lamaran neng Nela

3.3K 188 1
                                    

Dengan tujuan apa? Nggak mungkin kan orang sepenting dan sesibuk abah Solikhun beserta keluarga nya datang berkunjung tanpa tujuan penting? " _Azhar

----------------


"Ting" ponsel Alvania berbunyi menandakan ada notifikasi masuk, sebenarnya semua disunyikan karena kalau tidak pasti akan sangat berisik. Tapi kalau untuk orang orang terdekatnya Vani tidak membisukan. Alvania segera mengambil ponselnya yang berada di atas meja.

Ternyata bunyi notifikasi itu karena pesan dari Mela dan Ata.

"Kenapa barengan ya? " Tanya Vani heran lebih ke dirinya sendiri. Tak mau ambil pusing, Vani langsung saja membukanya dan ternyata pesannya sama.

"Assalamu'alaikum Vani, Aku tau kamu pasti nggak nyimak di grup kelas atau angkatan. Sekarang abah masuk rumah sakit, semua santri diminta ngedoain" Isi pesan mereka.

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Iya pasti aku do'ain, makasih banget udah ngabarin" Jawab Vani cepat pada keduanya. Dia memang tidak suka membuka grup, grup apapun itu, karena terlalu banyak chat nya, pun banyak yang nggak bermutu, iya kalau bikin suasana enak, la malah garing kayak kemarau panjang. Beruntung nya Vani karena ada dua temannya ini yang sigap mengabarinya kalau ada apa-apa.

"Kenapa mbak?" Tanya Dhirga menyadari perubahan raut wajah Vani. Ikut khawatir kalau ada apa-apa di rumah.

"Abah masuk rumah sakit, Ga. Semua santri harus do'ain abah" Jawab Vani, tiba-tiba hatinya berdesir, firasatnya mengatakan kalau akan ada sesuatu di waktu dekat ini, mungkin beberapa hari lagi. Vani bingung, hatinya tidak tenang. Apa yang akan terjadi? Vani menggeleng gelengkan kepalanya, dia tidak boleh berpikiran buruk. Tidak akan ada apa-apa yang terjadi pada abah. Semua pasti baik baik saja.

"Innalillah. Sakit apa memangnya mbak? " Tanya Dhirga terkejut, pasalnya abah Azam itu selalu terlihat bugar dan sehat.

"Nggak dikasih tau juga" Jawab Vani sedih.

"Ya udah nanti kita do'ain bareng bareng di rumah sekalian sama mama papa dan bibi juga" Dhirga menenangkan, karena terlihat sekali kalau Vani sedih, sebenarnya yang ada di pikiran Vani tidak cuma abah yang masuk rumah sakit, tapi juga karena firasatnya dan hatinya yang berdesir.

"Iya, ya udah. Cepetan kamu habisin makan nya. Kita pulang udah malem kayaknya juga mau hujan. Nggak usah peduliin temen kamu yang lagi pacaran" Ucap Vani yang diangguki Dhirga. Untuk apa memikirkan temannya yang sedang pacaran itu? Bikin hatinya jengah saja.

----------------

"ting" kembali ada pesan masuk ke ponsel nya, Vani yang sudah selesai shalat berjamaah dengan keluarga nya dan mendoakan abah bersama-sama menghampiri ponselnya yang masih di dalam tas. Kesunyian membuat suara kecil yang biasanya tidak terdengar menjadi menggema.

Ternyata pesan dari Fezral, ya... Vani menganggap Fezral dekat dengan nya jadi tidak dibisukan. Vani langsung membuka pesannya.

"Assalamu'alaikum Alvania. Udah tau berita tentang abah yang masuk rumah sakit?"
"waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah sudah, kang. Terima kasih kang"
"Haha... ternyata saya telat"
"enggak kog kang"
"Udah ngirim doa buat abah? "
"Alhamdulillah sudah kang, baru saja"
"Ya sudah, kamu selalu cepat melakukan sesuatu. Saya menyukai sifat mu itu"
"Ah tidak juga kog, kang"
"Haha... tadi kamu cuma do'ain abah? "
"Eh? Ya enggak, keluarga, temen, orang muslim dan orang yang Vani sayang pasti Vani do'ain"
"Apakah ada nama saya dalam do'a kamu? "
"Eh? "
"Lupakan. Waalaikumsalamu alaikum Vani. Selamat malam"
"Waalaikum salam wa rahmatullahi wabarakatuh. Kembali kang"

Vani mematikan ponselnya sambil tersenyum senyum sendiri. Fezral ini... selalu  bisa mengaduk aduk perasaan nya.

----------------

Azhar bersama neng Najwa, mbah roko dan mbah rayi berjalan cepat menuju ruang ICU. Disana terlihat Ummah yang menangis di pelukan neng Nela. Beberapa santri yang ikut mengantar hanya bisa diam menunduk, tidak tau harus berbuat apa di saat seperti ini. Tapi di hati mereka, mereka pasti tak henti henti mendoakan abah.

"Assalamu'alaikum Ummah, neng" Azhar menyalimi tangan Ummah dan neng Nela.

"Bagaimana kejadian nya kog bisa seperti ini? " Tanya neng Najwa yang ikut menyalimi tangan Ummah dan neng Nela.

"Tadi ada air minum yang tumpah. Saat abah berjalan, abah nggak tau dan terpeleset. Kami tidak bisa menolong karena abah langsung tidak sadarkan diri" neng Nela bercerita.

"Kog saget onten toyo sek dawah? " Tanya Azhar bingung. Tragedi air tumpah sangat jarang terjadi. Kalau pun terjadi pasti ada santri yang sigap membersihkan.

"Maklum lah... lare alit" ucapan Neng Nela membuat Azhar semakin bingung.

"Lare alit? Nadela? " Tanya Azhar menyebutkan nama adik sepupunya yang berusia lima tahun. Karena memang hanya Nadela yang sering berkunjung, jadi kemungkinan terbesar pasti Nadela. Tapi biasanya, Ummah selalu mengabari kalau ada Nadela datang berkunjung. Karena Nadela memang sangat dekat dengan Azhar. Bahkan saat masih di Kairo, Azhar sering video call dengan Nadela. Tapi kalau Nadela kenapa mbaknya hanya diam tidak menjawab? Ah itu membuat Azhar semakin bingung.

"Kulo ngertos mesti mboten Nadela" neng Najwa bersuara karena neng Nela tidak menjawab, pasti ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Dan Azhar pun menangkap gelagat tidak menyenangkan dari neng Nela. Bahkan Ummah hanya diam meskipun sudah tidak mengeluarkan air mata.

"Sebenarnya tadi ada gus Likhun beserta abah Solikhin dan umi Naza juga keluarga nya datang berkunjung" Ucap neng Nela akhirnya setelah lama diam.

"Dengan tujuan apa? Nggak mungkin kan orang sepenting dan sesibuk abah Solikhin beserta keluarga nya datang berkunjung tanpa tujuan penting? " Azhar langsung memasang wajah menyelidik. Ya walaupun itu mungkin saja karena sesama pengasuh pesantren besar, pasti akrab dan sering bersilaturahmi. Tapi Azhar yakin kalau ada yang sedang ditutupi oleh neng nela dan Ummah.

"Tujuan nya... " neng nela menggantungkan jawabannya dan menggigil bibir bawahnya dengan gugup. "Ngelamar" cicit neng nela menunduk.

"Ha? " tak terasa, Azhar memekik terlalu keras hingga beberapa pasang mata menoleh ke arahnya. "Terus diterima?" Tanya Azhar bimbang. Karena sebelumnya juga ada yang ingin melamar neng nela tapi baru sampai ke Azhar. Lelaki itu adalah kakak kelas yang akrab dengan nya saat di Kairo. Dia adalah sosok yang bijaksana dan dewasa, hingga Azhar menjadikannya panutan saat di Kairo. Lelaki itu adalah gus dari pesantren terbesar di Sumatera.

"Alhamdulillah sudah, maaf tidak mengabari kalian. Kejadian nya begitu mendadak dan cepat, neng cuma bisa nderek abah" Neng nela meminta maaf, dia tau kalau adik adiknya ini pasti kecewa karena keputusan sebesar ini tidak dibicarakan dan diskusikan bersama tapi walau bagaimanapun semua sudah terjadi. Tidak ada yang bisa memutar waktu.

"Abah sebenarnya tidak memutuskan begitu saja. Abah Solikhin sudah lama hendak melamar neng nela dan abah tau itu. Sudah abah pikirkan sejak lama" Kata Ummah agar Azhar dan neng Najwa tidak berpikir bahwa abah terburu buru.

Azhar mengangguk, dia tau siapa gus Likhun dan bagaimana wataknya. Gus Likhun memang pantas mendapatkan neng Najwa, mereka pasti akan menjadi keluarga yang dirahmati Allah. Neng Nela yang solehah dengan gus Likhun yang Sholeh. Gus Likhun adalah seorang yang bertanggung jawab, tidak salah abah memilihnya untuk putri pertamanya.

"Assalamu'alaikum, maaf baru sampai tadi macet dan banyak lampu merah dan mampir dulu sebentar" Ucap gus Likhun ngos-ngosan, habis berlari. Sebenarnya mereka tadi berangkat bersama rombongan Ummah, tapi karena Ummah menggunakan ambulan jadi semacet apapun, Ambulan adalah raja jalanan.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Mboten nopo-nopo gus" ucap Azhar sembari memperhatikan gus Likhun, terlihat sempurna, akhlaknya juga baik. Tapi Azhar juga masih menyayangkan kakak kelas panutannya. Ah, biar nanti Azhar meminta maaf dan mengabari tentang status neng Nela sekarang.

----------------


saget onten toyo sek dawah: bisa ada air yang tumpah.
lare alit: anak kecil.
Kulo ngertos mesti mboten: Saya tau pasti bukan.
mboten nopo-nopo: tidak apa apa.

He Is mine (END, Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang