●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
rasanya belum lama ini kita saling berterima kasih dan mengucap rasa syukur karena telah ada untuk satu sama lain selama satu tahun ini. kini hawa gelap yang sedang kubawa menelan momen bahagia itu. masih berkutat dengan anggapan..bahwa kehadiranku bukan hal yang istimewa untuk semua hal di dunia ini.
aku terus merepotkan orang lain. dengan rasa tidak nyaman yang selalu kupelihara.●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
.
.
.
“buki? buki? kamu udah sadar belum?”
entah siapa yang terus-terusan memanggilnya dalam mimpi itu. atau ini mungkin bukan mimpi? buki perlahan membuka matanya, pandangan buramnya perlahan sirna. kala lensa matanya mulai fokus, buki mengerutkan keningnya sambil menatap hitomi yang cemas.
“buki?!”
napasnya begitu berat hingga menghela napas saja tidak mampu. buki menerka sekelilingnya sejenak sambil mengumpulkan tenaga.
klinik kampus.
detik itu juga ingatannya terputar bagai film. kesadaran terakhirnya berada tepat di depan kelas setelah dia meminta satu pembalut wanita dari hitomi.
“maaf, ya, hiichan,” ucap buki lirih.
“ya Tuhan.. di saat seperti ini sempat-sempatnya minta maaf. khawatir sama diri sendiri dulu dong. kenapa bisa sampai gini? did you have a hard bleeding today? lu juga belum sarapan pasti?”
rasanya kelopak mata buki ditimpa barbel lima kilogram. untuk fokus ke wajah hitomi saja sudah seperti lari marathon baginya, namun di saat yang sama, dia tidak bisa mengambil napas panjang.
kala itu hitomi memanggil perawat yang ada di klinik. kali ini buki berhasil mengambil napas dalam yang juga menjadi lanjutan kalimat penyalahan diri sendiri.
.
.
.
“lu ga bilang ini ke yunseong kan, hiichan?” hitomi membantu buki yang mencoba untuk duduk di kasur agar bisa makan dan minum.
“emang itu lagi penting sekarang? lu makan deh buki, dari pada bucin,”
“bukan bucin anjir?! gua gamau—,”
.
gorden pembatas kasur pasien terbuka dan mengekspos bilik buki dan hitomi; anehnya, gorden itu terbuka dengan keras. buki dan hitomi yakin, sekalipun perawat yang datang, setidaknya beliau akan bilang permisi.
“ya Tuhan, panjang umur,” gumam hitomi yang membeku dengan mangkuk bubur di tangannya yang sedang menengadah di depan buki.
dada yunseong mengembang dan mengempis dengan keras. genggaman tangannya di gorden begitu keras hingga lipatannya semakin prominen. kedua bola mata buki bisa saja keluar jika buki tidak mengedipkan kelopak matanya detik itu juga. hitomi bolak balik melihat buki dan yunseong yang begitu membatu sembari saling bertatapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY; You Are Me, I Am You
Genel Kurgu◇Half socmed au, half writings au. ◇Slice of life. Wonder how it feels to be Buki who have Hwang "Peutti" Yunseong as her pillar of emotion and her diary. They have always been so grateful to have each other to depend on in every ups and downs. ●●...