Rasanya melihat masa lalu?
Seperti melihat bintang?
Mungkin? Semoga.☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
gambaran nyata, bahwa manusia di bumi bisa melihat masa lalu
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
Yunseong mengambil satu keping snack ber-msg ke dalam mulutnya, setelah rampung dengan cerita kegiatannya hari ini di kantor.
“Aah~ seneng banget dengernya. Aku ngerasa kayak.. aku lega banget kalau kamu nyaman. Aku ga pengen kamu terlalu tertekan di sana” ujar buki sambil mengepalkan dan menggetarkan tangannya di samping badannya.
“Aku juga. Makasih ya”
“Semoga lancar terus deh!”
“I hope so” cerita itu diakhiri dengan usapan tangan buki pada ubun-ubun yunseong.
Buki juga mengambil kepingan snack itu sambil berdendang kecil dengan senyum kecilnya. Tatapannya jauh ke depan, menyaksikan dansa kecil arus sungai di bawah langit gelap malam ini. Cahaya bulan sabit dan beberapa bintang yang paling terang malam itu memantul di atas riakan airnya.
Seutas senyum juga sedang terajut dalam wajah yunseong, yang diam-diam memperhatikan buki yang sedang menikmati dirinya dalam suasana hangat malam itu—meski buki berbalut jaket tebal, dan angin dingin sedang mengusik beberapa helai rambut di poninya.
“Buki, jadi... katanya kalau kita liat bintang hari ini, bisa jadi kita sebenernya melihat masa lalu”
Buki yang masih mengunyah snack nya, menatap yunseong penuh tanya sambil mengedipkan matanya berkali-kali.
Yunseong tersenyum simpul, melanjutkan pernyataannya “beberapa bintang di galaksi lain yang jaraknya ratusan tahun cahaya, yang mungkin udah mati, bisa jadi cahayanya baru sampai di bumi. Kalo bener gitu, berarti kan kita sedang melihat cahaya masa lalu”
Rahang buki jatuh begitu saja seperti tertarik gravitasi, mulutnya terbuka selebar mungkin. Sambil menarik napas panjang, buki menutupi lubang di mulutnya denga telapak tangannya, “OOOH, JADI ITU MAKSUDNYA?”
Yunseong jadi ikut bingung melihat reaksi Buki.
“Yaampun peutti! Aku baru ngeh banget maksudnya quotes masa lalu yang nyata bisa terlihat pada bintang yang kamu lihat saat ini , soalnya aku tuh bingung banget, masa iya kita bisa liat masa lalu yang jaraknya tak terhingga?!? Ternyata gitu maksudnya?”
Yunseong terkekeh kecil mendengar ocehan berisi kekaguman buki tentang fakta tadi, “iya itu maksudnya”
Buki terus-terusan mengulang kalimat-kalimat tadi, menghubungkannya, dan lagi-lagi, terkagum pada apa yang baru dia sadari. Yunseong hanya bisa tersenyum lebar sambil menikmati lagi snacknya sambil mendengar ocehan buki yang bagai musik pada telinganya.
Sembari waktu buki menjeda kekagumannya,
“Terus, gimana rasanya melihat masa lalu?” tanya yunseong.“KEREN BANGET. Keren banget bisa liat masa lalu yang nyata!!” ucap buki setengah merengek tak percaya.
“Seandainya aku juga bisa melihat masa lalu kayak liat bintang; menenangkan dan merasa bangga” lanjut buki
“Nah iya, emang, gimana rasanya melihat masa lalumu?”
Buki menghela napas panjang. Kembali fokus pada air sungai yang semakin kencang arusnya, “masih sakit”
Yunseong juga mengalihkan perhatiannya dari arus sungai—yang sebenarnya berlokasi di dekat rumahnya—kepada ekspresi buki yang mulai berubah drastis.
“Masih sedih nganggep dia ada. Karena dulu dia selalu yg menjatuhkan aku, jadi rasanya kayak masih sakit gitu. Aku juga ngerasa dia masih belum mau memaafkan aku” lanjut buki.
Sepersekon setelahnya, buki menjawab tatapan yunseong. Sambil meyakinkan yunseong bahwa dia mencoba sembuh dari rasa sakitnya itu, dengan merajut senyum sekuatnya.
“Tapi gapapa. Pasti nanti dia mau baikan sama aku, kan?” tanya buki—yang sebenarnya adalah pertanyaan yang harus dia jawab sendiri.
Seunyum buki tertular dengan cepat pada yunseong, yang kemudian diikuti rasa lega di hatinya. Yunseong selalu tau bagaimana buki selalu disakiti oleh bagian dirinya yang lain; yang selalu menjatuhkan buki yang sesungguhnya tak bersalah pada kehidupannya—kehidupan yang sebenarnya seindah taman bunga matahari kesukaan buki.
“Kayaknya pertemuan kedua kemarin cukup bekerja, ya?” tanya yunseong usil—mengingatkan buki pada urusan mentalnya.
Buki menjatuhkan pandangannya pada kakinya yang mulai bergerak maju mundur di bawah kursi taman pinggir sungai itu—sebagai reaksi kecil karena kakinya mulai kedinginan.
“Mungkin engga juga. Kemarin tetep nangis juga pas ngobrol sama beliau”
“Bagian mana yang bikin nangis?”
“Semua. Tentang kekecewaan akhir-akhir ini”
“Akademik atau keluarga?”
“Dua-duanya. Tapi yang paling nangis... yang keluarga”
Bungkus snack yang tadinya ada ditengah mereka, yunseong singkirkan ke bagian pinggir. Yunseong mendekatkan tubuhnya pada sosok mungil yang paling dia sayang.
“You did well. Bahkan hanya ketika kamu pergi ke sana, bercerita, dan tetap mencoba, aku udah bangga banget sama kamu. Aku ga menunggu kamu berhasil untuk merasa bangga. Bahkan saat ini, detik ini, aku bangga sama kamu” ucap yunseong sambil mulai mendekap buki dalam rangkulannya.
“I know.. makasih” ucap buki lirih.
Akhirnya runtuh juga; buki menjatuhkan kepalanya pada tempat favorit ternyamannya—pundak yunseong.
Suasana kekaguman yang tak bertahan lama kini berganti menjadi atmosfer haru. Kedua manusia ini saling memberikan momennya satu sama lain—tidak saling mengganggu dengan mengutarakan isi hatinya meski ingin.
Mereka sama-sama tau, untuk sekarang, sunyi akan menjadi mediator terbaik sebelum mereka kembali melanjutkan hidup mereka masing-masing. Tak semua hal harus diutarakan lewat lisan. Ada momen yang hanya bisa dinikmati dalam sunyi penuh pengertian dalam, dan momen itu sedang berlangsung saat ini.
.
.
.
Hingga malam semakin larut.
Dan tanpa pintanya, buki mulai hilang dari kesadarannya.“Bangun sebentar boleh? Mau ku gendong ke rumah”
“No.. jangan.. aku udah bangun kok..”
“Malam ini tidur di rumah dulu, ya. Ada bunda kok. Kelamaan kalau pulang ke kos nanti”
“Jangan.. gamau ngerepotin bunda.. masih sore kan ini?”
“Udah jam 10, sayang. Mau naik bis mana, hm?”
“HAAH?!?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY; You Are Me, I Am You
General Fiction◇Half socmed au, half writings au. ◇Slice of life. Wonder how it feels to be Buki who have Hwang "Peutti" Yunseong as her pillar of emotion and her diary. They have always been so grateful to have each other to depend on in every ups and downs. ●●...