💙20

131K 7.8K 305
                                    

Tepat diketinggian 35 ribu kaki, Alenza menggenggam erat jari jemari besar suaminya. Dengan menaiki pesawat pribadinya, Arsya dan Alenza pergi untuk tujuan Honeymoon mereka berdua sejak pagi-pagi buta tadi.

" Tidur." Ucap Arsya melirik kearah istrinya yang saat ini sedang melihat awan-awan melalui kaca jendela kecil pesawat.

" Gak bisa tidur Mas." Jawab Alenza pelan.

" Pusing?" Tanya Arsya.

" Sedikit."

Arsya yang sedari tadi memangku laptop kini meletakkannya diatas nakas depan tempat duduknya. Mengajak Alenza untuk berdiri dan mengikutinya.

" Kita mau kemana Mas?" Tanya Alenza dengan rasa penasarannya.

" Kamar." Jawab Arsya singkat.

Pesawat pribadi yang mereka tempati memiliki kamar khusus yang baru Alenza ketahui tentunya. Sudah cukup Alenza dibuat terkagum oleh pesawat pribadi milik suaminya tadi saat masuk pertama kali ke dalam pesawat. Dan kini Alenza dibuat kembali terkagum-kagum dengan kamar mini yang terdapat ranjang yang cukup besar untuk dua orang dengan menyuguhkan pemandangan awan yang indah disertai interior yang sangat elegan.

" Kemari." Ucap Arsya yang sudah terlebih dahulu membaringkan dirinya di atas ranjang tempat tidur.

Dengan gugup Alenza menghampiri suaminya dan bergabung dalam gelungan selimut sembari berpelukan. Ini bukan kali pertamanya Alenza tidur berdua bersama suaminya, karena semalam selesai acara resepsi, keduanya tidur dalam satu ranjang yang sama dan terbangun dengan posisi saling berpelukan yang sama sekali tidak Alenza sadari sepanjang mereka tidur bersama.

Flashback on

Setelah acara resepsi usai, mereka menuju kamar hotel yang sudah dikhususkan untuk mereka berdua. Bukan hanya mereka saja yang menginap sementara di hotel, melainkan ada seluruh keluarga Alenza dan juga Arsya yang menginap di hotel untuk sementara waktu mengingat hari yang menunjukkan lewat tengah malam.

Seluruh persendian yang terasa sakit mulai Alenza rasakan saat dirinya selesai mandi, dan sekarang hanya mengenakan gaun tidur yang terbuat dari satin yang sangat halus. Bahkan tanpa Alenza sadari pergelangan kakinya mulai terlihat kebiruan, padahal sepatunya tergolong dalam kategori sepatu mahal dengan kualitas yang tentu saja terjamin, bahkan Alenza tidak dapat membayangkan total semua rangkaian pernikahannya, karena semua yang menanggung adalah suaminya.

" Sakit?" Tanya Arsya dengan tiba-tiba berjongkok di hadapan Alenza sembari memangku kakinya dan membasuhnya dengan air hangat yang berada di sebuah wadah yang tidak Alenza ketahui dari mana mendapatkannya.

Karena keterkejutannya Alenza yang ingin menarik kakinya ditahan oleh Arsya terlebih dahulu sebelum Alenza menurunkan kakinya di pangkuan Arsya.

" Apa yang Om lakukan." Ucap Alenza dengan refleks.

" Kamu mengganti panggilan nya lagi?" Tanya Arsya yang justru membalikkan pertanyaan kepada Alenza.

" Saya hanya sedang membantu." Lanjut Arsya saat Alenza hanya terdiam sembari menggigit bibir dalam nya.

" Alenza bisa melakukannya sendiri Mas." Cicit Alenza pelan.

Pergerakan Arsya terhenti saat mendengar perkataan pelan dari Alenza, pendengaran Arsya menangkap dengan jelas meskipun suara Alenza tergolong sangat pelan saat mengatakannya.

My Friend Is My MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang