuhkan aku yang -believing in expectation- kapan saja. padahal “dia” tidak punya hak untuk mengaturku, meski “dia” bagian dari hidupku. begitu aku terluka sedikit, “dia” kadang terlalu kuat untuk menginfeksiku. aku harus melawan lebih kuat.

mungkin di situ bedanya dengan sebelumnya.

apa aku boleh menganggap diriku sembuh, atau ini hanya perjalanan sembuh di mana ujung kesembuhanku adalah kematian?

apakah aku akan baik-baik saja dengan menjadi dahulu-ku? apa aku akan se-berubah itu? atau aku hanya benar-benar kembali seperti dahulu?

meskipun “dia” terus merengek karena merasa sendiri, tapi aku yakin, aku juga pantas untuk sendiri. bukan karena tidak butuh bantuan. aku hanya harus mengatasinya sendiri.

“dia” hanya menjadikan kesepian sebagai alasan untuk berhenti. memang “dia” siapa? padahal aku yang punya hak untuk melanjutkan hidup.

...

Y: “bukiii”

B: “dah dapat? beneran ada di sana?”

ada dia yang selalu menyetop “dia” agar tidak dominan. kini, aku tak ingin lagi merepotkan dia. dia juga punya kehidupan. aku seharusnya bisa mengurus “dia” sendirian

Y: “tapi gaada vanilla”

B: “stroberi? gapapa, ini juga enak. makasih”

perjalanan untuk merasa pantas mendapat sesuatu yang memang pantas ku dapatkan. mungkin ini misi selanjutnya.

Y: “tadi kuliat melamun terus. gamau dibagi isi pikirannya?”

rasanya udah cukup untuk merepotkan orang lain hanya untuk keegoisanku yang tak ada habisnya. meski aku tahu dia tahu.

B: “pikirannya.. es krimnya enak hehe”

Y: “iya lah, aku yg beli”

B: “kkkkkh males ah”

menerima; sebuah perjalanan membalikkan halaman buku kehidupan—tak seringan helaian kertasnya. meski setiap orang selalu mengatakannya seolah-olah 'menerima' semudah membalikkan telapak tangan.

ya. setidaknya, aku bisa paham sekarang.

B: “kamu...”

Y: “hm?”

B: “lagi sibuk apa?”

Y: “eumm... recently, lagi ngurus berkas yudisium”

B: “kuliah udah kelar?”

Y: “udah”

B: “okay”

Y: “kalau kamu lagi ngapain sekarang?”

B: “prepare ujian”

Y: “butuh bantuan, gak?”

selanjutnya adalah menerima segalanya yang Dia takdirkan pantas untukku

B: “iya..”

rasanya seperti dulu, sebelum bertemu dia. dengan mutasi berkode.

“tidak sendirian”

.

.

.

tapi... apakah orang lain juga merasa sendiri dalam dunianya..?

DIARY; You Are Me, I Am YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang