right now

0 0 0
                                    


"yesterday is history, tomorrow is a mystery, today is a gift"

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■

Suasana sejuk menjelang petang ini tetap menjadi indikator oleh buki untuk memakai hoodienya, meskipun sebenarnya sore ini tidak terlalu dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana sejuk menjelang petang ini tetap menjadi indikator oleh buki untuk memakai hoodienya, meskipun sebenarnya sore ini tidak terlalu dingin. Buki membuka kunci gembok gerbang kosnya sambil menatap heran pria di depannya yang duduk di atas motor, menunggu kehadiran buki. 

"ada apa?" Buki berusaha menstabilkan pita suaranya agar tidak terdengar terlalu heran, terkejut, atau girang.

"nih," Piyo menyerahkan satu kantung totebag, sambil menatap buki tanpa menyelesaikan senyumannya sejak buki membuka gerbang.

"heum?" Buki menerimanya sambil melihat isinya, ada dua paket makanan ringan dengan minuman dingin.

"nitip sekalian buat yunseong, katanya mau ke sini?"

"oh? iya. kok tau?" 

"tadi ketemu yunseong di kantor,"

"satu kantor?"

"beda departemen,"

"oh gitu. ini... ada acara apa?"

"gaada, cuma mau aja," senyum Piyo—yang dulu hampir membuat buki jatuh dalam perangkapnyamakin merekah. Namun kali ini, tanpa buki sadari, senyum itu sedikit lebih pahit.

"ooh hmm, oke makasih, gausa repot-repot sih," bagaimanapun, Buki yang belum terbiasa dengan situasi ini, masih berusaha netral agar reaksinya tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Beberapa sekon setelahnya, keheningan menghampiri mereka tanpa permisi. Mata Buki mencari tempat menatap namun tidak berhasil. Mata Piyo belum selesai pada urusannya—melihat mantan orang yang selalu ada di sisinya; yang mungkin orang sekarang sebut sebagai gebetan.

"lo kurusan. you okay?" tanya Piyo memecah keheningan, dengan suara lebih pelan dan lembut dari sebelumnya yang lebih girang.

"body shamming," jawab Buki, mencoba ketus.

"eh sorry. ga maksud. ya-yauda deh. sini dulu,"

"hah?" tidak bermaksud menuruti seluruh perintahnya, buki hanya maju satu langkah mendekati pemberi perintah.

"sini lagi,"

Buki menarik napas sekali, lalu akhirnya mengambil beberapa langkah hingga Buki merasa dia telah cukup dekat. Buki mengeratkan tangannya yang sedang memegang tote bag, sedangkan Piyo tidak memberi perintah lagi karena akhirnya, tangannya dapat menyentuh pundak Buki.

"yang sabar ya. aku turut berduka," beberapa tepukan tangan Piyo akhirnya mendarat di salah satu pundak Buki.

"oh... iya. makasih. gue rasa gue udah membaik, meskipun harus keliatan gini,"

DIARY; You Are Me, I Am YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang