💙10

124K 7.5K 117
                                    

Pada malam harinya, tepatnya di kamarnya yang bernuansa biru dan putih, Alenza sedang di tatap penuh intimidasi oleh Sang ibu. Pasalnya Ibu nya meminta penjelasan dari Alenza mengenai hubungannya dengan Arsya. Kemungkinan besar Alenza menebak jika ibunya itu mendengar percakapannya bersama dengan Arsya siang tadi. Karena posisinya Alenza sedang terburu pergi ke kampus dan kebetulan Arsya yang mengantarnya jadilah Ibunya tidak menyidang saat itu juga. Tetapi sebagai gantinya, Alenza harus berterus terang kepada Ibunya.

" Jadi? Kamu mau diajak nikah sama Arsya?" Tanya Dania bersedekap dada.

" Awalnya Alenza bilang mau, tapi kata Om Arsya dijalani dulu untuk mulai awal pendekatan." Ucap Alenza pelan dengan wajah menunduk.

" Kamu gak mikirin masa depan kamu?" Tanya Dania menohok.

Alenza hanya terdiam di tempatnya tidak menjawab pertanyaan dari ibunya.

Alenza sama sekali tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada Masa Depannya nanti saat dirinya mengambil keputusan besar dalam hidupnya ini. Saat Alenza mengatakan mau atas ajakan Arsya, semua itu karena Divia sahabatnya yang selalu terlintas di pikirannya. Saat melihat betapa putus asanya Divia pada waktu mengakhiri dirinya dengan menyayat pergelangan tangan, bahkan masih terngiang jelas di telinga Alenza saat Divia menggumam kan kata 'mama' di setengah kesadarannya yang menipis.

Semua itu seolah meyakinkan Alenza untuk menyetujui ajakan menikah dari Arsya.

" Alenza sama sekali tidak khawatir dengan masa Depan Alenza ma, Alenza yakin ma, jika Om Arsya memang ditakdirkan untuk Alenza, maka Allah pasti akan mempermudah semuanya, tetapi jika tidak..... Pasti akan sebaliknya." Ujar Alenza dengan tenang.

" Apa kamu siap menjalin hubungan dengan pria yang tak lain adalah Ayah sahabatmu sendiri? Seorang duda? Apa kamu tidak ingin memiliki suami yang usianya tidak jauh darimu Dan tentunya masih perjaka?" Tanya Dania.

" Alenza sama sekali tidak mempermasalahkan status Ma, siapapun yang nantinya akan ijab qobul dengan Papa, berarti dia adalah pria yang sudah Allah kirimkan untuk Alenza." Ujar Alenza.

Dania terdiam bersamaan dengan Alenza yang tidak tahu ingin berkata apa. Alenza sangat gugup, ini adalah pertama kalinya dirinya membicarakan seorang lelaki bersama dengan ibunya.

" Anak mama udah besar ternyata, tau-tau udah dilamar orang aja." Ucap Dania mengacak rambut Alenza.

Alenza menatap Ibunya dengan pandangan terheran, Alenza mengira jika Ibunya akan marah mendengar keputusannya. Meskipun Dania menyayangi Divia, tetapi jika menyangkut tentang masa depan Alenza, pastinya Dania memposisikan dirinya sebagai Seorang Ibu.

" Mama, tidak..." Ucap Alenza terhenti.

" Marah?" Sahut Dania.

" Tentu saja tidak, justru Mama akan marah jika kamu menyembunyikannya dari mama, berhubung kejadiannya tadi siang dan kita tidak ada waktu untuk membicarakannya, bolehlah mama toleran, tapi......" Lanjut Dania.

" Tapi apa Ma?" Tanya Alenza menatap Ibu nya dengan raut penasaran.

" Kamu harus bilang sama Arsya untuk meminta izin mendekati kamu sama Papa. Karena papa kamu juga harus tahu lelaki mana yang akan bersamamu nanti, sekalian biar di Uji Mental sama Papa" Ujar Dania terkekeh pelan.

Alenza tersenyum seraya mengangguk.

" Ya sudah, kamu sholat isya' terus jangan tidur larut malam." Ucap Dania memberikan petuahnya kepada Sang putri.

Alenza bangkit dan langsung menerjang Dania dengan pelukan  eratnya dari arah samping.

" Iya Ma, Terima kasih." Ucap Alenza.

My Friend Is My MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang