impurity

0 0 0
                                    


i'm sorry for hurting you

you are so precious and there's nothing wrong on you,

●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●


Yunseong berlari kecil menuju gedung yang menampung kamar Buki. Tepat saat dia membuka pintu, disebrangnya ada Buki yang baru saja ingin membuka pintu juga. Yunseong menggenggam erat kedua punggung Buki sambil mengatur napasnya. Dia melakukan scanning singkat tubuh buki dari ubun-ubun sampai kaki Buki.

Di saat bersamaan, Buki mengulurkan lengan kirinya. Kedua pasang mata itu kemudian berfokus pada lengan bawah sisi depan buki yang menampakkan beberapa goresan tipis. 

“Maaf,” ucap Buki lirih dengan suaranya yang bergetar.

Yunseong merangkul pelan pundak Buki dan membawanya menuju balkon gedung agar lebih kondusif. Sesampainya, mereka duduk bersebelahan di kursi yang paling jauh dari ujung gedung. Kedua tangan Yunseong mengusap pelan lengan kiri yang tadi Buki serahkan padanya.

Sungguh nyeri hati Yunseong melihat penampakan yang sungguh membuatnya ingin marah dan merasa kecewa—tapi tidak bisa. Ia tidak mungkin menyalahkan Buki atas apa yang diperbuatnya, namun di sisi lain juga merasa sedih karena Buki tidak bisa melindungi dirinya sendiri dari dorongan itu. Setiap usapan Yunseong di tepi luka itu menyiratkan rasa bersalahnya yang semakin besar. 

“Yunseong..” ucap pelan Buki sambil tangan kanannya memegang pelan pergelangan tangan Yunseong yang belum usai mengusap,

“Maafin, Buki,”

Tanpa sepatah kata, Yunseong mengeluarkan sebotol kecil larutan iodine dengan kassa steril. Dia mengaplikasikan secara pelan pada goresan yang tampak di pandangannya.

Perih luka itu malah terasa di hati Yunseong—bukan di luka itu, mengingat Buki sama sekali tidak merasa kesakitan dengan olesan antiseptik itu. 

“Buki udah bersihin tadi pas mandi,”

Yunseong menutup dengan beberapa kassa steril kering baru, dan menutupnya dengan plester transparan. Lagi, Yunseong mengusap pelan hasil kerjanya, sambil menatap pilu.

Akhirnya, sepasang manik cekung Yunseong beralih pandang pada wajah Buki. Wajah khawatirnya tak dapat dihindarkan, akhirnya Yunseong hanya memeluk Buki erat. 

“Aku sayang kamu,” bisik Yunseong sambil mengelus pelan belakang kepala Buki.

Buki membelalakkan matanya heran, masih memahami apa yang sedang terjadi bersamaan—tangannya yang sudah diperban dan pelukan erat Yunseong.

Beberapa detik keheningan menemani pelukan mereka. Burung gereja yang sesekali lewat di atas kepala mereka menjadi saksi pilu kenyerian hati Yunseong dan keresahan Buki. Angin perlahan menurunkan kecepatannya, namun masih cukup kuat untuk menerbangkan sehelai-dua helai rambut mereka. 

“Aku sayang kamu, tolong jangan sakiti orang yang aku sayangi ini,” ucap Yunseong lirih.

Bagaimanapun, hati Buki tergerak juga. Perlahan, kedua tangannya membalas pelukan Yunseong, perlahan mengeratkannya di pungung Yunseong. Buki menenggelamkan seluruh wajahnya di pundak Yunseong, perlahan mengisakkan tangis, dengan air matanya yang mulai membasahi baju Yunseong. 

“Tolong kasih Buki kekuatan hanya untuk menangis. Buki pantas mendapatkan hal-hal baik. Aku sayang Buki,”

Kata-kata yang terucap lembut dari mulut Yunseong menambah isakan yang semakin dalam pada Buki. Perlahan Buki sadar, bahwa kalimat itu ditujukan untuk sebuah bagian dari dorongan di tubuh Buki yang sangat ingin Buki tersakiti. Karena Yunseong tahu, Buki juga ingin selamat dan lepas dari dorongan itu.

.

.

.

Pelukan mereka diakhiri oleh meredanya tangisan Buki. Buki berusaha menyelesaikan urusan di wajahnya.

Di sisi lain, Yunseong mengeluarkan satu lembar koyo—senjata ampuh Buki saat badannya pegal. Tapi kali ini, koyo itu sedang punya tugas baru. 

Yunseong menempelkan koyo itu di kedua pergelangan tangan Buki.

“Kamu ga kidal, kan?”

“Engga,” jawab Buki sambil menatap heran perlakuan Yunseong. 

Yunseong mengeluarkan sebuah pulpen dan menggambar kupu-kupu di koyo itu. Buki memiringkan kepalanya, bertanya-tanya apa maksud koyo dan kupu-kupu ini.

“Syukur deh. Jaga kupu-kupu ini sampai besok, ya. Aku bakal ke sini lagi, dan memastikan kupu-kupu ini masih baik-baik aja,” jelas Yunseong sambil mengusap pelan koyonya agar tertempel dengan baik.

“Tapi, kan..?”

“Kenapa?”

.

.

“Koyo cuma boleh ditempel 8 jam??”

“Ah? Gitu ya? Eum..”

“Hehe. Aku buka sambil kasih video ke kamu besok pas bangun tidur, deh,”

“Oke. Tapi aku besok pagi bakal tetep ke sini sebelum ke kantor,”

“Yunseong,”

“Hm?”

“Aku juga sayang Yunseong. Terima kasih sudah selalu menjaga Buki dengan baik,”

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

i love you.

So please don't hurt me.

DIARY; You Are Me, I Am YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang