💙43

60.8K 4.4K 126
                                    

Karena tidak ingin terlarut dalam kesedihan akibat kehilangan calon anaknya yang setiap kali membuat Alenza murung, akhirnya Arsya memperbolehkan Alenza untuk kembali berkuliah. Entah bagaimana Arsya bisa berkuasa di kampusnya, hingga cuti kuliah yang seharusnya berlaku satu tahun kini dibatalkan. Tidak hanya Alenza saja yang memulai aktivitas berkuliah nya, bahkan Divia juga ikut berangkat kuliah sama seperti Alenza. Disinilah permasalahannya yang menjadi kekhawatiran Alenza saat ini.

" Mas yakin?" Tanya Alenza pada suaminya yang saat ini duduk di kursi penumpang dengan Arsya di sebelahnya.

Sementara itu kursi pengemudi telah diisi oleh Daren, dengan Divia di sampingnya sembari memakan camilan dengan tenang.

" Kamu tenang saja, Daren bisa diandalkan." Ucap Arsya sembari melirik kaca tengah mobil, yang memperlihatkan Daren yang sedang fokus mengemudi.

" Tapi Alenza...... Atau kalau gak Alenza aja Mas yang pindah jurusan." Ucap Alenza dengan cepat.

Perdebatan Alenza dan Arsya dimulai saat Divia memutuskan untuk berangkat ke kampus. Alenza yang khawatir berbeda dengan Divia yang justru terlihat santai, meskipun hanya pengalihan semata untuk mengalihkan kekhawatiran Alenza selaku ibu tirinya.

" Gak perlu bun." Timpal Divia.

Alenza dibuat bimbang saat ini, disisi lain Alenza ingin sekali terus bersama Divia dan menjaganya dari dekat. Namun karena perbedaan Jurusan menjadi hambatan utama Alenza tidak dapat merealisasikan keinginannya itu.

Awalnya Arsya menawarkan kepada Divia untuk pindah jurusan yang sama dengan Alenza, namun jelas saja Divia menolak, bukan karena Alenza alasannya, melainkan Divia yang tidak ingin menjadi seorang guru, Divia bahkan bergidik saat menerawang jauh dirinya yang akan di kerubungi oleh anak-anak kecil. Semua mempunyai keinginan masing-masing, seperti Divia yang tidak ingin menjadi guru, berbeda dengan Alenza yang ingin menjadi seorang guru. Meskipun begitu, mereka tetap bersahabat dulunya bahkan hingga sekarang.

" Percayalah, Daren sudah cukup menjadi Dosen untuk mengawasi putri kita. Atau.... Apa perlu Mas mengutus Daren agar menjadi salah satu mahasiswa disana seperti Divia?" Tanya Arsya dengan penuh seringaian  kejamnya kepada Daren.

Berbeda dengan Daren yang sedang mengemudikan mobil dengan raut pasrah nya. Citra nya sebagai Singa Kegelapan sekarang telah berubah, karena ulah Tuannya yang ingin bermain-main dengannya, atau? Lebih tepatnya mengerjainya?

Bagaimana tidak, pagi tadi Tuannya itu, menyuruhnya untuk menjadi salah satu Dosen yang akan mengajar di jurusan bahkan kelas Divia putri dari tuannya. Tentu saja jangan ditanya kesyok kan Daren saat mendengarkannya, Daren merasa bukannya naik pangkat,  tetapi justru pangkatnya seperti di turunkan secara paksa oleh Tuannya sendiri.

" Papa yang benar saja, yang ada Om Daren bisa di bully, karena mengira mahasiswa akhir yang gak Lulus-lulus." Sahut Divia dengan nada yang tidak santai.

Membayangkan Daren yang saat ini yang duduk di samping Divia akan menjadi mahasiswa? Kekonyolan apa yang di lakukan oleh papanya. Meskipun dapat diakui jika fisik Daren jelas menolak tua, bagaimana tidak? Otot kekar dengan rahang yang tegas mampu memikat hati kaum hawa.

" Tidak akan ada yang bisa membully saya Nona." Ucap Daren dengan wajah datarnya yang membuat Divia mencibir dengan mencebikan mulutnya.

" Om Daren cukup jadi Dosen Divia aja pa, tidak perlu berlebihan seperti itu." Ujar Divia sebagai bentuk protesnya.

" Tapi Div." Sangkal Alenza.

" Bunda tenang ok, Divia janji akan baik-baik aja, dan Divia akan jaga diri Divia. Lagian Mata kuliah Divia hanya 2 bun. Nanti kalau Divia selesai, Divia ke Fakultas Bunda. Janji deh." Jelas Divia meyakinkan dan menepis kekhawatiran Alenza.

My Friend Is My MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang