"pasti, Al. Doaku mengiringi setiap langkah istri ku" _gus Azhar
----------------
"Gus, Vani minta do'anya ya" ucap Vani saat sebelum gus Azhar keluar kamar.
"Pasti, Al. Doaku mengiringi setiap langkah istri ku" gus Azhar tersenyum, mendekati Vani dan mencium kening Vani beberapa detik. Ia ingin terus seperti ini. Gus Azhar yang selalu tersenyum dan dekat dengan nya. Bukan gus Azhar yang mengacungkan nya.
"Dianter Fezral?" Tanya gus Azhar memastikan.
"Enggeh, gus"
Rombongan yang akan ikut lomba memang diantar kang Fezral dan menggunakan mobil ndalem. Ini adalah bentuk perwujudan untuk mereka yang insya Allah akan mengharumkan almamater madrasah.
"Hati hati ya, Al" gus Azhar kembali mencium kening Vani.
'Bukan hanya dalam perjalanan, Al. Hati-hati juga dengan hati mu' batin gus Azhar.
----------------
"Good luck, my best friend" Ata melambaikan tangannya pada Vani sebelum Vani masuk mobil.
"Good luck, honey" Mela ikut ikutan melambaikan tangannya.
"Thanks you so much" Vani melemparkan ciuman jarak jauh nya lalu masuk ke mobil bagian penumpang depan, samping kursi kemudi, di samping kang Fezral.
Beberapa lontaran canda tawa dilemparkan oleh santri putri di belakang selama perjalanan menuju tempat perlombaan. Suasana pun tidak canggung, tapi tidak untuk Vani yang tetap kikuk di sebelah kang Fezral.
Mobil ini hanya diisi santri putri, peserta lomba dari santri putra memilih menggunakan motor karena hanya dua orang.
Sampai disana kami turun. Memandang takjub desain bangunan tempat perlombaan, MAN jadda WA jadda. Namanya memang unik sama seperti bangunan nya yang lebih mirip museum daripada gedung sekolah.
"Vani!" Panggil kang Fezral setelah berhasil memarkir mobil.
Vani menengok, menaikkan sebelah alis nya sebagai kata ganti APA.
"Semangat ya" kang Fezral tersenyum tulus. Vani berhenti bernapas sejenak saat melihat senyum itu. Sementara jantung nya berdegup tak karuan.
Vani mengangguk sambil balas tersenyum. Manis. Karena merasa ini sudah berlebihan, Vani membalikkan badan nya. Bergabung dengan santri putri yang lain. Dan tak selang lama Ilham dan Anam perwakilan dari santri putra yang berhasil lolos ke tahap provinsi.
"Eh, kang Fezral!" Vani berbalik.
Kang Fezral melakukan hal yang sama seperti Vani tadi, menaikkan sebelah alisnya.
"Daripada bosan menunggu berjam jam, kang Fezral balik ke pondok dulu nggak papa. Nanti kalau udah, Vani hubungi"
"Ah, tidak perlu, teman saya ada yang menjadi guru disini. Tadi saya sudah menghubungi dan katanya dia punya waktu senggang untuk menemani saya" tolak kang Fezral.
"Ouh ya udah kalau gitu. Makasih ya, kang" Vani tersenyum lagi.
Perlombaan ini memang hanya dikhususkan untuk madrasah. Jadi yang mengikuti hanya MAN atau MA saja baik pesantren atau tidak. Tidak ada SMA apalagi SMK yang ikut.
Sebenarnya perlombaan ini tidak hanya di jenjang Aliyah, ada juga untuk tsanawiyah dan ibtidaiyah. Tapi hari ini hanya untuk madrasah aliyah.
Sampai di tempat pendaftaran mereka hanya perlu menyerahkan kartu Identitas yang memang sudah disiapkan sebelum nya oleh pengurus madrasah.
Mereka berpencar masuk ke ruangan nya sendiri sendiri sesuai mapel yang dilombakan.
----------------
Satu jam yang diberikan untuk dua puluh lima soal. Bel tanda waktu telah habis berbunyi.
Vani keluar dengan berkali kali menghela napas. Melangkah ke tempat tadi mereka berpisah karena memang sudah dibicarakan.
"Gimana?" Vani membuka percakapan. Mereka hanya menghela napas bersamaan.
"Bahkan mungkin yang universitas aja nggak bisa ngerjain, mbak Vani" Ucap putri. Presiden itu memang ikut perlombaan.
"Yang buat soal kayaknya lupa ini soal buat siapa. Dikira buat tugas akhir kuliah ap?" sambung Ilham.
"Aku mah cuma pasrah. Mengandalkan shalawat aja lah" Anam lebih parah.
"Ternyata nggak cuma aku ya yang kayak disiksa di dalam?" itu suara Rina.
"Terus ini kita ngapain lagi?"
"Ya nungguin pengumuman lah"
"Emang pengumuman nya kapan?"
"Kalian nggak baca di peraturan pengerjaan soal?" tanya Vani.
"Boro boro, mbak baca aturan ngerjain. Nggak baca juga waktu nya dah mepet"
"Haha, pengumuman nya empat puluh lima menit setelah selesai ngerjain"
"Ya udah makan makan aja yuk, neng" usul Ilham.
"Lah nggak bilang bilang dari awal. Aku nggak bawa uang banyak ini"
"Nggak papa, nggak usah dipikir. Langsung aja yuk, dimana?"
Vani memutuskan yang membayar nya, mereka tidak didampingi guru karena memang ada Vani. Berarti tanggung jawab mereka juga ada di Vani. Begitu lah pemikiran Vani.
Mereka cengengesan saat tau maksud ucapan Vani.
Vani membuka aplikasi hijau di wajahnya untuk menghubungi kang Fezral.
_-_
'assalamu'alaikum, kang'
'waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, pripun?'
'niki kan pengumuman ni pun kan 45 menit maleh. Anak anak mau makan makan dulu. Bisa nganterin, nggak?'
'nggeh saget, sekedap maleh kulo mriku'
'mboten ngganggu to?'
'mboten'
'matur suwun, kang. niki sampun sami teng mobil'
'segera'
_-_
Vani menutup handphone nya.
"Gimana neng?" tanya mereka dengan memasang wajah serius, seolah ini adalah sesuatu yang sangat penting.
"Sebentar lagi" Jawab Vani sambil tersenyum.
"Ya udah kalau gitu, neng. Saya sama Anam ambil motor dulu ya" pamit Ilham.
Tak selang lama, sekitar lima menit, kang Fezral datang dengan seorang lelaki bersama nya.
"Saya Agam, temannya kang Fezral" lelaki yang bersama kang Fezral itu mengenalkan dirinya sebelum kami sempat bertanya.
"Boleh ikut kan? Santai saja, saya bawa motor sendiri kog" sambungnya yang langsung kami setujui. Agam tersenyum melihat respon baik dari kami.
----------------
pripun: bagaimana.
niki kan pengumuman ni pun kan 45 menit maleh: ini kan pengumuman nya 45 menit lagi.
nggeh saget: ya bisa.
sekedap maleh kulo mriku: sebentar lagi saya ke sana.
mboten ngganggu to: tidak mengganggu kan.
mboten: tidak.
matur suwun, kang: terimakasih, kang.
niki sampun sami teng mobil: ini pada sudah di mobil.ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is mine (END, Segera Terbit)
Teen Fictiontentang Alvania yang tidak pernah menduga akan apa yang terjadi pada hidup nya ini cerita berlatar pesantren dan kehidupan santri peringkat yang pernah diraih # 1 dalam jurusan