BAB 40

3.4K 579 25
                                    

Di ruangan serba putih dengan alat - alat medis yang berada di setiap sudut ruangan tersebut. Seorang perempuan berbaring lemah di atas brankar dengan selang yang ada di mulutnya dan perban putih yang membungkus bagian kepalanya.

"Cairannya sudah hampir habis prof, keadaan pasien semakin melemah. Apakah kita menambahkan cairan lagi atau membiarkan begitu saja?" tanya perempuan berseragam putih kepada laki - laki yang ada di hadapannya.

"Tidak usah di tambahkan biarkan saja" jawab sang profesor.

"Hanya ada dua kemungkinan" lanjut sang profesor membalikkan badannya menatap laki - laki paruh baya dan juga wanita yang tak lain adalah istrinya.

"Mati dan hidup" lanjut sang profesor.

"Dan kita tidak ada pilihan lain, jika pun menambahkan cairan lagi maka itu hanya akan memperlemah tubuhnya dan sama saja akan membuatnya mati secara perlahan" ujar sang profesor menghela napas.

"Saya percaya Arsha akan bertahan, dia pasti bisa melewati masa sulitnya" jawab sang wanita paruh baya dengan tegas.

"Prof cairannya sudah habis tetapi belum ada tanda - tanda pergerakan dari pasien" ujar perempuan berseragam putih yang sedari tadi mengawasi Arsha.

"Bagaimana ini prof? jika tidak ada pergerakan maka kemungkinan pasien selamat tidak ada, tetapi jantung pasien masih terdeteksi" jawab wanita berseragam itu lagi.

"Mari kita tunggu hingga 2 jam nanti, cairan masih belum seutuhnya habis di tubuhnya, hanya habis dari kantong cairan saja" ujar sang profesor yang di angguki oleh semuanya.

"Ga-gara jangan ti-tinggalin Sasa"

Dokter yang mendengar Arsha berbicara dengan cepat menekan tombol darurat yang ada di ruangan tersebut, tanpa menunggu waktu lama sang profesor sudah berada di ruangan serba putih tersebut.

"Prof pasien berbiacara dan meracau sedari tadi" ujar sang dokter.

Dengan segera kedua orang berseragam putih itu memeriksa Arsha, beberapa menit kemudian menghela napas lega keduanya tersenyum dan menatap sang pasien yang tak lain tak bukan adalah Arsha.

"Pasien sudah sadar" ujar sang dokter menatap Arsha yang perlahan membuka kelopak matanya.

"Halo nona" sapa sang dokter tersenyum menatap Arsha yang bingung.

"Di-di mana?" tanya Arsha dengan suara seraknya, menatap setiap sudut ruangan tersebut.

"Nona ada di rumah sakit, sebaik nona beristirahat dulu. Tenang saja keluarga nona sudah menunggu sekian lamanya" ujar dokter tersebut tersenyum hangat.

"2021?" tanya Arsha yang di angguki oleh kedua berseragam putih tersebut.

Arsha memejamkan matanya, mencoba mengingat semuanya. Harusnya dia senang kembali ke tahun 2021, harusnya ia senang ia kembali ke tempat di mana ia seharusnya berada. Tapi, bagaimana ia bisa tenang jika ia kembali dengan semuanya yang masih renggang, dengan semua yang ia tidak ketahui.

Yang ia ingat terakhir kali Sagara dan nenek Ainun yang secara perlahan menghilang begitu saja dan ia berteriak dan 2021? Arsha menatap tangan yang di infus, tangannya bergerak meraba kepalanya di balut perban dan kedua sudut bibirnya yang terasa sakit. Perkataan yang ia ingat dari nenek Ainun adalah kereta yang ia tumpangi kecelakaan dan Sagara yang tidak mengenalnya di dunia nyata. Mengingat itu Arsha menatap kosong langit - langit ruangannya, ia merasa sedih dan kesepian.

"Arsha sayang" suara wanita paruh baya mengalun merdu di telinga Arsha.

"Mama" jawab Arsha lirih, ia sungguh merindukan wanita yang memeluknya kini. Keluarganya? ya apa pun yang terjadi mereka adalah keluarganya.

"Kakak akhirnya bangun juga, Cheri nungguin kakak. Tapi kakak gak mau bangun" ujar Cheri adik Arsha, perempuan 14 tahun yang merupakan si bungsu. Arsha anak ke dua dari tiga bersaudara, Arsha yang selalu mendapat omelan karena selalu saja membuat kesal di rumah, dan Arsha si ratu gosip.

"Sayang terima kasih, kamu mampu bertahan. Ayah sayang kamu, ayah bangga sama kau" ujar sang Ayah mencium pucuk kepala gadis itu yang di balas senyuman oleh gadis itu.

"Makasih" jawab Arsha tersenyum.

"Adekkkkkkk" teriak laki - laki dan langsung memeluk Arsha. Laki - laki itu langsung di tatap tajam oleh ayah, mama dan Cheri.

"Abang! kakak baru sadar ya, jangan teriak. Ganggu aja" ujar Cheri menatap tajam Keenan, abang Arsha.

"Iya maaf"

"Tapi abang senang akhirnya kamu bangun sayang" ujar Keenan mencium pucuk kepala Arsha yang di balas senyuman oleh gadis itu.

Arsha menatap haru anggota keluarganya, jika benar bahwa mereka bukanlah anggota keluarga kandungnya tapi persetan dengan apa pun ia tidak akan pernah meninggalkan mereka. Bagaimana pun mereka semua adalah rumahnya dan mereka adalah orang yang peduli pada Arsha.

"Terima kasih" lirih Arsha tersenyum yang di balas anggukan oleh anggota keluarganya.

Semenjak dirinya sadar keluarganya memperlakukannya dengan baik, tapi ia belum melihat kakek dan neneknya. Ia penasaran apakah nenek Ainun adalah sama dengan yang ia temui dalam bawah alam sadarnya. Berarti jika semuanya adalah halusinasi bisakah ia menyebutnya mimpi? tapi harusnya mimpi bukan?

"Kamu nungguin seseorang?" tanya sang ayah mengalihkan tatapan Arsha.

"Kakek nenek mana?" tanya Arsha.

"Mereka sedang di luar kota dua hari lalu, dan setelah mereka tahu kamu sudah sadar lusa mereka akan tiba" jawab sang ayah tersenyum, tanpa Arsha sadari raut wajah ayahnya berubah sendu saat ia mengatakan kakek nenek. Dan tanpa ayahnya sadari bahwa Arsha sudah mengetahui semuanya.

Malam harinya semuanya tertidur kecuali Arsha dan sang ayah, sang ayah yang sedari tadi setia mengelus rambut Arsha. Menatap gadis itu dengan penuh sayang, Arsha adalah putri yang akan selalu ia sayangi. Arsha adalah putrinya.

"Ayah" panggil Arsha.

"Arsha udah tahu semuanya, Arsha gak mau ayah pura - pura bingung atau bersandiwara. Intinya Arsha udah tahu semuanya dan Arsha tidak peduli karena Arsha tetap putri ayah. Arsha bagian dari ayah, Arsha sayang ayah, mama, abang dan adek" ujar Arsha tersenyum menatap sang ayah.

"Ayah juga sayang Arsha, siapa pun Arsha. Arsha tetap putri ayah, kesayangan ayah. Arsha putri ayah" ujar sang ayah dengan penuh haru.

Arsha mengetahui semuanya, berarti Arsha tahu dia adalah anak dari anak orang kaya, berarti Arsha tahu jika orang tuanya terbunuh karena kejadian itu. Ayah Arsha menatap haru putrinya itu, ia kira Arsha akan memilih pergi dan menikmati kekayaan orang tua kandungnya, tapi Arsha malah memilih menetap bersama mereka.

"Putri ayah" ucap sang ayah dengan air mata yang sedari tadi sudah ia tahan.

Tanpa keduanya sadari sang mama belum tidur, perempuan paruh baya itu mendengar semua yang mereka bicarakan. Ia menyayangi Arsha, Arsha adalah putrinya. Sampai kapan pun Arsha adalah putrinya. Tanpa sadar air mata sang mama lolos begitu saja, ia senang, sangat bahagia. Setelah 5 bulan koma dan mengalami masa krisis Arsha sadar dan kembali.

AUTHOR UPDATE LEBIH CEPAT!!!!

Jangan lupa follow+ Vote!!!

See you gengsss

ARSHA JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang