mangabari ndalem

2.6K 161 0
                                    

"Alhamdulillah, bah. Keluarga kami memutuskan untuk menerima lamaran gus Azhar untuk Vani anak kami" _Kevin

----------------

Vani melihat ke jam tangan nya, sudah pukul delapan lebih seperempat jam.

Seluruh keluarga besar Vani yang tadi malam banyak menginap meskipun beberapa juga pulang ke rumah dan pagi pagi benar sudah datang.

Beberapa punjungan berisi beberapa jenis makanan sudah disiapkan untuk menuju ndalem, kata orang Jawa itu sebagai luwes luwes.

Mereka keluar dari rumah besar Vani bersama sama, mobil mereka sudah disiapkan juga oleh mang Ujang, satpam yang juga sering menjadi sopir kalau Kevin sedang tidak ingin mengendarai mobil sendiri. Memang Kevin tidak memperkerjakan seseorang untuk sopir karena sejujurnya Kevin tidak begitu nyaman kalau banyak orang asing yang bersliweran di rumah nya.

Vani duduk di kursi penumpang, dikelilingi oleh Afcela dan Brasco. Mobil ini dikemudikan oleh papa Kevin, dua kembar ini memang memilih ikut mobil om nya. 'siapa tau besok udah ga bisa satu mobil lagi sama mbak Vani' begitu jawab mereka.

Sementara Dhirga duduk di kursi penumpang mobil milik om Faris, orang tua Afcela, Brasco, dan Selena, adik mereka yang masih berusia lima tahun dan kini duduk di sebelah nya. Dia sih cuek aja, cuma masalah duduk di mobil, nanti disana mereka juga sama sama.

Perjalanan tiga puluh menit itu dilalui Vani dengan seru dan tidak membosankan karena celetuk celetukan konyol yang dilontarkan oleh kembar tidak identik itu ditambah Vani yang memang cerewet membuat mobil tidak pernah lengang. Bahkan Vani sudah tidak gugup lagi karena hiburan dari dua sepupunya ini.

"Assalamu'alaikum, buk. Badhe kepanggil abah?" Tanya gadis penjaga itu dengan lembut dan badan yang sedikit di bungkuk kan sebagai rasa hormat.

"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Maaf, mbak. Maksudnya apa?" Tanya Karin. Vani bersama Afcela dan Brasco sedang menurunkan beberapa punjungan yang dibawa.

"Ouh, maaf, buk. Ada keperluan apa? Apa mau bertemu abah?" ucap mbak penjaga itu yang paham kalau orang yang diajak bicara nya tidak paham bahasa Jawa.

Santri disini berjumlah ribuan yang berasal dari segala penjuru dan pastinya dari keluarga yang berbeda. Banyak juga wali santri lainnya yang tidak paham bahasa Jawa.

"Boleh bertemu abah?" tanya Karin.

"Ouh ya, bu. Masuk saja, ada juga wali santri yang sedang soan abah" gadis itu mempersilahkan.

"Kog kayak mbak mbak resepsionis di kantor papa ya?" Tanya Afcela sambil berbisik mengamati mbak penjaga.

"Kalau mbak resepsionis kan sopan karena dibayar. Kalau mbak sini kan emang asal sopan, bentuk takdhim nya pada abah ini tuh" jawab Vani asal karena bingung bagaimana akan menjelaskan.

Saat rombongan keluarga Vani sudah di depan ndalem, wali santri yang sedang soan sedang keluar ndalem. Mungkin sudah selesai.

"Bu, pak" sapa wali santri itu sambil mengangguk saat melewati rombongan Vani yang dibalas anggukan juga. Berbasa basi di tanah Jawa memang seperti ini meskipun tidak kenal.

Mereka masuk ndalem, abah sudah disana, duduk di atas sofa. Memang tadi Vani sudah menghubungi kang Ilham dan bilang kalau mereka akan kesana agar abah bisa meluangkan waktunya. Jadi mereka tidak terkesan mengganggu kalau abah sibuk.

"Assalamu'alaikum... " seru kami saat mulai menginjakkan kaki masuk ndalem."Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh... ayo duduk saja semua. Monggo sedanten mawon" abah berdiri untuk menghormati tamunya.

Mereka semua duduk di sofa itu.

"kang, kang" Panggil abah pada salah satu abdi ndalem yang sedang lewat.

"Nggeh, bah?" abdi ndalem itu berjalan dengan lututnya sambil menunduk menuju abah.

"Timbalke Azhar, Najwa, karo Ummah yo, kang" abah dawuh.

"Nggeh, bah" ucap lelaki itu lalu kembali berjalan mundur dengan lutut nya  keluar ruangan.

"Ayo, diminum dulu dan cemil makanan nya" Abah mempersilahkan.

Memang sudah disediakan minuman teh hangat, abdi ndalem yang berjaga memang tidak hanya untuk melayani wali santri yang hadir tetapi juga menyiapkan minuman kalau ada tamu. Tanpa disuruh.

"Enggeh" jawab kami sebisanya sambil menunduk.

"Kog kayaknya santri nunduk banget ya sama abah. Emang abah galak?" Bisik Afcela lagi.

"Engga, ini tu bukti kalau kita itu menghormati abah, sangat menghormati. Takdhim gitu loh, bukan karena galak. Kan abah itu guru kita semua" Vani mencoba menjelaskan pada sepupu nya yang memang tidak tau apa apa dengan pesantren.

"Jadi besok kalau mbak Vani udah jadi istrinya gus Azhar, mbak Vani bakal diginiin sama para santri?" Tanya nya lagi.

"Ya, enggak tau. Mereka menghormati keluarga ndalem kan karena ilmu yang dimiliki mereka, lha embak aja nggak pinter ilmu agama. Jadi ya tidak bisa dipastikan" ucap Vani lagi. Afcela hanya mangut mangut.

"Assalamu'alaikum" Ujar Ummah lalu duduk di sofa sebelah abah. Kami menjawab salam itu.

"Ayo diminum dan dicemil, kog dianggurin" Ucap Ummah lalu membuka beberapa toples roti dan didekatkan kepada kami.

"Enggeh" ucap mama seadanya. Bingung ingin menanggapi apa, takutnya kalau kurang sopan.

"Jangan malu malu lah" ucap Ummah lagi, kami hanya mengangguk segan.

"Assalamu'alaikum" ucap gus Azhar yang masuk bersama neng Najwa.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" Ucap kami dan dua orang yang baru datang itu segera duduk.

"Jadi tujuan kami kesini adalah untuk memberi tau keputusan kami, bah" ucap papa mulai serius.

"Nggeh, dados keputusan e pripun?" Tanya abah, terlihat Ummah, Gus Azhar dan neng Najwa menunggu dengan harap harap cemas.

"Alhamdulillah, bah. Keluarga kami memutuskan untuk menerima lamaran gus Azhar untuk Vani anak kami" Jawab Kevin sambil tersenyum. Terlihat Ummah, gus Azhar dan neng Najwa berangsur lega dan terdengar ucapan syukur dari bibir mereka.

Pembicaraan berlanjut ke tanggal baik untuk pernikahan. Tanggal yang dipilih kan adalah tanggal satu Muharram. Pernikahan memang dilakukan cepat sebelum Vani lulus.

Semua dipertimbangkan dan diputuskan kalau tanggal itu memang yang terbaik. Sesuai kondisi abah yang semakin memburuk akhir akhir ini. Bahkan tadi pagi setelah subuh, abah tidak sadarkan diri membuat mereka semakin khawatir.

Karena keputusan sudah diambil dan Vani menerima nya dengan lapang dada. Ia niatkan ini untuk mencari berkah dan ridho Abah Ummah.

"Ya Allah, ridhoi lah keputusan hamba dan berkahilah setiap langkah hamba. Hamba niatkan semua ini sebagai bentuk pengabdian Ya Allah. dan ridhoi lah hubungan kami. Ridho i kami hingga menjadi pasangan mesra yang saling bahu membahu menuju ke jalanmu Ya Allah" Doa Vani dalam hati dengan sungguh sungguh.

Sementara itu, gus Azhar mencuri pandang kepada gadis yang sudah menerima lamaran nya, sungguh gus Azhar sangat bahagia dan selalu mengucapkan syukur dalam hati nya.

"Kog kayaknya wajah nya nggak seneng ya?" batin gus Azhar saat melihat wajah Vani yang terlalu sulit di gambar kan.

"Mungkin dia masih kaget" batin gus Azhar lagi sambil masih melihat Vani.

Bismillah.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

He Is mine (END, Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang