warm rain

0 0 0
                                    


●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Kali ini, suasana terasa bagai petang ketika jam masih menunjukkan pukul empat sore. Ada hal unik dari diri Buki, bahwa dia benci suasana mendung, namun suka dengan hujan. Meski mendung adalah masa yang dia benci, tapi hatinya juga berdebar, karena tahu tak lama lagi hujan akan datang. 

Buki melihat ke langit abu setelah merasakan ada satu tetes air jatuh ke hidungnya. Telapak tangannya ikut menatap ke langit, memastikan tetesan air itu akan datang lagi atau tidak. Beberapa orang sudah mulai berlarian mencari tempat berteduh. Kala itu, Buki menyimpulkan senyum sambil berjalan dengan lompatan ringan menuju halte bus untuk pulang. 

Air hujan yang lembut mulai berjatuhan sesampainya Buki di halte. Buki tak segera duduk, ia berdiri di pinggir halte, menikmati air hujan yang baru turun dari genteng halte. Kedua tangan mungilnya ia lambaikan di bawah air yang mengalir. Jari-jari tangannya naik turun, menikmati pijatan ringan dari air itu. Buki sungguh terhanyut dalam suasana damai hujan kali ini, hingga tak sadar bahwa beberapa notifikasi chat beberapa kali masuk di hp yang ada di tasnya. 

.

.

.

Hari ini cukup spesial bagi Yunseong karena atasannya meminta karyawannya pulang cepat. Beberapa karyawan di kantornya banyak yang sedang sakit setelah beberapa hari belakangan lembur, sehingga diminta untuk istirahat lebih. Syukurnya Yunseong masih dalam keadaan bugar meski tubuhnya sesekali memberontak untuk istirahat. Momen spesial hari ini yang lain ialah rencana mendadaknya untuk menjemput Buki. Beberapa hari terakhir, momen kebersamaannya dengan buki sedikit termakan oleh jadwal lemburnya awal tahun ini. 

Dalam perjalanannya, Yunseong menunggu jawaban chat Buki, memastikan buki tidak sedang kuliah karena Yunseong ingin menelponnya. Namun hingga dia datang di halte bus, belum ada jawaban dari buki. Lima menit kemudian, Yunseong merangkai kata-kata kembali di gawai pintarnya. Kala tanda terkirim muncul di ujung bawah pesan, terdengar suara yang tidak asing bagi Yunseong; ini suara notifikasi hp nya, pas banget setelah chatnya sent.

Kala sepasang manik Yunseong mencari sumber suara tersebut, dia menyadari bahwa pemilik hp nya berada tepat di sebelah Yunseong, sedang bermain air di ujung genteng halte.

.

.

.

Tangan Buki masih asik bermain dengan tetesan hujan. Terkadang, terlihat tetesan air hujan sesekali membuat riak air genangan di selokan kecil di depan Buki. Menenangkan—adalah definisi yang selalu Buki katakan setiap melihat keajaiban air hujan yang turun. Kala Buki masih menikmati tetesan air hujan di genangan itu, seketika tetesannya berhenti. hujannya udah selesai? 

Buki melihat ke atas perlahan, bingung dengan tampak langit yang masih berwarna abu gelap dengan tetesan hujan yang masih jelas di manik matanya, seakan mengatakan bahwa belum waktunya hujan berhenti. Buki melihat lebih atas, dan tampak ada potongan payung biru muda menutupi pandangnya.

“Jangan lama-lama. Lagi musim sakit,” sahut pemilik payung itu, berbisik agak keras di telinga kanan Buki. 

“Peutti?“ 

Yunseong menggenggam kedua tangan Buki yang sedang tertegun dan masih dengan senyum bahagianya. Yunseong membawanya duduk di halte itu. Ia mengusapkan beberapa tisu di tangan Buki agar kering, lalu mengeluarkan jaketnya untuk membalut tangan Buki.

“Udah pucet gini tangannya, dingin banget?”

“Tapi hujannya ga nyakitin kok hehe. Maaf..”

Yunseong menatap Buki sejenak. Innocent, Buki sama sekali tidak terlihat merasa bersalah atas perbuatannya, justru malah tersenyum bangga. Yunseong sangat tahu Buki tidak menyesalinya—hujan lembut adalah favorit Buki. Yunseong ikut menyimpulkan senyum, dan mengelus rambut Buki. Mungkin Buki tak perlu merasa bersalah, Yunseong hanya perlu mengurangi rasa khawatirnya.

Seperti biasa, kursi paling belakang adalah tempat favorit mereka. Tangan Buki masih tenggelam dalam jaket hangat Yunseong yang sekarang sudah membalur seluruh tubuhnya; Yunseong memakaikan jaket untuk Buki yang tak sadar sedang kedinginan karena terlalu lama bermain air hujan. 

“Peutti ngapain tadi di kampus? Cepet banget pulangnya hari ini,” tanya Buki dengan suara girangnya.

“Jemput Buki,”

“Kok ga ngomong?”

“Coba cek hp deh,” pinta Yunseong sambil melirik tas Buki.

Buki baru menyadari ada sepuluh chat masuk dan satu missed call dari Yunseong. Mata Buki terbelalak, lalu menatap Yunseong yang juga sedang mengamati layar hp Buki. Kala mereka bertatapan setelah melihat layar itu, tawa renyah mereka mengudara, menambah warna suara di bus yang sebenarnya cukup ribut oleh suara hujan. 

“Maafin,” ucap Buki dengan kekehannya.

“Tenang aja,” Yunseong juga menjawab lembut dengan kekehan sisa tawanya.

“Kok Peutti kepikirannya jemput Buki sih, bukannya pulang istirahat?” tanya Buki, iseng.

“Kangen, dari kemarin lembur terus,”

Senyuman Buki makin lebar. Mungkin memang benar, keadaan Buki sedang sangat baik. Buki tak banyak berkutik, hanya membalas rasa kangennya juga dengan menyenderkan kepalanya di pundak Yunseong.

Kali ini, hujan yang banyak kali dianggap buruk oleh beberapa orang, justru menjadi penghangat pertemuan pasangan ini. Buki meratapi satu-persatu tetesan air hujan yang turun dan beberapa tetes yang menempel di jendela bus. Senyumnya mereda, namun tak padam. Dagu Yunseong tanpa sadar ikut menyandar nyaman di kepala kecil Buki. Pandangan matanya tak lepas dari jendela bus, melihat refleksi kaca jendela dengan gambaran Buki yang masih tersenyum menatap hujan.

Semakin lama, bus semakin mendekat pada halte tujuan mereka. Dan kala itu juga, awan-awan abu itu kini beralih profesi menjadi penghasil gerimis.

.

.

.

“Buki pernah kepikiran ga sih kenapa kita bisa se-lama ini bareng-bareng?”

“Sering, banget,”

“Jawabannya apa?”

“Eum... apa ya? gatau,”

“Sama aku juga gatau,”

“Ya tapi pasti karena rasa sayang ga sih?”

“Termasuk, tapi aku yakin ada banyak faktornya. Iya gak?”

“Bener! Rasanya kayak gaada alasan lain selain sayang. Tapi sebenernya kesamaan dan rasa kepimilikan mungkin juga berperan? Aduh, gatau Peutti. Banyak yang bikin Buki stay sama Hwang Peutti Yunseong~”

“Sama, haha,”

“So grateful,”

“Me too,”

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

(EPILOGUE)

(EPILOGUE)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DIARY; You Are Me, I Am YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang