Dari sekian banyak lelaki di dunia ini, takdir ikatan pernikahan Alenza yaitu bersama dengan seorang Duda satu Anak yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Dan itu semua tidak pernah terlintas dalam mimpinya menikah dengan Ayah sahabatnya sendiri, tetapi ternyata takdir membawanya untuk memulai suatu ikatan suci bersama dengan Arsya.
" Keluar, engga, keluar, engga." Gumam Alenza pelan sembari berjalan mondar-mandir.
Di dalam sebuah kamar mandi Alenza berdiri dengan rasa bimbang nya. Ini adalah malam ke empat dirinya dan Arsya berada di Hawai. Beberapa hari di Hawai mereka habiskan untuk mengunjungi beberapa tempat-tempat yang menjadi incaran semua orang saat berada di pulau dengan potensi keindahan Alamnya ini.
Malam ini Alenza akan menyerahkan dirinya kepada Arsya, lebih tepatnya menyerahkan apa yang sudah menjadi hak Suaminya. Karena malam-malam sebelumnya yang mereka habiskan di Hawai, Arsya sama sekali tidak meminta haknya, dan karena itulah Alenza dibuat bimbang, tetapi karena Alenza yang baru saja menelfon Mama nya dan meminta saran akhirnya Alenza putuskan untuk memulainya, meskipun dalam hatinya merasa takut dan gugup secara bersamaan.
" Tapi, Mas Arsya gak memintanya Ma." Cicit Alenza pelan.
Awalnya Alenza hanya ingin bertukar kabar dengan Dania, namun pembicaraan selanjutnya justru membicarakan tebakan Dania yang benar dengan kebimbangan Alenza saat ini. Meskipun ha seperti ini adalah privasi tetapi Alenza bukanlah type orang dengan pemikiran berat, jika memang itu hal yang memang seharusnya Alenza tidak boleh katakan, kemungkinan Alenza akan melupakannya dengan sendirinya, tetapi jika hal itu membuat Alenza kefikiran maka akan membuat Alenza sakit ketika benar-benar membuatnya harus berfikir keras.
" Kamu seorang istri Len, mungkin saja suami kamu ingin menghormati kamu sebagai istrinya, dan tidak ingin memaksa kamu memenuhi haknya." Ujar Dania.
" Lalu.... Apa yang harus Alenza lakukan ma?"
" Insiatif sendiri kali len, kan udah sah, sekali-kali kamu yang mulai duluan, agresif dikit kali len." Timpal Kak Zia dengan godaannya melalui video call yang tersambung.
Beruntung Arsya sedang keluar karena ada suatu hal yang dirinya urus, sehingga Alenza dapat leluasa bertanya.
" Kak Ziaa..." Rengek Alenza.
" Nanti dikira kayak cewe murahan aku kak." Cicit Alenza pelan yang ternyata menanggapi serius godaan dari Zia.
" Apanya yang murahan len? Kalian sudah sah, itu sudah menjadi kewajiban kamu memenuhi hak suami kamu. Jika tidak, kamu bisa bicarakan pelan-pelan bersama suami kamu, kalian harus saling terbuka." Ujar Dania menasehati.
" Kamu kayaknya harus banyak-banyak berguru dengan kakak Len. Pokoknya kita tunggu kabar baiknya dari kamu len." Sahut Zia di sertai tawanya hingga sambungan video Call pun terputus sepihak.
Dengan keberaniannya, perlahan Alenza membuka pintu kamar mandinya dengan badrobe yang dipakainya untuk menutupi sebuah pakaian tipis berwarna merah yang Alenza ambil dari salah satu pakaian tipis di kopernya.
Saat keluar, Alenza tidak mendapati Arsya di setiap sudut kamarnya, sejenak Alenza menghembuskan nafas leganya dan memilih berdiri menatap kaca dinding yang menyuguhkan pemandangan yang sangat menakjubkan dengan langit bertaburan bintang dan ombak pantai yang terdengar sangat indah di gendang telinga. Kaca dinding yang digunakan oleh kamar resort yang di tempati mereka hanya terlihat dari dalam kamar dan tidak terlihat dari luar, sehingga privasi akan terjaga aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friend Is My Mama
ChickLit"Len, jadi mama gue ya." Ucap Divia dengan wajah memerah dan air mata yang sedari tadi meluruh. Sontak gadis dengan nama Alenza Putri Hartono meneguk ludahnya susah payah saat mendengar permintaan konyol sahabatnya yang sudah beberapa kali meminta A...