kabar disebar

3.4K 167 1
                                    

"Vani tidak tau respon apa yang akan diberikan mereka. Vani takut, ummah, takut kalau respon yang mereka berikan pada Vani tidak baik. Kan tidak semua dapat menerima Vani. Ummah yang sangat baik saja ada adik abah yang tidak setuju, bagaimana dengan Vani?" _Vani

----------------

"Assalamu'alaikum" Vani membuka pintu kamar ummah dan abah perlahan.

"waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Mlebet nduk!" Vani mengangguk dan masuk, melihat ummah yang seperti nya memang sedang menunggu nya, seperti yang dikatakan Gus Azhar tadi.

"Ummah jadi ingat dulu, Vani. Ummah juga seperti kamu, bukan dari keluarga pesantren. Dulu bahkan ada adik abah yang selalu mencemooh ummah, tapi selalu ada abah yang membela ummah.

Tapi tidak semendadak ini. Maaf ya kalau kamu tertekan, kamu pasti masih kaget ya?"

"Mboten, mah. Mboten nopo nopo. Mboten onten seng salah" ummah tersenyum menanggapi ucapan Vani yang terdengar tulus.

"Ya sudah, sekarang kamu sudah siap menyebarkan berita ini?"

"Ummah, kalau beritanya tidak langsung ke semua santri bagaimana?"

"Bagaimana maksudnya?"

"Vani tidak tau respon apa yang akan diberikan mereka. Vani takut ummah, takut kalau respon yang mereka berikan pada Vani tidak baik. Kan tidak semua dapat menerima Vani. Ummah yang sangat baik saja ada adik abah yang tidak setuju, bagaimana dengan Vani?"

"Lalu bagaimana? Kalau tidak disebarkan nanti bisa menimbulkan fitnah"

"Kalau lewat teman teman Vani aja bagaimana ummah? Berita nya pasti kesebar tapi perlahan lahan. Atau kalau tidak lewat Putri saja" Vani meminta persetujuan.

Lengang sejenak.

"Wes matur kaleh Azhar?" Vani mengangguk.

"Yowes kono nek arep nang koncomu"

"Ummah, tidak keberatan, kan?" tanya Vani memastikan. Takut kalau dianggap lancang. Ummah menggeleng dengan senyum menenangkan yang terpasang di wajah nya. Membuat Vani yakin kalau ummah memang memperbolehkan.

Vani keluar kamar ummah setelah pamit dan mengucap salam.

----------------

Vani keluar ndalem lewat pintu belakang. Begitu Vani keluar, banyak santri yang langsung menatap nya aneh, tidak seperti biasanya. Pasti kabar buruk sudah mulai masuk pesantren.

Vani berusaha acuh. Melangkah ke kamar Ata dan Mela. Dua sahabat nya itu sedang berbincang dengan santri sekamar nya.

"Assalamu'alaikum... " Vani melangkah masuk.

"Vani!" Jerit Mela histeris, seperti melihat hati saja.

"Cepet ceritain" Tagih Ata saat Vani sudah duduk di antara mereka.

"Salam nya dijawab dulu" tegur Vani.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab mereka cepat, tidak sabar.

"Cerita apa sih? Aku cuma mau minta minum, haus nih" Vani berpura pura tidak paham dan memasang wajah tak berdosanya.

"Alvania Nu'af Zelefa. Cepet ceritain sekarang, semuanya. Atau nggak usah masuk ke kamar ini lagi" Ancam Ata geram.

"Iya iya... jadi gini, sebenarnya gue itu... " Vani menjeda, wajah penasaran di muka temannya membuat ide jail datang di kepala cantik nya.

"Huft... gue itu sebenarnya... nggak tau apa apa" Vani cengengesan. Beberapa tangan terarah ke kepala nya dan "ctak... ctak... ctak... " Vani meringis pelan saat tangan itu bergantian menjitak kepalanya.

"Cerita in semuanya, Vani. Serius" Mereka menatap mata Vani tajam.

Vani rasa, waktu bermain main nya memang sudah habis, kalau tidak, habis sudah kepala nya karena jitakan.

Dan mengalir lah cerita sejak alasan dia pulang sampai saat kata sah terlontar dari para saksi yang tidak seberapa itu. Vani juga menceritakan tentang abah, juga perasaan Vani, tentang apa yang selama ini Vani rasakan, bahagia, sedih, bangga, dan semua yang bercampur aduk di dalam dadanya.

Tapi kalau tentang perasaan nya pada Fezral, dia memilih menyimpan ini sendiri. Tidak bijak jika dia menceritakan nya juga dan menyebar pasti akan banyak anggapan miring tentang nya.

"Beneran, Van?" Tanya Desy, yang lain juga menatap Vani seolah memiliki pertanyaan yang sama.

"Kalian itu ya, minta diceritain tapi pas udah aku cerita in malah nggak percaya.

Mana berani lah aku mengarang cerita dari ndalem, apalagi sampai kayak gini" Vani bersungut kesal, sedikit tersinggung. Memang nya dia sedang halu apa?

"Maaf, Van. Bukan gitu maksud nya. Tapi ya masih agak gimana gitu. Kamu ngelepas masa lajang nya cepet banget sih" Desy segera meminta maaf.

"Tapi kog dulu pas kamu ditanya tentang kamu soan itu, kamu bilang nya nggak tau apa apa?"

"Ya karena aku pikir ini nggak akan secepat ini. Bahkan saat tadi Putri manggil aku, aku juga nggak tau apa apa. Putri aja nggak tau tentang ini.

Sebenarnya tadi ummah menyuruh agar membicarakan ini secara langsung ke para santri. Tapi aku nggak sanggup kalau harus liat respon negatif dari mereka. Walaupun hanya dari wajahnya.

Pasti kan banyak yang nggak suka sama aku. Sebaik apapun orang kan pasti ada yang nggak suka. Nama nya juga manusia.

Dan aku minta tolong ya sebarin ini ke santri yang lain. Kasih tau juga perasaan aku, aku nggak mau dapet respon negatif. Bukan apa apa sih, cuma takut aja"

"Ya  nanti aku bilangin, ke Putri aja biar agak cepet nyebarnya. Ya udah deh, congrats ya, moga samawa. Tapi kayak nya kalau sama gus Azhar sih udah pasti samawa. Aku juga pengen kayak kamu" Mela memeluk Vani.

"Don't forget me. My best friend" bisik Mela pada Vani.

"Pasti, kalian itu best friend banget. Sayang kalian. Aku nggak akan lupain saat saat dimana kita kemana mana bareng dan aku pasti kangen saat saat itu" Vani memeluk Mela dan Atau disusul yang lainnya.

"Ya udah, aku ke kamar dulu ya, beresin barang barang, pamitan juga lah sama mereka" Vani melepas pelukannya.

"Aku ikut juga dong neng" Goda Ata dengan menyebut Vani neng.

"Apaan sih" Vani mencubit lengan Ata sebagai pengalih salah tingkahnya.

"Kog nyubit sih, neng?" Ata masih menggoda.

"Tau ah. Bodo amat" Vani berjalan keluar kamar dengan muka merah. Semua yang melihat itu langsung tertawa.

----------------

mlebet nduk: masuk nak.
mboten nopo nopo: tidak apa apa.
mboten onten seng salah: tidak ada yang salah.
wes matur kaleh Azhar: sudah bilang ke Azhar.
yowes kono nek arep nang konco mu: ya sudah sana kalau mau ke teman mu.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

He Is mine (END, Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang