"Iya tau yang udah punya cewek yang kayaknya alim deh, pasti lebih alim dari aku, tapi kan... auah nyebelin" _Alvania.
----------------
"Mbak... " panggil Karin dari lantai bawah kepada Vani yang sedang bermain handphone di kamar nya yang terletak di lantai dua. Ini lah yang dilakukan Vani kalau pulang dari pesantren. Setelah selesai melepaskan rindu dengan mama papa dan adiknya yang terlalu cuek itu, Vani akan membuka sosial media nya. Apa yang dia lakukan? Tentu saja membuat instastory yang isinya mengabarkan pada dunia kalau dia sudah pulang. Bukan dunia sih, tapi teman teman nya yang berasal dari SMP nya dulu. Selain itu juga masih banyak kenalan kenalan nya yang tidak mondok. Malah teman nya yang dari SMP dan melanjutkan pendidikan ke pesantren bisa dihitung jari.
"Iya, ma" Vani bergegas turun ke lantai satu. Meninggalkan handphone dengan layar yang masih menyala menunjukkan percakapan nya dengan teman nya. Kalau di rumah, Vani memang sering teledor dan seenaknya. Kan ada mama. Jawab nya kalau sudah diomeli mamanya karena ceroboh. Vani selalu menganggap semua tak akan jadi masalah kalau ada mamanya yang siap mengontrol.
Walau anak pertama, Vani bisa tergolong manja. Vani tidak pernah bertingkah dewasa kecuali kalau sedang benar benar darurat.
"Mama boleh minta tolong nggak? " Tanya mama ketika Vani sudah sampai di tangga paling bawah. Mamanya ini tidak pernah memaksa. Dan tidak pernah marah marah, hanya mengomel saja. Tapi itu justru membuat Vani dan Dhirga tidak bisa menolak. Bisa sih tapi enggan.
"Boleh, emang apaan ma? " Vani mendekati mamanya di meja makan.
"Beliin ini ya. Di alfamart yang deket sini aja biar cepet" Mama menyerahkan kertas yang berisi daftar apa yang harus dibeli Vani. Vani mengangguk sambil menerima kertas kecil itu dan berlalu.
"Syiap... grak" Vani memposisikan dirinya seperti sedang hormat saat upacara bendera. Lalu mengambil uang yang diulurkan mamanya dan pergi ke garasi untuk mengeluarkan motornya.
----------------
"Gus... jalan jalan yuk" Ajak neng Najwa kepada Azhar yang sedang asyik berbincang dengan mbah roko di teras depan.
"Kemana? " Tanya Azhar, dari suaranya terlihat malas.
"Ya ke sekitar sini aja, liat liat lingkungan sekitar. Cari angin lah"
"Angin kok di cari" jawab Azhar.
"Ih... kan cuma istilah" Neng Najwa malas berdebat. Sebenarnya ingin pergi sendiri, tapi nanti pasti dimarahin Azhar, ia kalau cuma dimarahin, kalau dilaporin ke Ummah kan berabe.
"Mbah, tak tilar mlampah mlampah sekedap nggeh, nuruti neng Najwa" Pamit Azhar pada mbah roko yang sedang menyesap kopi.
"yo kono. Seneng ke adimu" Mbah roko memberikan izin.
Lalu mereka keluar rumah dan berjalan beriringan menyusuri jalanan. Karena neng Najwa itu tinggi untuk ukuran cewek, tinggi badan nya tidak jauh berbeda dengan Azhar hanya sekitar 5 cm. Wajah mereka juga tidak terlihat mirip kalau hanya sekilas. Mereka lebih terlihat seperti pasangan dan bukan kakak beradik.
Mereka berjalan sudah sekitar lima belas menit dan tiba-tiba neng Najwa berhenti di depan alfamart.
"Gus, neng Najwa beli minum dulu ya, haus soalnya. Gus Azhar mau beli juga? " Neng Najwa memperagakan seolah sedang kehausan akut.
"Ah lama, nggak usah ikutan masuk" tanpa persetujuan Azhar, Neng Najwa sudah ngacir masuk ke dalam alfamart. Dan Azhar hanya mengangguk walau dia tau Najwa tidak akan melihatnya.
Karena bosan, Azhar mengedarkan pandangannya. Tanpa sengaja, Azhar melihat seorang wanita berjilbab maroon yang sedang menunggu lampu merah untuk pejalan kaki agar berubah menjadi hijau, di tangannya ada sebuah kantong plastik besar dengan logo alfamart.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is mine (END, Segera Terbit)
Teen Fictiontentang Alvania yang tidak pernah menduga akan apa yang terjadi pada hidup nya ini cerita berlatar pesantren dan kehidupan santri peringkat yang pernah diraih # 1 dalam jurusan