"Semalam Divia kembali histeris Len?" Tanya Dania yang saat ini sedang mengobrol berdua dengan Alenza.
Keluarganya akan pergi pulang setelah ini, sebelum mereka pulang Alenza berbicara berdua dengan Mamanya terlebih dahulu.
" Iya Ma." Jawab Alenza.
" Mama tahu kamu pasti bisa buat Divia kembali lagi menjadi gadis periang." Ujar Dania sembari memegang pundak putrinya untuk menyemangatinya.
" Dan tentunya kamu juga len, jangan terus diingat sebagai kesedihan, anggaplah sebagai kenangan manis... Meskipun Mama lebih berpengalaman dalam rumah tangga, tetapi Mama belum tentu memiliki hati besar seperti kamu. Kamu adalah wanita tangguh." Jelas Dania dengan senyum hangatnya.
" Dan wanita tangguh ini lahir dari rahim Mama yang juga sama tangguhnya. Makasih Ma, sudah memberikan motivasi-motivasi baik untuk Alenza." Ucap Alenza dengan memeluk Dania erat.
Alenza bahkan seperti kembali lagi pada usia remaja saat memeluk Dania.
Dania sudah banyak membantunya untuk bangkit kembali dari kesedihan. Benar apa yang dikatakan Dania mamanya, Alenza akan mengenang anaknya yang telah tiada sebagai kenangan manis dalam hidup Alenza. Akan Alenza terus ingat, tetapi bukan untuk diratapi dengan pilu, melainkan dengan hati tulus dan senyum bahagia, karena anaknya pernah ada dalam rahimnya meskipun hanya beberapa bulan.
" Mama pamit pulang dulu. Kapan-kapan kamu, Arsya dan Divia nginep di rumah Mama." Ujar Dania dengan senyum teduhnya.
" In syaa Allah ma, akan Alenza usahakan." Jawab Alenza.
Alenza mengantarkan Dania ke depan pintu utama Mansion. Hartono selaku Papa Alenza sudah menunggu di samping mobil sembari berbincang singkat bersama Arsya.
Mobil yang Zia tumpangi sudah terlebih dahulu jalan, kini hanya tinggal mobil yang di kendarai Gara bersama kedua orang tuanya yang masih tertinggal karena menunggu Alenza yang sedang berbicara dengan Alenza.
" Sudah selesai?" Tanya Hartono.
Dania mengangguk atas pertanyaan dari suaminya. Hartono jalan mendekati Alenza dan mengusap kepala Alenza dengan lembut.
" Selalu bahagia, jaga kesehatan." Ucap Hartono singkat pada putrinya.
Seorang anak perempuan adalah mutiara berharga bagi seorang Ayah. Seperti itulah Alenza ataupun Zia dimata Hartono.
Alenza tersenyum simpul dan mengangguk, lantas mencium punggung tangan Papanya.
" Papa pulang dulu." Lanjut Hartono mengusap dan mencium kepala putrinya, sebelum akhirnya menepuk pundak tegap Arsya sebagai salam berpamitan.
" Kalian Hati-hati dijalan." Ucap Alenza sebelum kedua orang tuanya masuk kedalam mobil.
Mobil yang di kendarai orang tua Alenza melaju meninggalkan area mansion. Menyisakan Arsya yang saat ini tangannya bertengger di pinggang ramping Alenza.
" Mas mau sampai tua kita tetap bersama seperti mereka." Ujar Arsya dengan tatapan menerawang.
" Aamiin." Timpal Alenza membalas pelukan Arsya dengan erat.
" Apa mas terlihat seperti pedofil?" Tanya Arsya dengan tiba-tiba.
Alenza sontak mendongak dan menatap dagu kokoh suaminya yang terpampang dimatanya.
" Siapa yang mengatakannya?" Tanya Alenza dengan wajah serius.
Arsya menyentil dahi Alenza pelan, tidak lupa mengecupnya tepat di dahi yang ia sentil seolah sebagai penawar.
" Definisi mau marah tapi gak jadi." Gumam Alenza pelan.
Arsya terkekeh pelan saat mendengar gumaman polos istrinya yang terdengar sangat menggemaskan di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friend Is My Mama
ChickLit"Len, jadi mama gue ya." Ucap Divia dengan wajah memerah dan air mata yang sedari tadi meluruh. Sontak gadis dengan nama Alenza Putri Hartono meneguk ludahnya susah payah saat mendengar permintaan konyol sahabatnya yang sudah beberapa kali meminta A...