Jaemin menatap trotoar yang dipijaknya. Binar matanya kelihatan kosong, seolah gak ada sinar kehidupan dari sana. Napasnya dari tadi terembus berat, seberat beban yang dipikulnya di bahu dan disimpannya di dalam benak akhir-akhir ini.
Sesekali, matanya bakal memerhatikan ke satu arah, buat memastikan sosok yang ada di dalam salah satu bangunan yang berjejer gak jauh dari tempatnya berdiri tetap baik-baik aja dan gak kehilangan senyuman.
Seulas senyuman tipis hadir di bibir Jaemin begitu matanya melihat sosok itu mengulas senyum. Walau bukan tertuju ke dia, tapi Jaemin tetap bahagia melihatnya.
Punggung Jaemin yang awalnya bersandar dengan resah di salah satu tiang listrik langsung menegak selang 15 menit kemudian. Matanya menangkap sosok yang dari tadi diperhatikannya melangkah keluar dari pintu samping restoran dan kemudian mengukir langkah kecil di atas trotoar dengan kedua tangan bersembunyi di balik mantel tebal.
Kaki Jaemin mengambil satu langkah maju, tapi langsung terhenti. Mendadak dia ingat tatapan kebencian dan binar dingin yang selama satu minggu lebih ini selalu Chaesa beri.
Iya, Na Jaemin dari tadi menghabiskan waktunya dengan memerhatikan Jo Chaesa dari kejauhan.
Bilang aja Jaemin pengecut, karena emang itu kenyataannya. Cowok pemilik marga Na itu bahkan gak punya keberanian sama sekali buat menatap Chaesa dengan baik di saat jarak mereka terbentang cukup dekat.
Embusan napas berat lagi-lagi keluar dari sela bibir Jaemin, menimbulkan kepulan asap tipis di sekitarnya.
Chaesa melangkah ke arah halte bus dan terduduk di sana dengan kedua tangan memeluk diri sendiri, nyoba buat menghalau suhu dingin.
Jaemin menyentuh pelan syal yang ada di lehernya begitu sadar kalau Chaesa sama sekali gak memakai syal. Dia mau ngasih syal itu ke Chaesa, tapi mendadak gak punya nyali karena ingat apa yang udah dia perbuat.
Chaesa bahkan beberapa kali menegaskan buat gak lagi muncul di hadapannya, jadi gimana caranya Jaemin bisa ngasih syal ini tanpa muncul di hadapan Chaesa?
Tubun Jaemim tersentak begitu dengan gak terduga, tatapannya dengan Chaesa justru bertabrakan. Cewek itu kelihatan kaget, sama kagetnya dengan Jaemin, tapi kemudian Chaesa dengan cepat mengendalikan ekspresi dan memalingkan muka. Kelihatan enggan menatap Jaemin lebih lama.
Kepalang tanggung. Jaemin memilih melangkah walaupun otaknya berkali-kali menyuruh buat berhenti. Persetan sama semuanya, yang dia mau cuman ada di dekat Chaesa meski bakalan dapat penolakan lagi dari cewek itu.
Jaemin kangen.
Dia beneran sekangen itu. Jaemin beneran kangen semua hal yang ada di Chaesa, terutama peluknya yang hangat dan nyaman.
"Esa...." Panggilan lirih ini gak berhasil membuat Chaesa menoleh. Cewek itu bertingkah seolah gak mendengar apa-apa, memilih buat menatap lurus ke depan seolah Jaemin gak ada di sekitarnya.
Dengan pelan, dicopotnya syal yang ada di leher, lantas diulurkannya syal itu ke Chaesa. "Pakai, Sa. Dingin."
Akhirnya Chaesa menoleh, membuat tatapan dingin yang menusuk mengarah tepat ke mata Jaemin. "Jangan sok peduli. Taruhannya udah selesai, kan? Then, enough."
Bibir Jaemin yang bergetar terbuka, tapi gak ada satu pun kata yang keluar dari sana. Akhirnya, Jaemin memilih buat ikut terduduk di kursi tunggu halte, juga menatap ke arah depan memerhatikan lalu lalang kendaraan.
Kalau boleh jujur, napas Jaemin tercekat sekarang, dengan dadanya yang terasa benar-benar nyeri dan sesak. Penolakan mm dan segala kata dengan nada datar yang dilontarkan Chaesa ternyata berhasil menggores sesuatu di dalam relung hati Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex: The Daisy || Na Jaemin
FanficPoin penting dalam hidup adalah menghargai sesuatu yang telah kamu punya. Tapi sayangnya, Jaemin terlambat menyadarinya.