—in quiet storm●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●
Meskipun tubuh lemahnya kini sudah tidak kuasa berlari, tapi ia mengusahakan untuk tetap sampai di rumah itu dalam keadaan tenang. Di saat bersamaan, penghuni rumah itu keluar membawa dua keresek sampah dengan celana pendek dan hoodie hitamnya. Buki tak menyangka akan langsung bertemu Yunseong tepat di depan rumahnya seakan seperti pertemuan yang direncanakan.
“Buki?”
Buki hanya menatap kosong dengan wajah sedikit terkejut. Yunseong membatu sedetik dan perlahan menghampiri Buki yang baru saja tiba di halaman rumahnya.
“Bener Buki, kan? Kaget banget. A-are you okay?” bersamaan dengan pertanyaan itu, yunseong menyelesaikan urusannya dengan membuang dua kantong tadi di bak sampah depan rumah.
Di saat yang sama, yunseong juga mengamati postur tubuh dan keadaan buki yang sayu dengan celana training dan hoodienya.
“Peutti..“ pita suara buki tertahan hanya dengan satu kata itu, lalu pandangannya beralih ke kakinya.
“Oke kita ngobrol di dalam yuk. Maaf aku gabisa peluk kamu, aku cuci tangan dulu,” yunseong hanya mengisyaratkan dengan tangannya dan membawa buki.
.
.
.
“Kamu gapapa di jalan tadi? Malam-malam gini?” tanya Bunda sambil membawakan susu hangat untuk Buki di sofa tamu.
“Aman, Bunda,” jawab Buki dengan suara yang cukup lesu.
Bunda langsung masuk—ke bagian dalam rumah—ketika tahu yunseong sudah selesai cuci tangan, sambil bertatap mata, seolah memberi kode kepada bunda untuk mengijinkan mereka meminjam waktu malam ini.
Yunseong duduk di sebelah kanan buki sambil merangkul bahunya,
“minum dulu, ya?”
Buki tahu ini susu hangat biasa yang sering buki minum setiap berkunjung ke sini, tapi perasaannya saat ini tidak terasa aman dengan kehangatan ini. Ketika susu itu diteguknya sekali, dua kali, tiga kali, buki terdiam dengan posisi minum, lalu air matanya mengalir begitu saja. Yunseong agak bingung dengan tingkah ini, dan menyadari ada yang tidak beres ketika tiba-tiba ada suara isakan dalam gelas itu.
Yunseong membantu menurunkan gelasnya. Dia hanya bisa mengusapkan kepala buki, membiarkan buki melepaskan semua emosinya. Buki tertunduk, semakin lemas, mengijinkan air matanya jatuh di atas lututnya. Terasa di punggungnya, hangat tangan yunseong menemani.
“Kalau mau tidur di sini dulu gapapa. Gausa buru-buru nangisnya,” bisik Yunseong pelan.
Di saat bersamaan, yunseong perlahan menurunkan tangan buki yang mulai dieratkan di kepalanya. Yunseong sadar betapa menyakitkannya setiap kali tahu bahwa buki cenderung menyakiti dirinya sendiri dalam keadaan seperti ini. Rangkulannya yunseong eratkan, tanpa membuat rasa sesak.
Tangisan bisu buki kini mungkin menjadi jawaban bagi yunseong alasan buki datang ke sini tanpa notifikasi. Sebuah perasaan tidak nyaman bagi buki, yang tak bisa disampaikan hanya lewat kata-kata secara virtual.
.
.
.
“Gimana, sudah ngantuk?“
“Emang ini jam berapa?” tanya Buki dengan suara seraknya.
“Setengah 11,”
“Peutti, maaf jadi ngerepotin. Padahal ada bapak di sini. Peutti juga jadi tidur terlambat padahal abis kerja,”
Yunseong mengusap pelan kepala buki sambil tersenyum,
“Besok kan libur,” ucapnya sedikit terkekeh.
Buki mengangguk paham teringat bahwa ini sudah weekend.
“Jadi? Mau cerita?”
Buki menggigit bibirnya,
“Mmm, A-aaku.. kesepian,” jawab buki terbata-bata dengan suara bergetarnya setelah menangis tadi.
“Okay, you are here now. Masih merasa kesepian?”
“Engga, tapi..”
Buki menatap yunseong pelan dengan mata sayunya, sambil menunjuk dadanya,
“Sakit. Tapi aku gatau cara keluarinnya gimana. Jadi aku datang ke sini. I'm afraid i do something bad again,”
Yunseong mengangguk pelan sedikit lega, namun juga merasa lemas sambil menyembunyikan kecemasannya. Helaan napasnya yang berat mungkin mengindikasikan kecemasannya yang tak terbendung, tapi yunseong ingin buki merasa aman dahulu.
“Ada cerita apa akhir-akhir ini?”
Jari-jari buki bergerak tak karuan, saling menggesek kuku satu sama lain. Tatapan sayunya masih pada Yunseong. Buki sadar, Yunseong mengamati tangan buki, dan akhirnya kedua tangannya tergenggam oleh tangan hangat Yunseong.
“It must be hard. I'm sorry,” ucap yunseong sambil menangkan tangan buki, “Aku minta maaf karena lagi jarang memperhatikan kamu minggu ini,“
“It's also me, aku juga sedang kesusahan buat cerita, Yunseong. I'm sorry,”
“Okay. Aku usahakan biar kamu ga feel lonely dan sakit malam ini. Tapi kamu juga bantu aku untuk cerita pelan-pelan ya. Gimana?”
Buki mengangguk pelan menanggapi ucapan yunseong,
“But i need time to cry again,”“It's okay. I'm here with you. Kamu nangis sepuasnya malam ini sampai lega. Aku temenin, habis itu kita tidur ya. Besok kita cerita lagi. Is it okay?”
Matanya terus berusaha mengumpulkan air mata yang diproduksi berlebihan kala yunseong terus meyakinkannya dengan suara lembutnya sejak awal. Buki menggenggam erat tangan yunseong, hingga akhirnya wajahnya dia jatuhkan ke tangan itu. Salah satu tangan yunseong beralih jobdesc dengan mengusap pelan punggung buki. Akhirnya, yunseong membantu buki agar kepalanya bersandar di pundaknya agar buki bisa menangis lebih nyaman.
“Kalaupun akhirnya nanti buki cuma butuh nangis aja sampai besok juga gapapa kok. Terkadang menyampaikan struggle kita ke orang lain akan sangat melelahkan dan terasa berat. Tidak ada yang mengharuskan buki buat cerita. I'm proud of you today because you always find your way to meet me as if i can help you even i'm not that helpful. Setidaknya, buki tau yunseong bisa diandalkan. It's enough for you buki, and for me,”
Buki mendengar yunseong dalam tangis bisunya. Genggaman tangan mereka semakin buki eratkan tanda buki mendengarkan yunseong, namun hanya itu yang bisa buki tanggapi. Semua yang dikatakan yunseong adalah kenyamanan buki, dan buki ingin terus menggenggam erat kenyamanan itu.
.
.
.
Pagi hari
“Hm?”
“Buki? Udah bangun yah?”
“Ini jam berapa, Bunda?”
“Hmm.. jam 6 pagi. Ini bunda baru mau masak,”
“Kok Buki udah di sini, ya?”
“Semalem peutti ngasih tau lewat wa, kamu ketiduran. Terus sama peutti kamu digendong pelan-pelan ke kamar dibantu bunda, hihi,”
“Haa?! Bunda..ㅠㅠ maaf ya,”
“Eh, udah tiduran aja dulu. Pasti masih pusing abis.. ekhm pusing karena semalem. Abis bunda masak, sarapan dulu terus nanti boleh sama Peutti lagi,”
“Aih rasanya Buki pengen pulang aja gamau ketemu peutti, Bund..ㅠㅠ”
“Lah kenapa? Malu? Hihihi, gapapa kali,”
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY; You Are Me, I Am You
General Fiction◇Half socmed au, half writings au. ◇Slice of life. Wonder how it feels to be Buki who have Hwang "Peutti" Yunseong as her pillar of emotion and her diary. They have always been so grateful to have each other to depend on in every ups and downs. ●●...