52

8.4K 1.3K 306
                                    

Jidat Renjun berkerut samar begitu mendengar suara berisik dari arah kamar Haechan yang pintunya terbuka lebar. Dia baru aja menginjakkan kakinya di basecamp, tapi udah disambut suara-suara itu.

Melangkahkan kaki lebih dalam, Renjun akhirnya tau penyebab suara berisik yang didengarnya. Matanya mengedar ke kotak-kotak yang tersusun di dalam kamar Haechan yang kelihatan mulai kosong, padahal sebelumnya ada banyak barang-barang di sana.

"Pindah?"

Haechan tersentak kaget, refleks menoleh ke Renjun yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Menurut Haechan, kehadiran Renjun terlalu tiba-tiba. Dia bahkan gak mendengar suara telapak kaki Renjun yang mendekat, atau suara pintu utama yang dibuka.

"Eum." Haechan kembali fokus memasukkan beberapa bukunya ke dalam kotak sedang di hadapannya. Dia memilih buat fokus dengan kerjaannya, gak ambil peduli soal Renjun yang memilih bertahan di kamarnya atau melipir pergi ke ruangan lain.

"Pengecut. Lo sama aja kayak mereka."

Pergerakan tangan Haechan berhenti beberapa saat, tertohok sekaligus merasa tertampar dengan kalimat yang Renjun keluarkan dengan nada rendah itu. Senyuman miris terukir di bibirnya, bersamaan dengan embusan napas berat yang melewati hidungnya. "Dari awal gue udah jadi pengecut," sahut Haechan gak peduli, tangannya kembali bergerak merapikan barang-barangnya. "Lo baru sadar?" Kekehan kecil terdengar dari bibir Haechan.

Renjun berdecak, memilih buat mengambil satu kotak kosong dan ikut memasukkan beberapa action figure yang Haechan punya ke sana. "Lo gak mau minta maaf? Atau dengerin cerita mereka? Gue yakin kalian bertiga sama-sama berantakan setelah kejadian tadi."

Haechan mengulum senyum dan menggeleng. Sadar Renjun gak melihatnya, dia berbalik, menatap sahabatnya yang lagi sibuk sendiri itu. "Kayaknya natap gue pun mereka gak mau. Tadi Jaemin datang juga, tapi langsung naik ke kamarnya. They hate me."

"Lo rela pertemanan yang lebih dari 10 tahun ini berakhir sia-sia?" Renjun ikut berbalik, menatap Haechan dengan binar serius.

Haechan menggeleng, beralih terduduk di pinggir meja belajarnya. "Gak rela. Tapi kalo ini udah jalannya, gue bisa apa?" Senyuman miris lagi-lagi terukir di bibirnya. "Lo bener, tujuan gue baik walau cara gue salah. Tapi Jun, kalo gak gitu, Joanna sama Chaesa gak bakal percaya begitu aja kalo mereka dijadiin bahan taruhan."

Haechan tiba-tiba ingat sama kedua cewek itu. Dia belum menghubungi mereka, sekedar bertanya keadaan. Tapi kayaknya percuma juga ya? Kayaknya Joanna sama Chaesa juga marah ke dia.

"Seenggaknya lo minta maaf ke Joanna sama Chaesa karena gak ngasih tau mereka dari dulu."

"Emang mau kok." Haechan tersenyum hambar. "Tapi gak hari ini. Gue yakin mereka masih kaget, masih ngerasa beneran kecewa. Biar reda dulu, biar enak ngomongnya."

Haechan melangkah ke arah koper kecil yang tergeletak di sudut ruangan. "Gue mau mindahin barang-barang ke mobil dulu," katanya dan langsung melangkah keluar bahkan sebelum Renjun menanggapi.

Kedua bahu Renjun merosot turun begitu sosok Haechan menghilang di balik pintu ruangan. Dia belom pernah membayangkan kalo seandainya persahabatan mereka bakal berakhir kayak gini. Bahkan Jeno menghilang gitu aja sebelum jam pulang tadi. Dan Jaemin jadi lebih banyak diam, memilih tidur di sepanjang pelajaran.

Kalo Chaesa dan Joanna, Renjun belum melihat kedua cewek itu. Tapi semoga mereka berdua baik-baik aja setelah tau semuanya.

"Lo bakalan beneran pergi dari sini?" Renjun kembali bersuara begitu Haechan melangkah masuk, meraih satu kotak ke depannya buat dipindahin ke mobil.

Haechan mengangguk. "Gak enak kalo gue tetap di sini. Pasti suasananya bakalan canggung banget. Jeno, lo sama Jaemin lebih sering nginep di sini."

"Tapi rumah ini juga atas nama lo. Nama kita berempat."

Ex: The Daisy || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang