●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●“aaakh heungg..” buki meremas rambutnya—yang malam ini tergerai bebas—sambil sesekali memukul kepalanya.
“hey, kenapa?” sigap, yunseong langsung menggenggam tangan buki sebelum pukulannya semakin keras.
“aku gamau makan!” rengek buki dengan suara kecil. manik matanya semakin berkilau dan lama-lama semakin tertutup, dengan air matanya yang mulai memenuhi seluruh permukaan matanya.
yunseong menaruh kedua tangan buki di meja makan itu, “yauda iya tapi jangan begitu. tinggal stop makan aja, kan?”
buki baru saja selesai memakan tiga sendok hidangan kesukaannya malam ini, bersama yunseongnya yang juga sedang menikmati makan malamnya.
buki menenggelamkan kepalanya dalam rambutnya. tidak seperti biasa memang, malam ini buki tidak banyak mendandani rambutnya pada malam spesial seperti sebelum-sebelumnya—rambutnya tergerai sederhana dengan poni lemas yang turun hingga ke kelopak mata. jarinya diam-diam mengusap matanya, bermaksud mengelap air matanya sebelum terlihat oleh pengunjung lain.kegiatan makan yunseong terhenti, dan ia hanya bisa menatap buki setengah heran dengan setengah khawatir. helaan napasnya membawanya siap untuk menunggu apapun yang sedang buki alami malam ini. pertama kali baginya, melihat reaksi buki yang seperti ini. biasanya buki akan meminta yunseong menghabiskan makanannya yang tidak habis. entah kenapa, malam ini buki memilih untuk memaksakan dirinya.
“maafin..”
“ga dihabisin juga gapapa, buki. nanti juga bisa aku bantu abisin,”
padahal sudah biasa bagi yunseong untuk melakukan ini, meskipun kerap kali buki diliputi rasa bersalah. setidaknya dalam lima kali makan bersama, ada satu kali kemungkinan buki tidak bisa menghabiskan makanannya, dan yunseong tidak masalah akan hal itu.
“buki udah kenyang. buki ga nafsu makan dari kemarin,”
“okay, gapapa. kamunya tenangin diri, napas dulu. aku habisin makananku dulu, ya? gimana?”
buki hanya menjawab dengan anggukan ringan karena masih tertunduk menyelesaikan bisnis air matanya.
“kalau mau cerita langsung ngomong aja ya,”
kala itu, buki melihat yunseong menikmati hidangannya, dengan tatapan rasa bersalahnya. sesekali yunseong melihat buki—tampak lesu, tapi setidaknya dia sudah membaik—lalu melanjutkan makannya.
“wah, ternyata udah kenyang, buki. makananmu nanti dibungkus aja ya? lumayan buat besok. oke, ga?” tanya yunseong pelan, menaikkan kedua alis matanya.
sekali lagi, buki hanya mengangguk dalam cemberutnya.
yunseong menaruh kedua lengan bawahnya di meja, sebagai tumpuan untuk mencondongkan badannya ke depan, kemudian sedikit menunduk—bermaksud membuat eye contact dengan buki. buki beberapa kali mengedipkan matanya, salah tingkah merespon mata yunseong yang begitu lumat menatapnya.
“ini buki bener udah kenyang?”
“dari sebelum datang, sebenernya. tapi..” buki menghentikan kalimatnya sambil mencari titik lain untuk menghindari tatapan yunseong, “buki gamau suasana malam ini jadi unmood jadi buki paksain aja makan,”
“tapi buki udah makan kan hari ini?” tanya yunseong, memiringkan sedikit kepalanya, berharap eye contactnya dengan buki segera kembali.
“udah,”
“makan apa aja hari ini?”
“tadi pagi makan roti. terus siang... eumm apa ya tadi.. snack? iya, terus.. udah,”
“jadi belum makan berat ya hari ini?” tanya yunseong, lebih pelan dari sebelumnya.
sejujurnya yunseong ingin marah—mendengar fakta bahwa buki belum ternutrisi dengan baik hari ini. lampu rumah makan yang terkesan memerah seperti mendukung suasana hati yunseong.
“be-belum,”
“kenapa? emang buki ga laper?”
buki menghela napas keras. bibir bawahnya ia gigit keras, berusaha menahan agar emosinya tidak memuncak. dan pada akhirnya, tetap saja, tatapannya mulai buram terlapisi air mata yang mulai menebal.
“buki kesel banget. udah seminggu ini ga mood makan, peutti. buki kesel karena buki ga bisa makan. tapi buki kalau ga makan lemes banget, bahkan kemarin hampir pingsan. buki udah coba paksain makan dan akhirnya buki malah mual banget. buki ga pengen lemes lagi, tapi buki ga mood makan!”
yunseong menarik badannya ke belakang, dan menjatuhkan kedua tangannya ke samping. yunseong juga menghela napasnya perlahan. sejujurnya, ini berat bagi yunseong—karena dia harus menahan amarahnya. percobaannya untuk tenang berhasil. namun yunseong tidak tau harus memberikan kata-kata apa untuk bukinya.
“hm, gimana ya. peutti juga gatau harus gimana kalau begitu. buki butuh orang untuk ditanya, atau buki mau cari tahu sendiri?” usaha terakhirnya, yunseong hanya bisa menawarkan bantuan dari eksternal.
“buki bakal cari tahu, deh. sejauh ini, emang buki lagi banyak pikiran. dan buki gatau kalau efek ga nafsu makannya sampai segini. maaf ya, peutti,”
“no, no, it's okay. jangan minta maaf dulu, ini belum selesai. dan ga semua salah kamu, okay? pelan-pelan ya, buki,”
“i-iya nanti kalau buki bingung, buki bakal tanya yunseong lagi,”
yunseong mengangguk paham dan mulai menghela napas leganya. sambil meredakan atmosfir kebingungan ini, yunseong memanggil pelayan untuk membungkuskan makanan buki.
di tengah remang lampu yang semakin terang menyoroti meja makan itu, bagai secercah harapan, yunseong memecah keheningan,“buki, kita cari es krim yuk. mau?”
buki menggumam cukup keras. tawaran menarik—baginya. tak disangka, makanan dingin itu sedikit menggugah seleranya, meski mungkin hanya tiga puluh persen.
“not bad. i would like to try, maybe?”
bibir yunseong melukis senyum tipis yang hangat, lalu tangannya menggenggam pelan kedua tangan buki di atas meja.
“nice choice. kita coba ya? oiya, terus, satu lagi,”
yunseong membawa tatapannya kepada dua tangan buki, hingga tatapan heran buki mengikutinya. jari-jari yunseong mengusap punggung tangan buki pelan.
“tangan buki yang cantik ini, jangan lagi dipake buat menyakiti buki, ya? tangan buki cantiiik banget. dia jauh lebih cantik kalau dipakai untuk merawat tubuh buki. minta tolong, jagain buki aja ya? bukinya jangan disakitin. tubuh buki berharga banget. dan karena aku juga sayang sama buki.”
●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
cause your body is priceless🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY; You Are Me, I Am You
General Fiction◇Half socmed au, half writings au. ◇Slice of life. Wonder how it feels to be Buki who have Hwang "Peutti" Yunseong as her pillar of emotion and her diary. They have always been so grateful to have each other to depend on in every ups and downs. ●●...