Besok adalah hari terbebas untuk Alenza. Entah mengapa Suaminya memberikan dirinya One Day kegiatan yang Alenza lakukan dengan bebas tanpa ada gangguan Divia ataupun Arsya sekalipun.
Menarik. Satu kata yang menggambarkan keantusias an Alenza saat ini.
Awalnya Alenza ingin tertawa saat mendengarnya, sungguh sangat konyol menurutnya. Tetapi untuk menghargai anak dan juga suaminya yang sudah merencanakannya ide itu, jadilah Alenza yang saat ini sedang mengelist beberapa kegiatan yang akan dirinya lakukan besok tanpa Divia dan juga Arsya suaminya. Alenza menganggap ini adalah me timenya. Kesempatan tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya, untuk itu Alenza akan memanfaatkannya sebaik mungkin.
" Ini cuma satu hari aja nihh? Gak bisa ditambah harinya?" Tanya Alenza seraya menawar dengan bolpoin yang ia ketukkan di dagunya.
Dengan duduk di tengah-tengah ranjang, sembari menerawang untuk mengisi list kegiatan yang akan ia lakukan besok, sungguh membuat bayangan-bayangan impian Alenza seolah berdatangan begitu saja.
" Hanya satu hari. Kamu tidak berniat menelantarkan suamimu kan?" Selidik Arsya sembari menaikan sebelah alisnya seolah sedang mengintimidasi Alenza.
Membayangkan satu hari tanpa Alenza sudah seperti neraka bagi Arsya, sangat sulit di lakukan. Bagaimana mungkin dirinya akan berjauhan dengan Alenza jika setiap menit dirinya selalu ingin bertemu dengan Alenza? sekarang Arsya sungguh sangat menyesali usulan dari Divia ini. Bahkan sepertinya Arsya sedang mabuk pada saat itu, karena sudah termakan bujuk rayu dari Divia untuk menyetujui usulannya.
" Lah bunda mau nya berapa hari emang?" Tanya Divia dengan enteng sembari memakan cookies yang ia bawa ke kamar orang tuanya.
Arsya melayangkan tatapan tajamnya pada Divia, Arsya seolah sedang memprotes perkataan putrinya baru saja. Bagaimana mungkin dengan seenaknya Divia seolah ingin menambah hari buruk untuk Arsya. Sungguh tidak bisa dibiarkan!!
" Satu hari. Tidak ada tawar menawar." Timpal Arsya dengan nada tegas disertai tatapan datarnya.
" Nanggung banget Mas, satu hari udah habis di pesawat." Gerutu Alenza sembari memanyunkan sedikit bibirnya.
" HAH PESAWAT?!! Bunda mau kemana naik pesawat segala." Pekik Divia.
Alangkah terkejutnya Divia saat Alenza mengatakan akan pergi dengan pesawat. Sungguh di luar perkiraannya. Apakah seniat itu ibu sambung dan sahabatnya ingin kabur dari dirinya dan juga Papanya?
Memberikan Alenza kebebasan sehari adalah usulan ide darinya, sebagai bentuk permohonan maafnya untuk Alenza, dengan tujuan tentu saja memaafkan dirinya. Tidak mudah memang untuk membujuk papanya menerima usulan darinya ini. Divia membutuhkan banyak usaha keras untuk itu. Tetapi dengan bantuan dukun Divia berhasil mendapatkan persetujuan dari Papanya. Bercanda!!
" Spanyol." Jawab Alenza sembari menunjukkan raut binar nya seolah menerawang suasana yang akan Alenza rasakan saat nanti berada di Spanyol.
" Ngapain?"
" Tidak."
Seru Divia dan Arsya secara bersamaan, yang tentu saja membuat Alenza sedikit tersentak karena terkejut mendengar seruan keduanya yang terdengar seperti seruan.
" Ishh.... Katanya One Day Aku boleh ngelakuin yang aku mau Mas." Ujar Alenza dengan memberengut saat mendapat penolakan tegas dari Arsya.
Arsya yang tadinya duduk di sofa yang terletak di kamarnya, sekarang berpindah duduk di tepian ranjang yang berlawanan posisi dari Divia.
" Kenapa harus jauh hm?" Tanya Arsya dengan nada lembut sembari mengusap rambut Alenza penuh pengertian.
Alenza sedikit tertegun saat mendengar suara Arsya yang terdengar merdu di telinganya. Bahkan usapan lembut tangan Arsya mampu membuat kedua pipinya terasa panas dengan perutnya yang terasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friend Is My Mama
ChickLit"Len, jadi mama gue ya." Ucap Divia dengan wajah memerah dan air mata yang sedari tadi meluruh. Sontak gadis dengan nama Alenza Putri Hartono meneguk ludahnya susah payah saat mendengar permintaan konyol sahabatnya yang sudah beberapa kali meminta A...