Sesuai persetujuan Gei katanya!!, akhirnya mereka akan pergi pagi ini juga.
Anak-anak gadis itu sibuk membawa ransel kecil di punggung, entah apa isinya.
Sementara kelima pangeran hanya membawa baju yg melekat pada tubuh nya saja, itu sudah cukup.
"Kalian ini sebenarnya mau kemana sih? mau ke gunung? mendaki?" heran Revan.
"Hanya persiapan, siapa tau kami ingin membeli sesuatu sepulang dari istana" jawab Mira polos
Gei yg terakhir datang juga membawa ransel kecil namun bedanya dia menenteng nya di tangan karena dia sedang menggunakan jaket tipis nya.
"Apa yg kau bawa di dalam tas mu?"
"Oh, di dalam nya hanya beberapa bahan peledak, jika aku bosan nanti, aku bisa melempar nya ke kamar mandi istana" jawab Gei datar
"Hahhhh?" mereka reflek terkejut
"Kau ini, bercanda nya jangan seperti itu" lemas Hely
"Hanya ada buku" jawab Gei selanjutnya, membuat mereka segera menghela nafas lega.
"Kalian mau kemana? kami ikut" ucap seseorang yg baru datang dari arah dalam Academy
Hely dan Mira langsung berdecak kesal, itu adalah Nasari yg datang bersama Renata, Elga dan Meina.
"Kami bukan mau jalan-jalan, kalian tak perlu ikut" tolak Louis menatap Nasari dengan tatapan datar
"Ya sudah kami tinggal ikut, apa salah nya? memang nya kalian mau kemana? kenapa harus bersama mereka?" serka Meina tidak suka.
Fara melirik Gei, gadis yg di lirik nya ini malah sibuk melihat isi tas nya.
"Kami akan pergi ke istana klan Angel, kami di undang oleh yg mulia" jawab Xavier jujur
Meina tersenyum, "Ya sudah kami pasti bisa ikut, aku yakin 100% yg mulia akan senang menyambut kami" ucap nya percaya diri.
"Kau yakin?" ucap Laskar dengan senyuman picik
"Kau tak ingin bertanya dalam rangka apa kami di undang, atau kau tak mau meminta ijin pada seseorang dulu" lanjut Laskar
Meina terbungkam, "Memang nya dalam rangka apa? apa kami boleh ikut pangeran?" tanya Meina pada Revan
"Dalam rangka merayakan kemenangan Gei di turnamen, ayahanda meminta agar Gei hanya mengundang teman-teman nya saja, apa kau termasuk teman nya? jika mau, minta saja dengan nya" sambar Revan menatap Gei.
Meina langsung melongo sejenak, ekspresi nya berubah menjadi kesal da marah, "Kenapa harus? dan untuk apa? lagi pula dia siapa mau mengatur pesta di istana yg sangat tidak pantas untuk dia pijak" gertak Meina
Revan ingin saja merobek mulut gadis ini, tapi dia masih menghargai karena ada Xavier disini.
"Kami bisa datang ke sana untuk hal lain, tak sudi untuk merayakan kemenangan nya" kesal Nasari
"Gei" panggil Laskar
Gei mengangkat kepala dan menghentikan aktivitas nya, tadinya dia ingin memeriksa apakah dia sudah membawa buku yg kemarin, yg belum selesai dia baca, dan juga satu kitab yg sedikit lagi, akan selesai dia baca.
"Apa?" tanya Gei datar
"Mereka ingin ikut, kau mengijinkan nya?"
"Sudah ku bilang kenapa harus meminta ijin nya, kami meminta ijin pada pangeran Revan" ketus Meina
"Berisik, aku saja ikut karena dapat undangan dari nya, jika Gei tidak mengijinkan, maka aku tak boleh kembali ke istana kau mengerti" cerocos Revan
"Bagaimana Gei?" tanya Louis
"Aku kehabisan undangan, jika mereka mau, minta saja kepada ayahanda"
Revan mendengus kesal, Xavier dan Laskar juga Caven dan Louis tersenyum geli melihat nya.
"Sudahlah ayo kita pergi, aku harus mengurus beberapa hal di sana" ucap Gei segera membetulkan posisi ransel nya di punggung.
"Ayo..!" Fara juga segera berjalan beriringan bersama Hely dan Mira, sementara kelima pangeran berjalan di belakang mereka.
"Kami tetap akan ikut" geram Meina yg mulai mengekor bersama ketiga teman nya, namun sepertinya mereka tak menggubris kehadiran ke empat para putri itu.
Mereka memutuskan untuk berjalan kaki saja, Hely dan Mira kini berjalan sejajar dengan Revan dan Laskar, mereka nampak asik membicarakan Gei.
Sementara Louis kini berjalan sejajar di antara Fara dan Caven.
Berbeda dengan Xavier berjalan beedua bersama Gei, meski kadang Revan bejalan cepat dan menyusul mereka, maka Xavier akan berada di antara Gei dan Revan, untuk apa lagi kalau bukan untuk menengahi pertengkaran keduanya.
"Aku tau, kue dengan rasa coklat akan enak, buatan tante Rina tidak ada duanya" puji Hely
"Mungkin kita akan pergi ke sana setelah dari istana, lalu ke pasar, bukan nya kalian tadi ingin belanja?" ucap Laskar yg di angguki keduanya.
Meina benar-benar kesal karena dari tadi dia memanggil dan ingin mengajak bicara, namun tak satupun ada yg menjawab.
"Sudah lah lebih baik kita ke pasar saja" sela Elga
"Tidak, kita tetap akan ikut"
"Bagaimana kalau mereka mempermalukan kita nanti disana" sela Renata membuat Meina terdiam sejenak.
"Ahk...!" suara pekikan itu membuat semuanya berhenti, tidak terkecuali Gei.
Semuanya segera menoleh ke arah sumber suara, "Kau kenapa?" tanya Renata. Elga menggeleng pelan, "Hm... tidak aku hanya-" Elga menghentikan ringisan nya, sambil mencengkram ujung bajunya.
"Ayo cepat, nanti kita terlambat" ketus Laskar tak peduli
Mereka kembali melanjutkan langkah, meski dengan pemikiran yg berbeda-beda.
"Aku dan Elga akan kembali saja, mungkin Elga kelelahan" ucap Renata prihatin
"Lelah apanya, dari tadi kita cuman berjalan saja" heran Meina acuh
"Aku...aku..tidak bisa, sakit sekali"
"Hei..apa kita tidak membantu nya, seperti nya dia kesakitan" ucap Fara melirik sekilas ke belakang.
"Sudah Fara, seperti kau tidak kenal mereka saja, paling hanya sandiwara"
"Benar sekali" Hely mengangguk
"Tapi-"
"Dia terlihat kesulitan untuk bernafas"
Gei tiba-tiba menghentikan langkah nya, perlahan menoleh ke belakang, saat itu juga Elga dan Renata berbalik hendak kembali.
Tanpa di duga, hanya hitungan detik, Gei melesat dan tiba di hadapan kedua putri yg hendak pulang itu.
Gei bisa melihat jelas wajah pucat dari Elga, "Jangan menunduk berdiri dengan benar, agar kau tidak kesulitan untuk bernafas" ucap Gei tanpa ijin mendorong dada Elga pelan, dan menahan punggung nya, gadis itu segera berdiri dengan tatapan lurus ke depan.
Segera Gei menarik nya untuk duduk di bangku yg ada di seberang jalan.
Perlakuan Gei tentu membuat semuanya terheran. Gei masih menatap sosok di sebelah nya dengan intens.
"Kau minum dulu" tawar Renata
Sebelum botol air minum itu sempai di terima di tangan Elga, Gei menepis nya kasar hingga botol itu itu di hempas jatuh ke tanah, "Jangan minum sebelum kau bernafas dengan normal" ucap nya tegas.
Gei cukup curiga, tanpa basa-basi dia menyingkap jaket tipis yg di gunakan oleh Elga, berharap menemukan sesuatu di pergelangan tangan nya, tapi nihil.
"Kenapa aku berpikir dia Silva, mustahil" lemas Gei karena tak menemukan ada tanda lahir disana.
Pandangan Gei sangat jelas, dia bisa melihat setiap lekuk wajah Elga terlihat pucat, tidak ada warna yg menunjukkan dia sehat, dia sama saja seperti mayat hidup.
"Kau sangat lemah" ucap Gei dengan tatapan penuh selidik
Elga terdiam cengo, "Jangan bicara asal, kau meragukan nya, dia bahkan pernah menang turnamen sebelum kau ada kau tau" sinis Renata.
"Oh ya? kau percaya dalam satu kali gerakan aku bisa membuat nya pingsan?"
Ucapan Gei membuat keadaan hening.
"Kau terlalu sombong-"
"Bugh..!" Gei menusuk dada bagian atas kiri dengan dua jari, saat itu juga Elga terhuyung dan tidak sadarkan diri.
"Bawa dia kembali, dia harus istirahat, kalau sampai dia berjalan selama lebih dari sepuluh menit, dia akan muntah-muntah dan pusing" ucap Gei
Gei beranjak membiarkan Elga terbaring di bangku panjang.
Tidak ada yg membuka suara, hanya beberapa menit, "Dia baik-baik saja?" tanya Laskar kaku
"Kau ingin membawa nya kembali? silahkan, aku hanya membuat nya pingsan sebentar, karena dia butuh istirahat, dia sangat lemah, mungkin dia tidak makan tadi pagi" ucap Gei asal.
"Ahk ya sudah lah, kalian yg membawa nya, jadi bawa saja kembali, awas saja kalau tidak sampai ke Academy" ancam Laskar
Renata segera mendekati Elga, begitu juga dengan Nasari dan Meina.
"Kau tau dari mana, apa putri Elga pernah cerita padamu?" tanya Louis penasaran
"Tidak, aku hanya pernah melihat orang sepertinya" jawab Gei datar, mereka masih diam di tempat memperhatikan bagaimana ketiga gadis itu sama-sama mengangkut tubuh Elga dan pergi melesat ke Academy.
"Kau ini seorang tabib?" heran Mira geleng-geleng.
"Apa kau mempelajari hal itu, untuk menolong seseorang yg sedang kau cari?" pertanyaan itu hanya terdengar di nurani Gei, yah karena Caven berbicara lewat telepati kepadanya.
Gei terdiam, "Gei sebenarnya ada yg ingin aku bicarakan"
"Nanti saja" balas Gei masih berbicara lewat telepati. Caven mendesah lemas.
"Ayo!" ajak Revan membubarkan lamunan mereka, agar mereka segera pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN IMMORTAL WORLD
FantasyImmortal Worl, dunia yg terletak di dimensi lain dari bagian bumi manusia, sesuai dengan namanya yaitu dunia abadi, dunia dimana banyak hal yg mungkin terjadi di luar nalar manusia, dan di luar kendali manusia biasa. kehidupan yg di penuhi dengan au...