51.returning enemy

857 91 8
                                    

Assalamualaikum.

Happy reading 🌻

"Mentang-mentang udah baikan sama temen lama, gue dilupain, oke! Gapapa." Dinan yang sedang bermain ponsel, segera mendongak, ia melihat Nabila yang sedang bersekap dada, dan mengangkat dagunya.

"Mana ada!" bantah Dinan. "Gue tadi abis ke Elang, tanya aja sama Aldo," ujarnya.

"Halah," cibir Nabila, ia duduk disamping Dinan.

"Gue tuh nggak pernah bohong, bohong kalo gue khilaf aja," bela Dinan.

"Terserah lo!" balas Nabila malas. "Emang lo abis ngapain sama Elang mereka?"

"Kepo banget," tukas Dinan.

"Asu," umpat Nabila, Dinan terkekeh sebentar.

"Masalah Lingga itu, sama Ara," ujar Dinan.

Kening Nabila menyerit. "Gimana siii, bingung."

"Gatau Bil, gue juga bingung," jawab Dinan asal.

"Goblok!" maki Nabila.

"Foto ayo Bil, jarang-jarang kan!" ajak Dinan, lalu membuka kamera, mereka berdua berpose sebagus mungkin.

"Sok imut banget, tapi cantikkk anjir!" decak Nabila melihat hasilnya.

"Nanti gue kirim, sekarang kita mending makan," usul Dinan.

"Masa cuma satuu! Lagi dongg!" senyum Nabila merekah.

"Dih," cibir Dinan. "Makan dulu, nanti foto sampe full memo."

***

Elang menoleh saat merasakan seseorang memegang lengannya. Ia melihat Dinan yang tersenyum sampai terlihat gigi ratanya, melihat senyum Dinan, entah dorongan dari mana bibir Elang ikut membentuk sebuah lengkungan.

"Ngapain ikut senyum?" tanya Dinan, sambil menaikkan alisnya.

"Nular," sahut Elang.

Dinan mencibir pelan. "Ayoo pulang," ajaknya.

"Bentar." Elang mengeluarkan gawainya, yang barusan berdering. Ternyata, Aldo.

"Halo?"

"Lo dimana Lang?!"

"Masih disekolah, kenapa?" tanya Elang berusaha santai, meski ia tahu kalau Aldo sedang dalam keadaan panik.

"Rio Lang, Ri-"

jaringan tidak stabil.

"Halo? Do kenapa?" tanya Elang.

"Markas sekarang!"

Tut!

Elang menatap layar hp nya, sambungan sudah terputus.

Ia menatap Dinan, yang juga sedang menatapnya dengan cemas.

"Kenapa Lang?" tanya Dinan khawatir.

Elang menatap lurus ke depan, tatapannya tampak menajam, ia menggenggam erat ponselnya, giginya bergemlutuk.

"Kenapa?" tanya Dinan lagi.

"Gue anter lo pulang cepet naik, gue harus ke markas," ujar Elang.

"Lo ke markas aja, nanti gue naik angkot," ucap Dinan.

"Nggak, bahaya! Cepet naik." Elang menarik tangan Dinan, dengan sedikit kuat.

"Gak Lang, lo-"

"Gue bilang naik!"

Dinan tau emosi Elang sedang tidak stabil, ia harusnya tidak membantahnya tadi.

***

Kacau. Satu kata yang mendeskripsikan markasnya sekarang.

Elang mendekati teman-temannya dengan tergesa-gesa, yang sedang duduk dipenuhi lebam di wajah mereka.

"Kenapa bisa kalah?" tanya Elang to the poin.

"Anak buah Rio sekarang nambah banyak, dan tadi dimarkas cuma kami berempat," ucap Abdi mewakili teman-temannya.

Tangan Elang mengepal, rasa marah memuncak. "Gue bakal atur strategi, kita bakal bales dendam, gimana pun gue nggak terima ini terjadi!"

"Harus benar-benar pas strateginya Lang, anak buah Rio jago-jago, dan jumlahnya bener-bener banyakk!" ujar Lingga.

Elang mengangguk. "Obati luka-luka lo pada," kata Elang.

"Masih belum seberapa Lang, masih kecil ini," gurau Aldo agar suasana tidak terlalu serius, walau pada akhirnya ia meringis karena lukanya dicubit Abdi.

"Sakit anjing!" teriak Aldo.

"Bilang masih belum seberapa!" ujar Abdi.

"Jangan dicubit juga!" Aldo yang tak terima langsung menjambak rambut Abdi. Dan akhirnya mereka guling-guling dilantai.

"Brisik! Gue mau tidur!" Ricko melangkahkan kakinya, menjauh sedikit.

Elang dan Lingga geleng-geleng.

Merasa kondisi sudah lumayan membaik, Elang membuka gawainya. Tidak banyak chat, karena memang Elang tidak menyimpan banyak nomor, hanya teman terdekatnya. Satu notifikasi menarik perhatiannya, siapa lagi kalau bukan, pacarnya.

Dinan Salsabila.

Elangg, marahh yaaa.

Maafinn.

Tadikan, maksutnya biar cepet, ga lama kalo harus nganterin pulang dulu.

Gaenak tadii diatas motor didieminnn.

Elangg iihh.

Ydh deh, mau tidurr.

Elang menahan bibirnya agar tidak tersenyum, sial! Ia gagal. Ia tersenyum, bibirnya membentuk sebuah lengkungan.

Ia segera mengetik balasannya kepada Dinan, ia merasa bersalah karena mendiamkan gadisnya.

Ga marahh, gue jemput ya? Siap-siap.

Melihat centangnya sudah dua, walau masih abu-abu, Elang yakin sebentar lagi Dinan akan membalasnya.

Aldo dan Abdi melihat Elang senyum-senyum, langsung menyorakinya.

"CIEEEEEE!"

TBC.

See you next chapter ❤️

ELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang