Beberapa kali pun Caven mencoba menahan Gei, Gei tak mau berhenti bahkan untuk mendengar kan, Caven terus mengejar nya, entah apa yg di pikirkan oleh gadis ini hingga membuat Caven sangat takut.
"Gei tunggu dulu, aku bisa jelaskan, aku tidak mengerti maksud mu tentang mencelakai bunda mu, kau bisa mendengarkan ku dulu" teriak Caven mencoba untuk menahan tangan Gei namun Gei terus menepis nya.
"Aku minta maaf, dia bukan bawahan ku, dia hanya-"
"Geinero Aurora " teriak Caven
Gei sudah masuk ke dalam taxi dan pergi meninggalkan Caven dengan wajah frustasi nya.
Gei masih gusar, dia sibuk mengotak-atik laptop nya, dia bingung harus melakukan apa setelah ini.
"Kenapa harus mengincar bunda, tapi-" Gei terdiam sejenak, "Apa mungkin sebenarnya memang itu tidak sengaja, atau ini malah, ahkhh.. bagaimana ini, kenapa-"
Gei berhenti saat ponsel nya berbunyi, ada panggilan dari Klaren.
"Halo Klaren" sapa Gei datar
"Gei kamu dimana, cepat ke rumah sakit, bunda mu semakin kritis"
Gei tersentak, segera dia menyuruh supir taxi untuk merubah tujuan yg tadinya ke sekolah, menjadi ke rumah sakit.
"Kalau seandainya ini bukan di rencana kan, maka kemungkinan ada orang lain yg mengincar bunda, dan mungkin saja yg membawa mobil itu panik dan melarikan diri, tapi masalah nya siapa anak itu?" batin Gei frustasi
"Tapi Calvin" Gei sejenak tertegun, mengingat kembali Calvin yg dia kenal tiba-tiba berubah menjadi monster.***
"Apa yg terjadi?" pekik Gei dengan wajah panik saat bunda nya sudah berganti masuk ruangan ICU.
Klaren masih menggunakan seragam sekolah nya sudah di sana bersama Revan dan Zaki.
Dengan berat hari Klaren memberikan sepucuk surat untuk Gei,
"Kata dokter, bunda mu tadi sempat sadar dan kondisi nya sangat baik, bunda mu sempat menulis itu untuk mu, tapi setelah selesai, bunda mu tiba-tiba pingsan dan kondisi nya semakin buruk" ucap Klaren takut-takut
Gei terdiam, mulai membaca surat tangan dari bunda nya.Untuk Gei tersayang
Maaf kan bunda yah, bunda seperti
nya tidak akan lama lagi disini, bunda
tidak akan lagi melihat senyuman
mu, bunda tidak akan lagi melihat
tawamu dan juga marah dan kesal
muMaaf kan bunda yg tidak bisa
memberikan kehidupan mewah
padamu saat dulu.Bunda mendengar suara mu, bunda
sudah mendengar cerita mu, yg
sudah melihat ibu kandung mu
secara langsung, bunda ikut bahagia
mendengar nya.Bunda punya satu permintaan untuk
mu, bunda ingin kau mengingat
selalu akan nama Silva, kalau
tidak ada yg mengingat nya nanti,
lalu siapa lagi, Silva itu putri
kandung bunda, dia kakak mu juga
sayang.Bahagia selalu bersama keluarga mu
yah. Bunda tau, melihat seorang ayah
namun tidak bisa menggapai nya itu
sangat menyakitkan, tapi percayalah
suatu saat kau bisa menggapai nya
dan memeluknya, selama ini kamu
tidak pernah merasakan kasih
sayang seorang ayah, mungkin di
masa depan kamu akan merasakan.Bunda titip Silva ya sayang
Silva masih hidup, tolong carikan
Silva untuk bunda.Dari bunda mu, Revenita
Wajah Gei semakin pucat, hatinya bergetar usai membaca surat dari bunda nya.
"Silva?" lirih nya parau
"Bunda...!" panggil Gei histeris, berulang kali ingin membuka pintu namun tak bisa.
"Bunda jangan pergi" teriak Gei namun nihil, ternyata teriakan itu hanya tersangkut di tenggorokan, dia hanya diam seperti mayat hidup.
Beberapa menit, seorang dokter dengan pakaian serba hijau itu keluar dengan ekspresi rumit.
"Bagaimana keadaan nya dok?" tanya Zaki cemas
"Maaf, kami sudah melakukan yg terbaik, pasien sudah meninggal dunia"
"Bruk...!" ponsel Gei terjatuh ke lantai.
"Bunda..!" teriak Gei tak bersuara, segera dia bergegas masuk ke ruangan untuk melihat bunda nya.
Semua orang bisa mendengar nya, betapa pedih nya mendengar suara isak tangis yg begitu memilukan.
"Bunda...bunda bangun, ini Gei bunda, ayo bangun, bundaaaa...!" cukup sampai disini saja, Gei benar-benar sudah kehilangan semangat nya untuk hidup.
Tangis nya pecah, kali ini dia tak lagi menangis dalam diam, dia terus menjerit memanggil bunda, tapi itu semuanya nihil, karna bunda nya sudah meninggal dunia.***
Seingat nya masih kemarin dia tertawa bersama bunda nya, merayakan ulang tahun ke 16, tapi sekarang kenapa tiba-tiba dia sudah pergi.
Gei berdiri dengan pakaian serba hitam, gadis dengan rambut pajang itu terduduk lemas di depan sebuah makam yg baru saja di taburi dengan kelopak bunga.
Bukan hanya dirinya, tapi banyak orang disana dengan pakaian yg serba hitam.
"Kamu yah tabah yah nak, bunda mu pasti sudah tenang di alam sana" seru bu Anjani, yah teman-teman satu kelas Gei semunya ikut turut berduka cita untuk menemani Gei.
Gei hanya diam, Revan di samping nya tidak bisa berkata apapun.
Pemakaman berlangsung sekitar jam 8 pagi tadi, hingga sekarang sudah jam 11 menjelang siang hari, semuanya sudah berangsur-angsur pergi, hanya menyisakan Gei, Revan, Klaren dan ayah nya.
"Gei" panggil seseorang dengan nada lirih, entah dari mana pria itu berasal.
"Caven?" satu kata yg membuat Revan terkejut bukan main
Klaren mendengar nama itu lagi, yah nama yg di sebutkan oleh Revan yaitu nama seseorang yg menyukai sosok Gei, kini hadir di hadapan mereka
"Ka....kau..kapan kau kemari?" tanya Revan
"Aku..aku hanya-"
"Pergi" suruh Gei dengan nada dingin
Keadaan sejenak menjadi hening, ekspresi Caven menunjukkan kalau dia tengah frustasi, "Aku bisa jelaskan, ini tidak ada hubungan nya dengan ku dan juga Calvin"
"Aku bilang pergi" teriak Gei dengan pupil yg mulai memerah membuat Caven terdiam membatu,
"Ge..Gei kenapa matamu memerah" gagap Klaren ketakutan
"Aku minta maaf" lirih Caven
"Kalau kau ingin mendapatkan maaf dari ku, serahkan orang yg sudah membunuh bunda ku, atau jika aku sendiri yg menemukan nya, maka aku akan menghabisi nya bahkan seluruh klan nya" ucap Gei tegas
Caven memucat, Revan bergetar, apa itu, dia ingin memusnahkan satu klan hanya karena bunda nya.
"Baiklah aku akan mencari nya untuk mu, tapi tidak dengan menghancurkan klan ku"
"Jadi kau yakin jika yg membunuh bunda ku adalah klan mu" Gei tersenyum sinis.
Caven terdiam, "Kau bisa pergi sekarang" usir Revan
"Tapi aku hanya-"
"Kau ingin memperburuk suasana, kau ingin pergi dengan suka rela atau aku yg akan mengusir mu" bentak Revan dengan tatapan tajam.
Caven tak sanggup berkata apapun lagi, "Baiklah aku akan pergi, cepat lah kembali, akan ku tunjukkan siapa sebenarnya yg salah disini" ucap Caven segera melangkah pergi meninggalkan pemakaman.
"Sebenarnya apa yg terjadi Gei, kenapa kau berurusan dengan nya?" tanya Revan.
Gei tak menyahut, pikiran nya masih penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yg membuat nya menjadi semakin gelisah.
Gei juga bingung, lalu kemana keluarga jauh dari bunda nya, mengapa tak satupun ada yg datang untuk menjenguk nya kemarin, atau apa mereka juga tidak tau?
"Bunda, Gei janji akan menemukan Silva, Gei janji akan membawa Silva ke sini untuk melihat bunda, Gei berjanji" batin Gei dengan tatapan nanar.
"Gei, ayo kita pulang, untuk sementara waktu ini, kalian bisa menginap di rumah om" ajak Zaki prihatin.
Gei menggelengkan kepalanya, entah sejak kapan pupil nya itu kenali menjadi hitam, "Besok kami akan pergi, tapi sebelum itu, hari kami masih harus berbenah di rumah" ucap Gei dengan tatapan dingin nya.
Zaki manggut-manggut, "Kalau begitu Klaren akan membantu nanti" sambung Zaki yg di angguki oleh Klaren
"Tidak perlu, nanti merepotkan kami bisa sendiri, besok aku akan mengganti untuk tiket pesawat kemarin, kami akan pergi" pamit Gei melangkah pergi meninggalkan keduanya yg segera di susul oleh Revan.
"Ayah, ada apa dengan Gei" tanya Klaren masih penasaran
"Entah lah, mungkin dia masih terpuruk, kita biarkan saja dia sendiri dulu, mungkin dia masih syok dan belum menerima kepergian bunda nya"
"Tapi mata nya tadi tiba-tiba berubah"
Zaki terdiam lama, "Kalau itu ayah tidak tau, mungkin dia punya kelainan di mata nya, entah lah, yasudah ayo kita pulang, besok kita akan mengantar mereka ke bandara" ajak Zaki
Klaren mengangguk setuju lalu segera mengikut ayah nya untuk menuju ke parkiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN IMMORTAL WORLD
FantasyImmortal Worl, dunia yg terletak di dimensi lain dari bagian bumi manusia, sesuai dengan namanya yaitu dunia abadi, dunia dimana banyak hal yg mungkin terjadi di luar nalar manusia, dan di luar kendali manusia biasa. kehidupan yg di penuhi dengan au...