💙3

131K 9.4K 284
                                    

"Divia" mendapat panggilan orang yang seminggu ini Divia hindari membuatnya memalingkan wajah.

Ingatannya kembali berputar saat Arsya papanya membentaknya dan membuatnya pergi dari Mansion. Sepertinya seluruh keluarga Zeduard sedang berkumpul, karena Alenza dapat melihat dengan jelas wajah-wajah keluarga Zeduard.

Restoran dikosongkan oleh mereka, karena tidak ingin orang lain mengetahui permasalahan mereka, tentunya itu adalah hal mudah karena Mall ini merupakan salah satu aset milik keluarga Zeduard.

" Kak Arsya, bawa putri mu pergi! Perempuan Murahan itu telah mencuci pikiran Divia!" Seru Selina.

" Tante apa-apaan sih, Tante gak ada Hak buat ngehina Mama ku!" Pekik Divia dengan kesal.

Kesabarannya benar-benar sedang diuji saat ini karena tantenya.

" Divia, kenapa kamu memanggilnya Mama." Tanya Oma Rani yang akhirnya membuka suara.

" Karena Alenza Mama Divia Oma." Jawab Divia dengan lirih.

" Papa kamu tidak pernah menikahi wanita picik itu Divia! Lantas mengapa kamu memanggilnya Mama?! " Ujar Selina.

" Tante mending diam! Ingat!!! Tante hanya menantu di keluarga Zeduard. Jangan buat rasa hormat Divia pada Om Ardan turun karena ulah tante!" Seru Divia.

" Divia!" Bentak Arsya yang merasa tingkah laku Divia sudah melewati batasannya.

" Arsya! Jangan membentaknya." Seru Oma Rani menegur sang putra.

" Divia, jelaskan kepada Oma sekarang." Ujar Oma Rani meminta penjelasan pada Divia.

" Divia hanya ingin melakukan apa yang Divia inginkan yang tidak bisa Papa penuhi." Lirih Divia pelan sebelum akhirnya berlari keluar dari Restoran.

Alenza yang sedari tadi terdiam menyaksikan semuanya akhirnya bersuara.

" Oma tidak perlu khawatir, anggap saja kita berdua sedang memainkan peran saat ini, saya hanya ingin memenuhi permintaan Divia untuk seharian ini menganggap saya sebagai mama nya dan sebaliknya, itu saja...... Tidak ada maksud apapun, karena setelah saya mengabulkan permintaannya, Divia akan mengubur Obsesinya untuk menjadikan saya ibu sambungnya." Ujar Alenza berusaha untuk membuat Oma Rani mengerti.

" Dan...... Om Arsya, saya ingatkan lagi jika Om lupa, sebab kepergian Divia dari rumah adalah karena bentakan Om Arsya. Jangan semakin memperumit keadaan, Om Arsya sendiri yang mendidik Divia selama ini dengan kelembutan dan bukan bentakkan. Divia hanya berusaha mengutarakan keinginannya. Saya akan pastikan besok dan seterusnya Divia tidak akan lagi memaksa Om Arsya." Jelas Alenza.

"Saya permisi. Assalamu'alaikum." Pamit Alenza menyusul sahabatnya.

Alenza terus menyusuri area Mall untuk mencari keberadaan Divia tentunya, bahkan Alenza melupakan Mata kuliahnya yang dirinya tinggal begitu saja, dan juga tubuhnya yang sudah terasa lengket akibat minuman yang disirimkan ke tubuhnya oleh tante selina.

" Divia." Panggil Alenza saat menemukan Divia di sekitar area parkiran yang sepi.

Dengan cepat Alenza berlari menghampirinya, dan dengan sigap Divia memeluk erat tubuh Alenza dengan isakan tangis yang memilukan.

15 menit sudah Alenza membiarkan Divia menangis, dan Alenza rasa itu waktu yang sudah cukup.

" Udah ya jangan nangis. Mama sedih lihat nya." Gumam Alenza mengusap lembut kepala Divia.

Divia menguraikan pelukannya dan mengusap wajahnya yang memerah akibat menangis.

" Mau lanjut jadwal nya?" Tanya Alenza.

My Friend Is My MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang