"mbak, apapun keputusan mbak. Mama akan menghargai" _mama karin
----------------
Vani masuk ke ndalem lewat pintu samping mengikuti intruksi dari Putri.
Putri itu adalah Presiden Pesantren, berkedudukan sama seperti ketua OSIS di SMA, tapi tanggung jawab nya lebih besar karena selain mengurus di sekolah, Putri juga mengurus di pesantren. Selain itu Putri juga harus siap menerima perintah dari ndalem dan abdi ndalem. Putri seolah adalah perantara antara santri, abdi ndalem dan keluarga ndalem.
Dulu Vani juga menjadi salah satu pengurus, tapi karena sudah kelas tiga, posisi Vani lengser dan digantikan oleh adik kelas nya.
Karena Putri adalah perantara santri dan ndalem, jadi pantas kalau Putri yang disuruh menyampaikan pesan dari ndalem.
"Assalamu'alaikum" ucap mereka pelan saat sudah menapakkan kaki mereka di lantai ndalem.
"Mbak Vani! Langsung masuk ke kamar abah saja" Suara Fezral menginterupsi. Vani sedikit terhenyak. Sudah lama dia tidak melihat Fezral apalagi saling berbicara. Tak bisa dipungkiri kalau Vani masih menyimpan perasaan itu kepada Fezral.
"Ayo, mbak Vani" Putri memegang lengan Vani. Vani yang masih mematung kini terjengit kaget. Vani langsung mengucap istighfar sebanyak mungkin di dalam hati nya.
Bagaimana mungkin Vani melamun sampai Fezral yang tadi menunduk di hadapan nya kini sudah pergi. Tanpa pamit atau sekedar tersenyum seperti dulu. Vani kecewa, tapi dia juga sadar posisi nya sekarang.
Perilaku kang Fezral sudah benar terhadap Vani. Jika kang Fezral masih berperilaku seperti biasa nya, itu malah akan menyulitkan Vani.
"Dhirga?" Selain Dhirga ternyata sudah ada mama, papa dan keluarga ndalem lainnya. Bahkan ada juga neng Nela.
"Mbak Vani. Putri balik dulu aja ya" ucap Putri berbisik. Vani tau kalau adik kelas nya ini pasti canggung, walau Vani sebenarnya menahan agar tetap disini, Vani tidak enak dan hanya mengangguk.
"Jangan bilang apapun ke siapapun ya, Put" Vani memegang tangan Putri saat sudah berbalik.
Vani percaya kalau Putri adalah orang yang amanah, kalau tidak dia tidak akan menjadi presiden. Meski Vani tidak mengatakan itupun, Putri pasti tidak akan membocorkan ini, terlalu lancang menurut nya.
----------------
"Mbak, apapun keputusan mbak. Mama akan menghargai" Karin mengelus puncak kepala Vani yang sedang terbalut jilbab hijau tosca. Itu selalu dilakukan oleh Karin untuk menenangkan anak anak nya. Dan terbukti kini Vani sudah sedikit lebih baik.
Vani masih tetap dalam diamnya. Belum bisa mencerna ucapan Ummah dia menit lalu dengan benar. Otak pintar nya yang selalu membuat pesantren bangga kini tiba tiba buntu.
Vani mulai memahami maksud Ummah, tapi Vani belum siap, Vani tidak pernah berpikir secepat ini.
Baru kemarin dia menerima lamaran dari Gus Azhar dan sekarang harus masuk ke dalam jenjang pernikahan? Bahkan lamaran dari Gus Azhar kemarin saja masih terasa seperti mimpi baginya.
Vani belum benar benar mengenal Gus Azhar, dia juga belum benar benar mengenal seluk beluk pesantren.
Tapi karena matanya bertubrukan dengan mata sayu abah yang juga melihat nya membuat Vani mengangguk.
Begitu mereka melihat kepala Vani yang mengangguk, semua lega tetapi tidak dengan Vani.
Vani masih bingung dengan keputusan yang diambil secepat ini. Tapi saat matanya kembali melihat wajah bijaksana abah yang tersenyum meskipun menahan sakit, Vani menjadi yakin. Keputusan ini sudah benar, tentang perasaan itu urusan belakang. Vani tidak boleh egois.
Mama segera menghubungi keluarga besarnya untuk segera datang ke ndalem, memberi alamat untuk beberapa saudara yang belum pernah ikut ke ndalem.
Ummah juga melakukan hal yang sama, menelpon keluarga besar ndalem untuk segera ke sana.
Belum selesai kedua ibu ibu itu menelpon, abah sudah meringis lagi, menandakan kalau abah semakin sakit.
Gus Azhar yang tadi mengamati ekspresi wajah Vani kini mendekat ke arah abah.
"Pripun, bah?" Tanya Gus Azhar khawatir, tangan nya menyentuh perut abah dan mengelus nya karena abah mencengkeram perutnya.
"sak- i- ki, nang" suara abah lirih patah patah. Gus Azhar mendekat kan telinga nya karena tidak mendengar jelas.
"Sak-i-ki, Har" ucap abah lagi dengan suara lirih.
Mengerti apa yang diucapkan abah, Gus Azhar memandang semua orang di ruangan itu yang juga menatap nya. Berhenti beberapa menit untuk menatap wajah Vani yang gelisah.
"Abah ngeken sakniki" ucap Azhar yang bertepatan dengan pintu yang terbuka. Gus Likhun masuk.
"Penghulu ni pun sampun mriki, pripun?" Tanya Gus Likhun.
Gus Likhun memang pergi untuk memanggil penghulu. Penghulunya masih kerabat jadi Gus Likhun menemui langsung. Meskipun tadi belum ada keputusan apa pun, entah kenapa Gus Likhun memiliki inisiatif untuk memanggil penghulu. Pak Prapto namanya, jadi kalau misal memang tidak membutuhkan penghulu, pak Prapto kan bisa bersilaturahmi. Begitu pikir nya, beruntung pak Prapto sedang tidak bepergian.
"Pas banget, mlebet mawon pak Prapto" Jawab neng Nela, pak Prapto masuk ke ruangan yang disini banyak orang itu.
"Akad nya disini saja ya, biar abah saget preso" Ucap Ummah yang diangguki semua nya.
Dengan baju dan kondisi yang sangat sederhana, akad dilangsungkan. Mahar nya hanya surat Ar-Rahman karena memang belum disiapkan. Toh sebenarnya mahar itu hanya sunnah.
Vani melangkah ragu ditemani mama menuju meja rias Ummah. Setidaknya masih ada polesan. Sementara Vani sedang dipoles oleh mamanya, yang lain sedang menyiapkan. Beberapa abdi ndalem juga ikut masuk untuk membantu mengurus beberapa keperluan.
"Mbak, besok bahkan nanti, mbak sudah bukan hanya putri mama, mbak sudah menjadi seorang istri. Tanggung jawab yang selama ini ada di mama dan papa akan pindah ke pundak Gus Azhar.
Mama tau, mbak sudah mandiri dan dewasa. Tapi rumah tangga tidak semudah apa yang ada di novel, film dan apa yang mbak bayangkan. Apalagi di keluarga pesantren seperti ini.
Mama tidak bisa memberi banyak nasehat apalagi contoh. Yang terpenting adalah ketabahan dan kedewasaan. Mbak harus selalu sabar dan dewasa dalam memilih atau menentukan langkah.
Jangan hanya memikirkan hal sementara dan kepentingan beberapa orang saja. Mbak harus bisa memikirkan semua yang terkena dampak masalah. Kalau ada masalah harus diselesaikan dengan kepala dingin.
Terus berjalan mbak, jangan berlari apalagi berhenti. Istirahat boleh tapi jangan balik kanan bubar jalan. Hidup ini perjalanan bukan pelarian.
Wanita itu perasa, tapi jangan semua dibawa perasaan. Ikuti saja perintah Gus Azhar. Mama yakin sekali dia adalah lelaki yang baik yang akan menjadi jodoh dan imam yang baik buat mbak. Jangan sedih mbak, selamanya mbak tetap lah putri kecil mama. Jangan sungkan untuk pulang ya, mbak" Mama menutup kalimat panjang nya sambil menghaous jejak air mata di pipinya.
Vani memeluk mama sangat erat seolah besok sudah tidak bisa memeluk lagi. Vani enggan melepas pelukan nya, air mata sudah membanjiri wajah cantik nya.
Ummah yang menyaksikan itu ikut menitikkan air mata. Ummah juga pernah merasakan. Ummah memaklumi, ini terlalu mendadak untuk semua nya.
"Udah, yuk. Mereka pasti udah nungguin kita" ujar mama yang diangguki Ummah dan Vani.
"Terima kasih, sudah mempercayakan Vani kepada kami" Ummah menepuk bahu mama. mama mengangguk.
Vani mendapatkan beberapa polesan di wajahnya. Meskipun tidak ahli, tapi mama mampu membuat wajah Vani yang cantik menjadi semakin cantik sangat cantik malah.
----------------
sakniki: sekarang.
abah ngeken sakniki: abah menyuruh sekarang.
penghulu ni pun sampun mriki: penghulu nya sudah ke sini.
mlebet mawon: masuk saja.
saget preso: bisa melihat.ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is mine (END, Segera Terbit)
Teen Fictiontentang Alvania yang tidak pernah menduga akan apa yang terjadi pada hidup nya ini cerita berlatar pesantren dan kehidupan santri peringkat yang pernah diraih # 1 dalam jurusan