11

2K 208 7
                                    



.

.

.





07.14 SKT

Tubuh mungil itu masih asik terbaring, walau alarmnya berbunyi sejak sejam lalu. Ia merasa sangat pusing, tubuhnya menggigil. Mengingat alerginya kambuh, dia tidak makan malam dan menangis semalaman mungkin dia demam.(?)

Berdoa saja, Jia tidak datang dan menambah sakit dikepala Renjun pagi ini.

"RENJUN!!" Sepertinya, tidak.

Pintu kamar itu dibuka kasar nampak wanita dengan raut wajah tidak bersahabat. "Enak sekali kau tidur bangun dan bekerja. Bayar semua uang yang telah kau curi"

Renjun hanya diam perlahan duduk dan menatap Jia. "Kau tinggal minta pada Ayah" jawabnya

"Cih! Masih mengharapkan Ayah mu? Dia yang menyuruh ku agar kau bekerja. Katanya sih belajar Mandiri, ingat hitung bulan kau akan masuk universitas" ucap Jia membuka gorden kamar minimalis itu. Layaknya interaksi Ibu-anak yang sangat harmonis.

"Sebaiknya kau memilih universitas luar negeri, selain jauh dari Ayah mu akan lebih berkualitas disana" lanjutnya, "Baiklah. Segera mandi dan bekerja, setidaknya bayar hutang mu"

Renjun menghela nafas panjang menatap pintu yang terbuka itu. "Ini masih awal injun-ah" lirihnya

____

"Dia tidak sekolah?" yang ditanyai hanya menggeleng, "Tanpa kabar pula....jarang sekali"

Haechan menyudahi acara minum dengan hikmat lalu menatap Jaemin, "Semalam aku menelponnya..."

Jaemin diam menunggu lanjutan ucapan Haechan, "....Tuan Huang yang menjawab"

"Ayahnya?"

Haechan mengangguk, "Aku saja heran tumben sekali. Padahal aku ingin menanyakan kabarnya"

"Renjun...siapa?" jangan lupakan Jeno yang selalu bergabung dengan mereka.

"Pacar ku...."

Haechan dan Jeno terdiam. Apa katanya pacar??
Jaemin melirik temannya itu dan tersadar akan ucapannya, "Maksud ku, calon...Ya actually aku.. begitulah. Jangan menatapku begitu!"

Haechan masih menatap tajam pria bermarga Na ini. "Akur tidak yakin..." Jeno ikut mengangguk

"AISHH HENTIKAN! KALIAN PASANGAN ANEH!!" kesal Jaemin lanjut makan. Mereka sedang makan siang di kantin sekolah, btw.

"Pelankan suara mu bodoh! Lagian kami tidak.." gerutu Haechan dengan suara pelan. Sebenarnya dia malu, ditambah tatapan teduh dari Jeno.

Nomin hanya tertawa melihat tingkah si gembul ini.



.

.

.

Renjun menyeka keringatnya menatap ruang tamu yang bersih. Ini ruangan terkahir yang sudah ia bersihkan. Sekarang tinggal halaman belakang.
Ia tidak yakin dengan tubuhnya, ia semakin lemas perutnya seakan di lilit tali kasat mata. Sesak rasanya namun ia tidak dapat berhenti, Jia masih di rumah dan sibuk di kamar entah berbuat apa.

Menunggu energi nya pulih, ia akan melihat soal di apk ponselnya. Ponsel? Dimana ayahnya meletakkan ponselnya?

"Bunda...apa Ayah menitipkan ponsel ku.??" tanya Renjun pelan dari pintu kamar Jia.

Jia memutar mata malas, "Tidak. Sepertinya benar, dibuang. Pergilah"

"Huh~~bagaimana aku menanyakan tugas dan soal soal kalau begini:(" gumamnya lirih , "mama!! Injun kangen hueeee..." pekiknya merebahkan diri di kasur.

Omnia Paratus| RENJUN✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang