"sudah! Tidak perlu ada peperangan lagi. Keputusan sama seperti dulu. Azhar, segeralah lamar Alvania! Jika dia memang jodohmu, meskipun nasabnya tidak tinggi. InsyaAllah atas izin Allah dia tetap bisa membantu mu mengurus Al-Asyrof nantinya" _Abah
----------------
"Gila kamu ya, Van. Gimana ceritanya kamu bisa diajak foto bareng sama neng Najwa?" Tanya Ata dan Mela bebarengan, mereka sudah menunggu di kamar Vani untuk meminta penjelasan kepada Vani. Diikuti teman satu kamar nya yang ikut mendekat antusias.
"Aku juga nggak tau apa apa" Ujar Vani bersungguh sungguh, jari telunjuk dan jari tengah nya ia tunjukkan✌ untuk membuktikan kesungguhan ucapan nya.
"Ya nggak mungkin kalo nggak ada apa apa lah, Van. Pasti ada yang di ucapin sama neng Nela atau neng Najwa kan?" Tanya indah belum puas dengan jawaban Vani, siapa yang bisa menerima begitu saja ucapan Vani untuk kasus yang sedang menjadi tranding topik di pondok putri.
"Besok mbak Vani juga tau sendiri. Udah gitu aja ucapan neng Najwa" Jawab Vani mengulang ucapan neng Najwa. Dan semua hanya diam, ya mungkin suatu saat nanti mereka akan tau sendiri. Kalau Vani juga tak tau, mereka harus bertanya pada siapa lagi?
----------------
Semua keluarga rumah berkumpul di ruang keluarga ndalem, tentu saja tanpa neng Nela dan gus Likhun yang sudah masuk ke kamar neng Nela. Sudah jelas sebab mereka berkumpul adalah kelanjutan hubungan Azhar. Mumpung semua masih berkumpul jadi sekalian.
"Saya tidak setuju" protes Abi Bilal cepat setelah Ummah selesai menjelaskan hal yang membuat mereka berkumpul.
"Tapi kita ppanras mempertimbangkan Alvania itu. Selain cantik dan pintar, dia sudah memenuhi kriteria wanita shalehah" ujar salah satu dari mereka. Mereka semua sudah diberi tau Alvania dari foto yang tadi dilakukannya bersama neng Nela, neng Najwa, dan gus Likhun di panggung.
"Tetapi kita tetap harus mengambil seseorang dengan mempertimbangkan nasab nya" Tentu saja itu suara umi Ana yang membela suaminya.
"Syarat menjadi wanita shalehah tidak harus dengan nasab nya" Ujar abah tegas. Sebenarnya abah sudah geram dengan sifat mereka. Mereka selalu menganggap seolah orang yang tidak memiliki nasab tinggi adalah rendah. Padahal nabi Muhammad saja mau menikahi budaknya, ya walaupun itu adalah atas perintah Allah. Tapi semua dilihat dari niat nya.
"Tapi nasab itu penting! Keturunan Al-Asyrof harus lah berasal dari dua nasab yang jelas" Sanggah umi Ana yang malah tersulut emosi.
"Apa maksud kamu, saya dan Alvania berasal dari keluarga entah berantah yang tidak mempunyai nasab?" Ummah tidak bisa memendam amarahnya, siapa yang tidak marah jika ada yang menjatuhkan keluarga dan nasabnya sekalipun itu adik ipar nya.
"Sudah! Tidak perlu ada peperangan lagi. Keputusan sama seperti dulu. Azhar, segeralah lamar Alvania! Jika dia memang jodohmu, meskipun nasabnya tidak tinggi. InsyaAllah atas izin Allah dia tetap bisa membantu mu mengurus Al-Asyrof nantinya" Abah berujar tegas dengan menaikkan satu oktaf di suaranya agar tidak ada yang membantah.
"Saya mengumpulkan keluarga adalah untuk bermusyawarah bukan memulai peperangan seperti dulu. Tapi saya rasa ini tidak akan berhasil" Ucap abah ketika sudah bisa mengontrol emosinya.
"Saya setuju dengan abah" Ucap salah seorang keluarga diikuti anggukan kepala oleh anggota yang lain. Keputusan sudah diambil, mereka sudah setuju, selain karena mereka juga tidak begitu menyukai prinsip umi Ana dan abi Bilal, juga karena mereka yakin keputusan abah sebagai yang paling tua di antara keluarga pasti adalah yang terbaik.
----------------
"Ma... itu ponsel mama bunyi, ada yang telpon kayaknya, ma" Teriak Dhirga sedikit kesal karena terganggu permainan game online nya.
"Dari siapa, nak?" Mama sudah berjalan mendekat ke arah Dhirga yang duduk di meja makan.
"Al-Asyrof tulisan nya" Jawab Dhirga setelah menyempatkan menengok ke layar handphone mamanya yang berada satu kursi di samping nya.
"Al-Asyrof?" Tanya mama lagi karena ragu. Jelas saja mama bingung, kenapa menelpon ya? Ada urusan apa? Urusan administrasi sudah dia lunasi kemarin.
Tanpa pikir panjang, Kasih mengangkat telepon itu saat sudah sampai dan duduk di samping anak laki-laki nya.
"Assalamu'alaikum" Itu memang panggilan dari pesantren, suara itu pasti dari abdi ndalem yang biasanya mengurus administrasi dengan nya.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, kang. Ada apa?" tanya Karin to the point.
"Sakderenge ngapunten, bu. Leres niki ibu e Alvania?" jawab suara itu.
"Maaf, kang. Saya tidak begitu paham dengan bahasa Jawa. Bisa diulang dengan bahasa Indonesia?"
"Ouh maaf bu. Sebelumnya saya ingin memastikan, benar ini ibunya Alvania?"
"Ya benar, ini saya Karin, mamanya Alvania. Ada apa?" Karin mulai bingung.
"Maaf lagi bu kalau mengganggu waktu ibu, saya hanya ingin menyampaikan pesan dari ndalem bahwa ibu sekeluarga diminta datang ke ndalem, sudah ditunggu ndalem, nanti jam dua, apa bisa datang?"
"ya, baiklah. Nanti InsyaAllah saya sekeluarga datang "
"Baik bu, ditunggu kedatangannya" suara abdi ndalem itu ramah tapi tak bisa membuat Karin tidak khawatir.
"Tapi sebelum nya saya ingin bertanya, kang. Kenapa kami di suruh datang ke ndalem? Apa Vani melakukan kesalahan? Apa kesalahan nya begitu sangat fatal hingga kami sekeluarga harus soan ke ndalem?"
Karin tak bisa menyembunyikan kekhawatiran nya saat bertanya, walau ia yakin anaknya tidak mungkin melakukan kesalahan seperti itu, tapi dia tak bisa menghentikan mulutnya untuk tidak bertanya.
"Kalau itu, saya tidak tau, bu. Tapi jika ini bisa menjadi penenang, ibu. Saat tadi gus Azhar datang menyuruh saya, wajah gus Azhar terlihat cerah dengan tersenyum, jadi seperti nya tidak kalau karena Vani melakukan kesalahan" Abdi ndalem itu berusaha menenangkan.
"Benarkah? Lalu kalau bukan karena Vani, karena apa?" Karin dibuat semakin bingung oleh jawaban abdi ndalem itu.
"Kalau itu saya tidak tau, bu. Pasti nanti ibu akan dikasih tau kalau sudah soan. Ya sudah, bu. Hanya itu yang ingin saya sampai kan. Sekali lagi maaf karena sudah meminta waktu ibu. Dan dimohon kehadiran nya, bu. Wassalamu'alaikum"
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Terima kasih, kang" Telpon ditutup.
"Kenapa disuruh soan, bu?" Tanya Dhirga yang dari tadi menguping.
"Kan kamu sendiri dengar kalau dia nggak ngasih jawaban" Jawab Karin masih dengan ekspresi cemas.
Karin segela menghubungi nomor suaminya dan menyuruh nya pulang. Sebenarnya hari ini jadwal Kevin memang tidak banyak, niat nya tadi pagi, Kevin akan pulang cepat untuk jalan berdua dengan istrinya. Tapi jadi pindah haluan.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is mine (END, Segera Terbit)
Teen Fictiontentang Alvania yang tidak pernah menduga akan apa yang terjadi pada hidup nya ini cerita berlatar pesantren dan kehidupan santri peringkat yang pernah diraih # 1 dalam jurusan