53

5.5K 974 93
                                    

Jaemin menatap ke arah kerumunan orang yang berlalu lalang di depannya. Tatapannya kelihatan kosong, raut wajahnya pun gak mengekspresikan sesuatu. Cowok itu kelihatan benar-benar kehilangan semangatnya. Kalau dihitung-hitung, gak tau udah berapa kali Jaemin menghela napas, berharap perasaan mengganjal di hatinya bakal menghilang seiring dengan helaan napasnya.

Pandangannya mengedar ke sekitar, menemukan semua teman kelasnya sibuk dengan alat olahraga masing-masing, berlari ke sana kemari dan berteriak penuh kesenangan. Tapi Jaemin di sini justru kelihatan menyedihkan, dengan penampilannya yang gak serapi biasa.

Mata kelam Jaemin tertuju ke Haechan yang men-dribble bola seorang diri di tengah lapangan, kepala cowok bermarga Lee itu kelihatan terus-terusan menunduk, menatap bola basket di tangannya.

Ah... ternyata bukan cuman Jaemin yang suasana hatinya mendung hari ini, tapi Haechan juga.

Haechan gak tau kenapa bisa ada di lapangan juga, padahal bukan jadwal olahraga kelasnya sekarang. Cowok itu masih memakai seragamnya yang kelihatan berantakan.

Biar Jaemin tebak. Haechan pasti bolos, bosan di kelas. Setiap kali bolos, cowok itu emang bakalan selalu memilih buat main basket. Dan kebetulan kali ini Haechan memilih bolos ke lapangan indoor di saat kelas Jaemin lagi pelajaran olahraga.

Udah terhitung hampir seminggu semenjak kejadian itu dan mereka berdua belum bertegur sapa lagi. Kalau pun berpapasan di koridor, mereka berdua pasti langsung melongos, pura-pura gak melihat eksistensi satu sama lain.

Jeno juga begitu. Dia kelihatan lebih diam semenjak kejadian itu, juga sengaja menjauh dari ketiga sahabatnya. Jeno gak pernah melampiaskan dan jujur dengan emosi juga perasaannya di depan Jaemin, Haechan dan Renjun, jadi mereka bertiga sama sekali gak tau isi hati cowok kelahiran bulan April itu.

Tatapan Jaemin beralih dari Haechan karena mendengar langkah kaki yang mendekat. Mendongak, Jaemin menemukan sosok Renjun melangkah dengan raket bulutangkis di tangan.

"Lo kelihatan menyedihkan banget, jujur."

Jaemin mendengus pelan mendengarnya. Ditatapnya Renjun yang mengambil tempat dua bangku di sampingnya sekilas. "Emang," sahutnya mengakui.

Renjun terdiam, menatap Jaemin yang kembali menatap kosong ke arah depan. Binar mata cowok bermarga Huang itu kelihatan sukar diartikan, gak terbaca sama sekali.

Sebenarnya, Renjun miris melihat Jaemin kayak gini, juga merasa sedih karena nyatanya pertemanan mereka berempat udah kacau balau semenjak Haechan mengungkap semua kebenaran yang tersembunyi selama ini.

"Lo kelihatan lebih kurus." Renjun mengalihkan tatapannya, gak mau semakin merasa sedih melihat penampilan Jaemin sekarang, nyaris gak terurus.

"Iya. Gak napsu makan."

"Perbaiki apa yang lo bisa perbaiki Na Jaemin." Suara Renjun membuat Jaemin mengalihkan fokus. Ditatapnya Renjun yang cuman berfokus ke depan itu.

"Apa yang bisa diperbaiki emang? Bukannya semuanya udah terlanjur kacau?"

"Bukannya semua kacau karena ulah lo sendiri?"

Bibir Jaemin terkatup rapat. Dia gak bisa mengelak sama sekali. Semua kacau karena ulahnya, karena ulahnya dan Jeno. Kalau aja waktu itu mereka berpikir panjang dan gak memulai taruhan brengsek itu, pasti semuanya gak bakalan kayak gini sekarang.

"Gue tau lo pasti nyesal, tapi gak guna kalo lo terpuruk dalam penyesalan kayak gini. Lebih mending lo nyoba perbaiki apa yang udah rusak dan kacau karena ulah lo itu." Renjun menatap Jaemin lurus, tatapannya kelihatan datar dan serius. "Terpuruk ke dalam penyesalan gak bakal mengubah apapun."

Ex: The Daisy || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang