Dengan mata berkaca-kaca Divia menatap mobil Papanya yang sudah melaju menjauhi area Mansion utama Keluarga Zeduard. Kedua tangannya saling bertautan dan dadanya yang terlihat naik turun.
" Udahlah. Kan tadi Bunda Alenza udah maafin kamu Div." Ucap Alena sembari menepuk pundak keponakannya yang sedang dilanda kesedihan karena di diamkan oleh Alenza.
" Tapi kan.... Hikss belum puas Divia tuhhh. Wajah bunda kayak masih marah sama Diviaaa.. " rengek Divia.
" Bocil lo ya Div, gue doain Bunda Alenza gak maafin lo Div.... AAMIIN" Sahut Zerda yang dengan sengaja ingin menggoda Divia.
Divia yang mendengarnya sontak melayangkan tatapan tajam matanya. Tidak hanya itu saja, Divia bahkan seolah mengumbar bendera peperangan dengan Zerda saat ini.
" Zerda.." tegur Alena sembari menggeleng-gelengkan kepalanya
" Nanti setelah mereka pulang, kamu deketin lagi aja bunda Alenza. " Usul Alena mengusap rambut Divia lembut.
Dengan hati tidak rela akhirnya Divia mengangguk menyetujuinya, tidak lupa dengan wajah lesu sembari menghembuskan nafas lelahnya.
Ternyata membujuk Alenza yang sekarang dengan yang Dulu lebih menguras tenaga yang sekarang. Dan Divia berjanji tidak akan berurusan bahkan membuat Alenza marah dan kembali mendiaminya lagi.
Sudah dari kemarin Divia berusaha sekuat hati dan tenaga untuk mengerahkan semua kemampuannya membujuk Alenza, namun siapa sangka akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Flashback on
" Kamu buat salah apa sama bunda?" Tanya Arsya tiba-tiba saat baru pulang dari Kantor dengan wajah datarnya.
Kebetulan Divia yang baru saja tiba di Mansion dan langsung di cecar pertanyaan oleh Papanya sontak menangis.
Bukannya menenangkan putrinya, justru Arsya dibuat terheran dengan Divia, kecurigaannya bertambah menguat saat melihat respon Divia saat ini.
" Tadi Divia... Salah hiks bicara pa." Rengek Divia dengan air mata yang sudah membasahi pipinya dan hidung yang sudah memerah akibat menangis.
Arsya terdiam mendengar cerita dari Divia saat ini. Pasalnya beberapa waktu yang lalu, Alenza tiba-tiba datang ke kantornya tanpa mengabarinya terlebih dahulu, ditambah dengan raut wajah Alenza yang terlihat tidak bersahabat.
Ketika Arsya menanyakannya, maka Alenza akan terdiam. Bahkan Alenza meminta izin kepada dirinya untuk menginap semalaman di rumah Orang tuanya. Tentu saja Arsya menaruh kecurigaannya jika sedang terjadi sesuatu kepada istrinya itu. Ingin Arsya menolak permintaan Alenza sebelum mengatakan masalahnya, namun Arsya sadar jika Alenza butuh kesendirian saat ini.
Bisa saja Arsya ikut menginap di Rumah kedua orang tua Alenza, namun kembali lagi pada Alenza yang khawatir jika Divia akan sendirian di Mansion. Tidak hanya itu saja Arsya putus asa mencari alsan lain, bahkan Arsya mengusulkan untuk memberitahu Divia agar ikut menginap, justru respon Alenza yang ingin berdiam diri yang Arsya dapatkan.
" Mandilah, suruh Maid menyiapkan air hangat untuk kamu mandi. Papa ke kamar dulu." Ujar Arsya sembari mengusap kepala putrinya dengan lembut.
Arsya memutuskan untuk menyudahi pembicaraan mereka. Karena dirinya yang sudah mulai mengetahui akar masalah yang sedang terjadi antara anak dan juga istrinya. Sepertinya sudah cukup baginya untuk mengintrogasi.
" Pa." Panggil Divia dengan suara seraknya yang menghentikan langkah Arsya.
" Bunda belum pulang? Bunda kemana pa?" Tanya Divia dengan nada pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friend Is My Mama
ChickLit"Len, jadi mama gue ya." Ucap Divia dengan wajah memerah dan air mata yang sedari tadi meluruh. Sontak gadis dengan nama Alenza Putri Hartono meneguk ludahnya susah payah saat mendengar permintaan konyol sahabatnya yang sudah beberapa kali meminta A...