buku dari Fezral

3K 167 3
                                    

"Maaf, Gus. Vani belum bisa mencintai njenengan" _Alvania

----------------

Vani kembali ke ndalem setelah berpamitan kepada teman sekamar nya. Vani juga memberesi barang barang nya walaupun tidak tau kapan akan dibawa pulang.

Vani berjalan ke ndalem tentu saja ditemani Mela dan Ata yang sekarang hobi banget menggoda nya.

"Nggak nyangka ya temen kita yang satu ini bakal jadi bu nyai. Secepat ini, jadi bu nyai nya kita lagi"

"Haha iya ya. Eh by the way sikap gus Azhar ke kamu gimana nih, Van?" Vani hanya mengendikkan bahu nya menanggapi pertanyaan Mela.

"Dah, Van. Jangan berubah ya kalau sama kita" Mela kembali memeluk Vani saat mereka sudah sampai pintu samping ndalem.

"Nggak akan, kalian temen terbaik aku. Masa iya aku berubah?" Vani membalas pelukan itu.

"Ya udah sana. Baik baik ya, Van eh neng" Sempat sempat nya Ata masih menggoda nya.

Dan mereka pun berpisah karena tidak mungkin Ata dan Mela mengantarkan sampai masuk ndalem.

Vani berjalan sendirian di lorong ndalem.

"Alvania!" Panggil seseorang dari saat Vani melintasi lorong dapur ndalem. Vani mengenal suara itu, suara yang dulu selalu bisa membuat jantung Vani berdebar debar.

Tapi apakah benar orang itu? Atau ini hanya lah halusinasi? Vani melangkah ragu masuk dapur ndalem karena memang dari sana lah suara itu berasal. Dan benar, disana ada kang Fezral yang seperti nya memang menunggu kedatangannya.

"Pripun, kang?" Vani menunduk, tidak sanggup menatap wajah Fezral.

"Niki" Kang Fezral memberikan sebuah buku bersampul tebal berwarna emas.

"Ini apa?" Tanya Vani bingung. Membolak balik buku itu.

"Hanya sebuah kenang kenangan" Setelah itu kang Fezral berlalu. Ekor mata Vani mengikuti kang Fezral hingga tubuh itu hilang saat pintu menuju pondok putra kembali ditutup oleh orang yang baru saja keluar.

Vani menatap buku itu, bergeming.

"Al?" Vani terlonjak saat nama nya dipanggil dan sebuah tangan bertengger di bahu nya, manepuk pelan.

"Eh, gus?" Vani menurunkan buku berwarna emas itu.

"Kog teng mriki?" Tanya gus Azhar, menuang air putih lalu duduk dan meminum nya.

Dapur lengang, karena persiapan memasak dilakukan di dapur santri karena lebih luas dan tentu saja agar santri yang ikut membantu lebih leluasa keluar masuk.

"Eh, itu. Tadi haus" Jawab Vani gugup, berbohong.

'astaghfirullah' batin Vani karena telah berbohong.

"Wes neng konco konco mu?" tanya gus Azhar.

"Iya, gus. Sampun" Vani menunduk.

"Oh, nggo" Gus Azhar bangun dan berjalan, Vani mengikuti nya dari belakang masih dengan berkali kali mengucap istighfar. Belum sehari dia sudah berbohong.

"Kamu sudah shalat?" Tanya gus Azhar saat sudah masuk kamar.

"Astaghfirullah. Dereng gus, kulo tadi memberesi barang barang, sampai lupa kalau belum shalat" Vani menepuk jidatnya. Kenapa tadi Ata dan Mela tidak mengingat kan nya? Gus Azhar tersenyum.

"Ayo jamaah. Tadi ketiduran dan nggak tau kalau jamaah masjid pon minggah" Vani mengangguk, menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.

----------------

Vani mencium punggung tangan Gus Azhar setelah shalat.

"Gus, habis ini, Vani harus gimana? Tetap di pondok atau ndalem saja?" Tanya Vani, ya dia masih bingung sebenarnya tapi dia sudah mengemasi barang barang nya.

"Ndalem iki kan wes dadi omahmu. Kamu pulang ya ke ndalem"

"Terus pripun sekolah nya Vani?"

"Teko dilakoni koyo biasane. Cuma pulang nya aja yang ke ndalem"

"Dilakoni niku nopo?" Vani menggaruk kepalanya yang masih terbungkus mukena, merasa bodoh. Tapi kalau tidak bertanya, dia tidak akan tau maksud nya.

"Dijalani" Gus Azhar tersenyum sambil mengelus bagian kepala Vani yang tadi digaruk, membuat Vani berhenti bernapas untuk beberapa detik.

"Gus... " Panggil Vani lagi, masih ada sesuatu yang ingin dia tanyakan.

"Apa? Katakan saja" Gus Azhar tersenyum melihat Vani yang terlihat ragu.

'kenapa Gus Azhar senyum mulu, sih? Aku kan jadi baper😂' batin Vani.

"Apa, Gus akan meminta... " Vani bingung mau menyebutnya apa.

"Apa?" Gus Azhar berpura pura bodoh, padahal dia tau apa yang akan ditanyakan oleh istri nya ini.

"Apa Gus Azhar akan meminta itu? Itu loh, yang dilakuin sama pengantin" Vani menundukkan kepalanya, dia yakin kalau sekarang wajah nya sudah memerah.

"Memang nya kamu sudah siap?" Gus Azhar menggoda nya. Vani semakin menundukkan kepalanya, tidak tau harus menjawab apa.

"Tidak perlu dipikir. Kamu masih sekolah" Gus Azhar kembali tersenyum.

----------------

Vani belum bisa tidur meski sudah berusaha menutup mata nya. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

Gus Azhar disamping nya sudah tertidur pulas, pasti lelah. Ya mereka memang tidur seranjang, tapi seperti yang dikatakan Gus Azhar mereka tidak melakukan apa apa.

Vani bangun perlahan agar tidak membuat lelakk di samping nya bangun. Mengambil buku berwarna emas yang tadi diberikan oleh kang Fezral yang disimpan di dalam lemari mukena, tidak tau harus disimpan dimana.

Vani membuka sampulnya, terkejut kalau di lembar pertama ada lukisan seorang gadis yang sangat mirip dengan nya, dibawah nya ada tulisan dengan huruf kapital. 'ANZ'. Ternyata itu memang gambar nya.

Dengan hati hati, Vani membuka lembaran berikut nya. Puisi. Begitu juga lembaran berikut nya, berisi puisi.

Dari puisi itu Vani tau kalau kang Fezral menyukai Vani sejak pertama kali Vani masuk ke pesantren Al-Asyrof.

Semua puisi itu menceritakan tentang perasaan kang Fezral kepada Vani. Vani menutup buku itu saat puisi sudah mulai menceritakan tentang kesedihan hati kang Fezral. Tak terasa dari tadi Vani sudah menitikkan air mata nya. Beberapa tetes air mata nya jatuh membasahi buku.

Vani menatap jam, sudah jam dua lebih lima belas menit. Merasa tak sanggup membaca lagi, Vani mengembalikan buku itu ke lemari mukena.

Vani melangkah kembali keranjang. Mungkin nanti saat Vani sudah mampu menguasai perasaan nya, Vani akan kembali membaca nya, hanya tinggal beberapa lembar terakhir.

Vani menatao Gus Azhar yang masih memejamkan matanya dengan perasaan bersalah.

"Maaf Gus, Vani belum bisa mencintai njenengan" Kemudian Vani berbaring, dan mulai terlelap ke alam mimpi.

Gus Azhar bangun, sudah dari dua puluh menit lalu Gus Azhar bangun, karena dia memang terbiasa bangun jam dua pagi untuk tahajud. Tapi saat melihat Vani yang sedang membaca buku sambil menangis, Gus Azhar memutuskan untuk berpura pura tertidur.

"Maaf ya, mungkin kamu tertekan" Gus Azhar mengelus rambut Vani. Mengecup keningnya sebentar sebelum bangun untuk tahajud.

----------------

pripun: gimana.
niki: ini.
kog teng mriki: kog disini.
wes nang konco konco mu: sudah ke teman teman mu.
sampun: sudah.
nggo: ayo.
dereng Gus, kulo: belum Gus, aku.
pon minggah: sudah naik. (yang dimaksud jamaah sudah dimulai) .
ndalem iki kan wes dadi omah mu: ndalem ini kan sudah jadi rumah mu.
teko dilakoni koyo biasane: dilakukan seperti biasanya aja.
dilakoni niku nopo: dilakoni itu apa.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

He Is mine (END, Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang