"Di akhir usia abah, abah hanya ingin jadi wali di pernikahan kamu dan neng nela begitu juga neng Najwa. Tapi mungkin kalau neng Najwa tidak bisa, Har. Najwa masih terlalu kecil" _Abah
----------------
Dokter yang menangani abah keluar membuat Azhar langsung mendekati nya.
"Bagaimana kondisi abah, dok? " Tanya Azhar panik. Semua menunggu jawaban dokter dengan harap harap cemas.
"Alhamdulillah. Abah tidak apa apa, hanya karena syok jadi tidak sadar kan diri dan sekarang sudah sadar boleh dijenguk tapi terbatas" Ucapan dokter itu membuat semua yang di sana menghela nafas lega sembari dalam hati mengucap syukur pada Allah.
"Baiklah kalau begitu saya pamit pergi dulu. Kalau misal kan nanti ada apa-apa, kalian panggil saya ya"
"Oh iya, terimakasih dok" ucap Azhar dan dokter muda itu pergi berlalu.
"Ummah masuk dulu ya" ucap Ummah yang diangguki Azhar. Ummah masuk bersama neng Nela. Azhar dan neng Najwa menunggu diluar bersama keluarga gus Likhun dan beberapa santri.
Sekitar sepuluh menit Ummah keluar diikuti neng Nela dibelakangnya.
"Abah ajeng ngendiko kaleh Azhar" ucap Ummah sambil duduk.
"Onten nopo? " Tanya Azhar bingung meskipun walau abah tidak ingin berbicara padanya, Azhar akan tetap masuk.
"Mboten ngertos" Azhar mengangguk dan segera masuk ke dalam.
"Assalamu'alaikum, bah. Pon mendingan? " Ucap Azhar ketika masuk dan duduk di kursi dekat ranjang abah yang tadi di duduki nya.
"Alhamdulillah, Har. " Abah berujar lirih.
"Turene Ummah, abah ajeng ngendiko kaleh Azhar"
"Abah merasa, abah sudah tidak akan lama lagi, Har" Ucapan abah membuat Azhar tersentak kaget, apa yang ada dalam pikiran abah? Abah nya tidak pernah menyerah, abah adalah seorang pejuang, tapi kenapa abah berujar seperti ini? "
"Ampon ngendiko kados ngoten, bah" Azhar berusaha menahan air mata nya, melihat orang yang sangat ia sayang terkapar tak berdaya seolah Azhar kehilangan separuh semangat nya.
Abah tersenyum. "Abah sudah melihat malaikat Izrail melambaikan tangannya, Har. Tidak akan lama lagi" Abah mengelus rambut putranya yang kini sudah tumbuh menjadi dewasa. Air tak berhasil menahan air mata nya yang tiba-tiba menetes. Sungguh Azhar tidak pernah menyukai kondisi seperti ini.
"Di akhir usia abah, abah hanya ingin menjadi wali di pernikahan kamu dan neng Nela juga neng Najwa. Tapi mungkin kalau neng Najwa tidak bisa, Har. Najwa masih terlalu kecil" Suara abah terdengar semakin lirih. Azhar bingung harus menanggapi apa. Semua ini terasa terlalu cepat baginya. Wajah gadis Rusia itu masih membekas di pelupuk matanya, tapi wajah Alvania juga tak sengaja menghampiri. Saat Azhar sedang melamun, Tiba-tiba abah tak sadarkan diri.
Azhar panik dan langsung memencet tombol darurat di kepala ranjang untuk memanggil dokter.
Ketika dokter dan beberapa suster datang, Azhar melangkah keluar ruangan.
"Apa yang terjadi pada abah, nang? Abah ngendiko nopo? " Ummah yang panik mendekati Azhar, air mata nya kembali keluar membasahi wajah sepuhnya yang tetap terlihat ayu.
"Tadi abah berbicara kalau umur abah tidak akan lama lagi dan keinginan abah adalah, abah ingin menjadi wali di pernikahan ketiga anaknya. Tapi kalau untuk pernikahan neng Najwa abah merasa tidak bisa. Neng Najwa masih terlalu kecil" Mendengar ucapan Azhar, Ummah semakin berurai air mata nya. Azhar segera memeluk Ummah nya untuk menenangkan, terlihat dengan jelas juga kalau kedua saudaranya juga berurai air mata. Azhar tidak boleh menangis, jika ia ikut menangis siapa yang akan menenangkan dan menghibur keluarganya. Azhar sadar bahwa dia adalah satu-satunya anak lelaki di keluarganya, semua keluarga adalah tanggung jawabnya. Bagaimana pun keadaannya, Azhar harus tetap memikirkan keluarganya.
Beberapa menit setelah itu dokter keluar diikuti beberapa suster.
"Kenapa abah tidak sadarkan diri, dok? " Pertanyaan itu berasal dari Neng Najwa.
Dokter itu berujar dengan sopan "Maaf mbak, tadi saya salah mendeteksi, Abah tidak sadarkan diri bukan karena syok tapi karena benturan di kepalanya yang membuat beberapa syaraf nya rusak. Meskipun secara fisik abah sehat, abah akan mengalami beberapa kali kehilangan kesadarannya. Kami belum bisa memvonis penyakit apa itu. Maafkan kami" Dokter itu menunduk. Dokter ini terlihat sopan, mungkin karena tau pasien nya adalah kyai besar.
"Em, saya pamit dulu" ucap dokter itu yang hanya direspon neng Najwa dengan anggukan.
Azhar mendekat ke arah Ummah yang kini duduk di samping neng Nela.
"Ummah" Panggilnya. Ummah menatap mata Azhar dan rasanya hati Azhar seperti tertusuk tusuk melihat tatapan Ummah yang begitu menyedihkan.
"Azhar nyuwun ridhone Ummah. Azhar ajeng madosi tiyang damel nuruti purun ne abah" Izin Azhar, Azhar memutuskan, siap atau tidak siap Azhar harus tetap mencari pasangan hidup untuk menuruti keinginan abah.
"Ummah izinkan, Ummah pasti mendoakan yang terbaik untuk kamu" Ummah mengecup puncak kepala Azhar. Azhar mengangguk dalam kebimbangan.
----------------
Azhar menghampiri neng Nela yang baru keluar dari mushala rumah sakit sehabis sholat hajat. Keluarga gus Likhun sudah pulang. Jadwal mereka di pesantren sungguh sibuk.
"Ada apa? " Tanya neng Nela melihat kebingungan di wajah Azhar. Dia tau kalau adiknya ini tidak baik baik saja dibalik wajah tenang nya.
"Azhar harus bagaimana neng? Azhar tidak tau" Ucap Azhar mengusap wajahnya. Azhar memutuskan meminta pendapat pada neng Nela karena tidak mungkin ke Ummah. Ummah sedang banyak pikiran, tidak bijak bertanya pada Ummah. Sedangkan kalau bertanya pada neng Najwa, Azhar tidak mantap.
"Neng punya beberapa kontaknya neng pondok lain. Ya tidak semua tapi cukup banyak lah" Neng Nela mengambil handphone dari tas selempangnya. Neng Najwa dan neng Nel memang disuruh oleh abah agar ber literasi dengan neng dari pesantren lain.
"Tapi kan Azhar tidak kenal, neng" Ucap Azhar saat neng Nela menunjukkan foto profil seorang gadis bergamis biru dengan kerudung pasmina berwarna senada.
"Neng udah tau beberapa sifat dari mereka. Kamu tinggal memilih, kalau sifat biar nanti neng yang cari tau" Azhar hanya bisa mengangguk meskipun dalam hati dia ragu.
----------------
Abah ajeng ngendiko kaleh Azhar: Abah ingin berbicara dengan Azhar.
Onten nopo: Ada apa.
mboten ngertos: tidak tau.
pon mendingan: sudah lebih baik.
turene Ummah, abah ajeng ngendiko kaleh Azhar: Katanya Ummah, abah ingin berbicara dengan Azhar.
Ampon ngendiko kados ngoten, bah: jangan berbicara seperti itu, bah.
nang: sebutan untuk nanak laki-laki.
abah ngendiko nopo: Abah berbicara apa.
Azhar nyuwun ridhone Ummah: Azhar meminta ridho nya Ummah.
Azhar ajeng madosi tiyang damel nuruti purun ne abah: Azhar ingin mencari seseorang untuk menuruti keinginan abah.ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is mine (END, Segera Terbit)
Teen Fictiontentang Alvania yang tidak pernah menduga akan apa yang terjadi pada hidup nya ini cerita berlatar pesantren dan kehidupan santri peringkat yang pernah diraih # 1 dalam jurusan