Buki tahu, keadaan tidak akan berubah meski tiap menit ia harus melihat hp nya, berharap ada notifikasi chat dari seseorang. Kakinya mulai bergerak tak tentu, kuku tangannya digigit, sambil terus menatap pintu gerbang sebuah bangunan tinggi. Sudah seperempat jam buki menunggu, dan tak ada yang hadir; baik sosoknya, atau notifikasi chat darinya.
Buki akhirnya terduduk lemas di salah satu batu yang cukup besar di taman itu; taman kecil bagai “teras”nya si bagunan tinggi. Kelelahan membuatnya terduduk lemas, dengan genggaman tangan lemahnya yang hampir menjatuhkan hp nya sendiri. Matanya menatap ke bawah, sejajar dengan kakinya. Beberapa angin kecil mengusik rambutnya, menutupi pandangannya yang sedang meratapi kedua kaki yang putus asa. Dia menutup matanya, mengambil napas panjang, dan membuangnya dengan berat hati.
“Aku lagi sensi kali ya. Iya, aku lagi sensitif. Aku lagi baper. Gapapa”
Masih tenggelam dalam pikirannya yang terus menyalahkan perasaannya, buki mendengar suara beberapa orang bersumber dari dekat gerbang. Sudah tiga kali dia liat gerombolan orang keluar dari gedung itu, tapi tak satupun dari mereka, orang yang dia cari.
Kali ini, buki membiarkan dirinya tenggelam bersama helaian rambutnya di tengah angin yang makin kencang.
“Hey, ngantuk, kah? Wakey wakey!” tiba-tiba sosok pria itu menusuk pipi buki dengan jari telunjuknya secara pelan.
Buki menatap ke atas, menyesuaikan matanya sambil memastikan, pria yang duduk di sebelahnya ini adalah orang yang dia tunggu.
“Lama ya? Sampe tidur gitu nungguinnya. Untuk ga diculik, haha”
Buki hanya menggeleng pelan, sambil berusaha tersenyum, merespon yunseong yang iseng.
“Yuk?”
Buki hanya menanggapi dengan anggukan. Yunseong merangkul pundak buki, dan berjalan beriringan ke stasiun bus.
Di dalam bus
“Udah gaada yang mau dibeli lagi kan?”
Buki hanya menjawab dengan anggukan tanpa membalas tatapan yunseong, yang jelas-jelas duduk di sebelahnya dalam bus itu.
“Okay. kamu.. gapapa?”
Sekali lagi, buki hanya bisa mengangguk. Aaah, lagi Yunseong tau buki sedang marah—entah pada siapa kali ini. Jadi dia membiarkan buki tenggelam dalam pikirannya. Bukannya yunseong tidak peduli. Mereka sedang berada di bus, dan rasanya sulit untuk menggali apa yang sedang terjadi—meski yunseong sedang penasaran setengah mati.
Mereka akhirnya sampai di kos buki, dan membawa barang belanjaannya ke dalam kamar buki. Setelah semua rampung, mereka berdiri berdua di teras bangunan kos itu.
“Aku pulang ya, udah sore. Tapi...
ini aku kasih kesempatan dulu. Kamu mau ngomong sesuatu, ga?” tanya yunseong, mencoba berhadapan dengan buki, meskipun tatapan buki melenceng entah ke mana.
“Gaada” jawab buki, lemas.
“Hmm. Kamu.. pasti capek ya tadi nungguin aku? makasih udah nungguin. Maaf, project hari ini ternyta cukup lama. Sebenernya tadi udah selesai sebelum waktunya, tapi staff nya minta foto bareng, dan entah kenapa lama banget. Jadi baru turun.”
“Gapapa, peutti ga salah. Aku yang salah”
“Kok... gitu? kenapa?”
Ada jeda sebentar sebelum buki mampu menjawab pertanyaan sederhana itu. Bermaksud mengambil napas agar tidak terbawa suasana.
“aku... aku pasti lagi baperan” ucap buki lemas, sambil berkaca-kaca menatap yunseong yang heran.
“Aku marah banget soalnya yunseong ga ngabarin kalau lama keluarnya. Aku gapapa nunggu lama, kok. Tapi kamu ga ngabarin. Bahkan dari aku bilang udah otw jemput. Nge read juga engga. Tapi..” buki mengambil napas di tengah ucapannya yang penuh getaran, “tapi peutti ga salah karena itu. Aku yang bodoh udah salah sangka, dan marah sama peutti padahal peutti ga salah. Buki baperan!”
Buki tanpa sadar menampar pipinya, ditengah bergetarnya badannya. Dia tau, air matanya sedang mengalir di pipinya, dan dia benci hal itu.
“Hey hey” yunseong langsung menyetop tangan kanan buki yang sedang beraksi, tak sampai satu detik, tangan kirinya pun dia raih.
“Buki.. buki.. hey, stop dulu. look at my eyes” Yunseong menunggu moment di mana buki bisa benar-benar menatap matanya.
“kamu kalau mau marah gapapa. Kamu mau nangis gapapa. Kamu omelin aku sampe suaramu abis, juga gapapa”
Yunseong menahan napasnya sebentar. Memberi waktu untuk buki megatur napasnya, dan juga memberi waktu untuk hatinya yang agak nyeri, melihat betapa kerasnya buki menahan amarahnya demi dirinya.
“Tapi kamu jangan sakitin dirimu sendiri. She's yours, and part of yours. Jangan ditahan marahnya”
“Tt—tapi.. hikhik.. aku... hik.. emang lagi..”
Belum selesai dengan kalimatnya, yunseong langsung menggapai badan buki. Dia rangkul sekencang-kencangnya badan mungil yang sedang penuh energi negatif itu dalam pelukannya.
“Lagi... hikhik baperan”
“Iya tau, gapapa”
“Buki gamau marah, tapi buki kesel peutti ga ngabarin”
“I know. Maaf”
“Tapi peutti ga salah. Aku gaboleh marah. Peutti udah bekerja keras hari ini”
“Boleh, gapapa marah aja. It's okay”
“Aku lagi sensi peutti, marahin aja”
“Ssshh, kamu ga salah”
“Maaf buki.. hikhik“
“Iya gapapa pokoknya kamu gaboleh mukul diri sendiri lagi. Aku bakal gini terus sampe kamu puas marah.”
Yunseong merasakan kedua tangan buki yang meremas keras baju bagian punggungnya. Yunseong tahu, buki sedang menahan banyak hal, tidak hanya tentang masalah sore ini. Ada yang lain, yang mempengaruhi emosinya. Yunseong hanya ingin buki tahu dan yakin, semua itu gapapa.
Meski tangisan-kemarahan buki sudah mereda, yunseong tidak melepas rangkulannya.“Feel better?”
“Not really.. sorry” ucap buki masih terisak.
“No need to feel sorry, ga better juga gapapa”
“But i think, this hug can be ended..”
Yunseong melepas pelan rangkulannya, menggenggam dengan pasti kedua tangan buki, dan mengarahkan matanya pada mata buki yang menatap ke bawah.
“okay.. but again, look at me?”
Buki rasanya ingin menghilang. Wajah begini, bukan sesuatu yang pantas dilihat orang. Tapi dia usahakan sebisa mungkin untuk menatap yunseong.
“How was it?”
“Capek..”
Yunseong mengusap pelan rambut pada sisi kanan kepala buki, “capek ya? Yauda kamu masuk kamar, istirahat dulu”
“Maaf peutti..”
“Sssshhh. It's okay. Sekarang istirahat, okay?”
Lega di hati yunseong semakin bertambah ketika buki mulai menganggukkan kepalanya.
“Or maybe you need me until this night? Aku bisa pulang jam 8 malam ini”
“No.. i guess i will be more angry if you stay here..” ucap buki lirih.
Yunseong hanya menanggapi dengan kekehan kecilnya.
“Haha okay. Tapi janji sama aku, kamu ga kayak gitu lagi, ya? Kalau mau marah telpon aku”
Lagi-lagi buki hanya menjawab dengan anggukannya.
“Aku pulang kalau kamu udah masuk kamar. See you?” Ucap yunseong sambil melambaikan tangan, tepat setelah dia melepas genggaman tangan buki.
Setelah dipastikan buki masuk ke kamarnya, yunseong perlahan pergi dari kos itu, dan pulang ke rumahnya.
==========
Ga harus semua ada jawabannya, hari ini
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY; You Are Me, I Am You
General Fiction◇Half socmed au, half writings au. ◇Slice of life. Wonder how it feels to be Buki who have Hwang "Peutti" Yunseong as her pillar of emotion and her diary. They have always been so grateful to have each other to depend on in every ups and downs. ●●...