Tatapan kosong Chaesa mengarah lurus ke depan, lebih tepatnya, ke salah satu sosok yang berjalan dengan kepala tertunduk di pinggir lapangan di bawah sana.
Mukanya gak menunjukkan ekapresi apapun, seolah dia gak lagi merasakan gejolak emosi dan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya.
Nyatanya, Jo Chaesa selalu berhasil jadi penipu ulung buat dunia dan dirinya sendiri.
Tangan Chaesa yang bertumpu di dekat jendela besar koridor kelihatan mengepal erat, seolah menjadi pelampiasan atas semua emosi dan perasaan yang gak bisa dia tunjukin secara terang-terangan.
Sosok yang sedari tadi diperhatikan Chaesa menghentikan langkah kaki di bawah sana, kemudian tangannya bergerak merapikan syal abu-abu yang ada di lehernya.
Merasa diperhatikan, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri buat mencari sosok yang mungkin lagi menatapnya sekarang. Tapi nihil, dia bahkan gak bisa melihat keberadaan seseorang dengan tatapan yang tertuju sepenuhnya ke arahnya.
Sosok itu kembali melangkah, sampai punggung tegapnya gak lagi tertangkap di indra penglihatan Chaesa.
Kedua sudut bibir Chaesa tertarik pelan, membentuk sebuah senyuman miris. Nyatanya hatinya masih terlalu baik buat merasakan empati yang besar begitu melihat pandangan sendu dan putus asa milik seorang Na Jaemin.
Kalau dihitung-hitung, udah genap 10 hari Chaesa menghindari Jaemin mati-matian. Dia tau kalau setiap malam Jaemin bakalan mengikutinya, melangkah di belakangnya dengab langkah pelan dan berhenti begitu Chaesa menutup pagar berkarat rumahnya. Jaemin seolah mau melindunginya dalam diam, memastikan dia gak kenapa-napa dalam perjalanan pulang walaupun cuma dari jauh.
Chaesa sadar sama semua hal yang dilakukan Jaemin diam-diam selama beberapa hari terakhir ini, tapi dia memilih buat menutup mata, mencoba menahan diri buat gak menoleh ke arah cowok yang gak tau udah berapa kali menorehkan luka di hatinya.
"Jochae."
Menoleh, Chaesa mendapati sosok Haechan dengan coat coklat dan syal hitam lagi melangkah ke arahnya.
Ada senyuman lembut yang terpatri di bibir cowok itu, membuat Chaesa juga menarik sedikit sudut bibirnya buat membalas senyuman itu.
"Kenapa sendirian?" Haechan bertanya begitu langkahnya berhenti tepat di samping Chaesa. Dia juga ikut memerhatikan ke arah lapangan outdoor di bawah sana, tapi gak menemukan apa-apa selain kekosongan. "Dari tadi merhatiin apa sampai seserius itu?"
Chaesa menipiskan bibirnya, memilih berbalik badan dan beralih menyandarkan punggung ke dinding koridor. "Tanyanya satu-satu."
Haechan menyengir lucu. "Sorry. Kalo gitu pertanyaan awal deh, kenapa sendirian?"
Chaesa mengendikan bahu, ada senyuman tipis tanpa makna di bibirnya. "Emang biasanya sendiri. Kalo lo lupa, gue emang gak punya teman, Lee Haechan."
"Tapi gue temen lo." Jawaban spontan Haechan ini sukses membuat bibir Chaesa terkatup rapat, apalagi begitu melihat sorot serius di mata kelam cowok bermarga Lee itu.
"Iya," lirih Chaesa kemudian. Dialihkannya tatapan dari Haechan. "Tapi kenyataannya, gue lebih sering sendirian."
Sekarang giliran Haechan yang terdiam, ditatapnya lamat-lamat sosok cewek di hadapannya ini.
"Jangan natap gue kayak gitu." Chaesa terkekeh pelan begitu sadar tatapan intens Haechan. "Gue udah biasa banget. Jadi gak apa-apa."
Haechan jadi merasa gak enak hati sekarang. "Ya udah, pertanyaan kedua deh." Sengaja, dia memilih buat mengalihkan topik dibanding harus berlama-lama terjebak di dalam topik gak mengenakkan kayak tadi. "Dari tadi merhatiin apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex: The Daisy || Na Jaemin
FanfictionPoin penting dalam hidup adalah menghargai sesuatu yang telah kamu punya. Tapi sayangnya, Jaemin terlambat menyadarinya.